Lanjutan kenangan Rifi

86 3 0
                                    

Mencintailah apa adanya, bukan ada apanya.
Mencintailah sepenuh hati, bukan separuh hati.
Mencintailah karena cinta, bukan karena terpaksa.
Mencintailah dengan ketulusan hatimu, bukan karena nafsumu.

~

"Rapi banget kamu hari ini brow. Wew!" Iqbal mengomentari Rifi yang baru tiba di sekolah. Pandangan mata Iqbal menyapu ujung rambut hingga ujung sepatu Rifi. "Wajah kamu juga lebih berseri-seri gitu hari ini. Ada apa gerangan?" lanjut Iqbal.

Rifi menanggapi komentar Iqbal dengan bergaya seperti Primus, menyibakkan rambut ke belakang. "Aku udah dapat dong nomornya." Rifi meletakkan tas di atas meja.

"Sumpah?" Iqbal penasaran.

"Biasa aja. Jangan kayak nenek-nenek kebakaran bulu ketek gitu. Kemarin, di Perpustakaan." Rifi menceritakan ke Iqbal. Sedetail-detailnya. Bagaimana kejadian Balqis menyender ke badan Rifi. Dan dari situlah semua berawal.

"Siapa namanya?" tanya Iqbal.

"Ya Balqis paok, kan kamu udah tahu."

"Ya nama panjang dia keong." Iqbal menjitak kepala Rifi.

Rifi mengelak, ia menampel tangan Iqbal. "Balqis Fitri. Cantiknya pun seperti Ratu Balqis, Ratu Kerajaan Saba yang kaya raya pada jaman Nabi Sulaiman." Rifi mengerlingkan mata.

"Lebay." komentar Iqbal.

Tiba-tiba terdengar suara bel tanda masuk kelas dan memulai pelajaran jam pertama.

***

"Udah. Gitu dia, dapat gebetan baru, gebetan lama dilupakan." kata Iqbal. Ia menggoda Rifi dengan bergaya layaknya cewek yang membelai paha dan dadanya.

"Oh. Mau ke kantin juga iya? Jomblo iya? Kasihaaan." Rifi berlari keluar kelas takut Iqbal menerkamnya.

"Sialan!" kata Iqbal setelah mengambil kertas bekas di mejanya, meremasnya dan melempar ke Rifi.

***

Rifi dan Balqis bertemu di depan kantin. Lebih dulu Balqis tiba di kantin, ia ditemani teman yang sama saat di perpustakaan kemarin.

"Hai bang Rifi." sapa teman Balqis.

"Hai juga." Rifi memberikan senyum ramah.

"Mut, kenalin, ini bang Rifi." Balqis memperkenalkan Rifi.

"Enggak usah dikenalin aku juga udah tahu Balqis Fitri. Secara gitu, bang Rifi Muhammad Hasibuan ini ketua OSIS SMA 1 Medan. Masa kamu gak tahu. Kemana saja? Oh iya, kamu kan anak baru ya. Lupa." jelas teman Balqis dengan gaya kecentilan.

Rifi cengengesan.

"Bang Rifi mau makan? Bareng kita yuk." ajak teman Balqis. Tetap dengan gaya kecentilan. Matanya berkedip genit Rifi.

"Memang dia mau makan bareng kita Mutia Muharani Faiz." sebelum Rifi menjawab ajakan Mutia, Balqis duluan yang jawab.

"Oh. Jadi ini katamu tadi, akan ada pangeran makan barrr . . ." kata-kata Mutia terhenti. Tangan Balqis lebih dulu membungkam bibir Mutia.

Balqis tersenyum malu-malu. Matanya mendelikin Mutia. Pelan-pelan ia turunkan tangannya dari mulut Mutia.

". . .reng kita." Mutia melanjutkan kata-katanya tadi yang sempat delay. Pelan. Cuma dirinya dan Balqis yang dengar. Reflek Balqis menginjak kaki Mutia.

"Yuk masuk." ajak Rifi.

"Aw," Mutia merasakan kesakitan atas injakan Balqis. "Awyuk." lanjut Mutia mengiyakan ajakan Rifi. Wajah Mutia meringis.

Sejak kejadian di perpustakaan itulah Rifi dan Balqis menjadi dekat. Mereka berdua jadi sering makan bareng di kantin. Tapi berduaan masih jarang, bisa dihitung pakai jari. Seringnya kalau tidak bertiga dengan Mutia, teman Balqis, terkadang bertiga dengan
Iqbal, teman Rifi. Bahkan pernah juga berempat, bareng Mutia, dan Iqbal juga.

Kedekatan Rifi danBalqis menjadikan benih-benih di hati keduanya semakin jelas memunculkan tunasyang ingin memberontak untuk segera keluar dan tumbuh. Lalu berkembang dankemudian berbunga-bunga.    

Kamu & KenanganTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang