Ulang tahun April (masih cerita April)

117 5 0
                                    

Tidak ada rumus mutlak tentang cinta. Tidak ada
aturan baku tentang cinta. Cinta itu independen. Cinta itu suci. Biarkan saja mengalir tanpa ada instruksi.

~

Meski hidup sebatang kara. Tanpa tahu bagaimana kelanjutan hidup di episode masa depan, April tetap selalu merasakan bahagia. Tak ada kesedihan permanen di hatinya. Tidak ada keluhan berkarat di jiwanya. Semua ia jalani dengan besar hati.

Setelah perjumpaan pertama itu, Rifi jadi sering mengunjugi April di Rumah Baca Manggarai. Karena rumah baca itulah senyuman April bisa keluar lagi. Bercengkrama dengan mahasiswa-mahasiswa dari berbagai Universitas di Jakarta. Melihat tingkah aneh anak-anak binaan mahasiswa-mahasiswa di rumah baca ini, serasa senyuman indah April lepas bersama lepasnya cerita sedih hidupnya.

Rumah Baca Manggarai didirikan sejak tahun 2006. Mahasiswa UI pendirinya. Waktu itu ia prihatin melihat kondisi anak-anak sekitaran Manggarai. Mereka tidak sekolah karena ketiadaan biaya. Miris. Satu persatu ia bawa teman-teman Mahasiswa untuk mengajarkan banyak hal. Teori-teori ataupun keterampilan-keterampilan menghasilkan bagi anak-anak Manggarai. Dan satu persatu banyak mahasiswa turut berpartisipasi. Ada yang menyumbangkan tenaganya untuk mengajar. Seminggu sekali, sebulan sekali, atau kapan pun mereka mau . Menyumbangkan buku-buku bacaan, pakaian layak pakai juga banyak.

Hari itu, hari saat pertama kali bertemu April, bagi Rifi ia mendapatkan berjuta pelajaran hidup. Bagaimana tidak, seorang perempuan hidup sebatang kara tapi masih punya mimpi ingin kuliah. Meskipun ia mengamen, tapi tidak tergabung dengan orang-orang para pengamen yang gak benar. Keadaan tidak menjadikannya belenggu kehidupan. Banyak orang dihadapi keadaan hidup yang tidak sesuai harapan, malah menerjunkan diri kelembah hitam. Bergabung dengan kehidupan gelap. Tapi April, dia masih mau mengajarkan banyak hal ke anak-anak yang bernasib sama seperti dia.

Berkunjung ke Rumah Baca, Rifi selalu membawa makanan buat April dan anak-anak di Rumah Baca. Dan hal itu menjadikan Rifi menjadi idola anak-anak Rumah Baca. Bahkan, Rifi di anugerahi gelar oleh mereka dengan sebutan, Malaikat Pembawa Makanan. Begitu Rifi sampai, pertama kali anak-anak itu sebut, Makanannya mana?

Begitu Rifi dan April bertemu, mereka saling bercengkrama, saling melempar canda, dan berbagi cerita. Semakin sering bertemu, semakin bertambah pula kedekatan di antara mereka berdua. Dan semakin bertambahlah rasa kagum April kepada Rifi. Kekaguman itu entah mengapa lama-lama berubah jadi, mungkin cinta namanya. Entahlah.

Hari ini Selasa, sebelas Juni dua ribu dua belas. Hari ulang tahun April ke sembilan belas tahun.

"Wak Tini, Rifi pergi dulu ya." kata Rifi dari pintu depan. Ia baru saja berdiri dari jongkoknya, mengikat tali sepatu. Lalu membenarkan posisi gitar yang tergendong di kedua pundak. Merapikan kemeja flanel kotak-kotak berwarna hitam coklat yang dikenakannya,terbuka kancingnya seperti ala-ala pemuda Korea, dengan melihatkan badannya yang sedikit berbentuk di balik kaos polosnya.

Wak Tini berlari kecil menghampiri Rifi. "Mau kemana Fi? Wak udah siapin makan siang buat Rifi. Makan siang dululah."

"Nanti Rifi makan siang di luar aja wak." jawab Rifi singkat, menyalami wak Tini. Di rumah, Rifi hanya tinggal berdua bersama wak Tini, pembantunya yang memasak, membereskan rumah dan menyucikan pakaian. Tapi bagi Rifi wak Tini sudah seperti ibunya sendiri.

Rifi mengeluarkan mobil dari garasi. Gitar tadi ia geletakkan di kursi penumpang belakang. Ia melajukan mobil sambil memutar musik Jambrud - Selamat Ulang tahun. Tidak lupa ia berhenti dan mampir ke toko kue ulang tahun. Juga ke toko roti dunkin donuts.

Kamu & KenanganTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang