3.1 Bunga Lilac Dan Pernyataan Cinta? (Bagian Pertama)

235 40 5
                                    

🌼🌼🌼🌼🌼🌼🌼🌼🌼🌼🌼🌼🌼🌼

Dulu aku pernah bertanya kepada Ibuku, "Jika ada yang meninggal, mengapa biasanya diberi lili putih? Aku melihatnya di sekolah. Apakah ada maksudnya?"

"Setiap bunga itu mempunyai artinya tersendiri. Kalau kita memahaminya, kita bisa memanfaatkannya dengan bijak. Jika sudah besar nanti, Baekhyun pasti akan mengerti." Hanya itu penjelasan yang kuperoleh dari ibuku. Setelah itu aku tak mau ambil pusing memikirkannya. Bagiku, semua bunga itu sama saja, sama indahnya untuk dilihat.

Hari ini aku membawa bekal makanan buatan Bibiku karena beliau sudah pulang. Entah mengapa aku menjadi merasa bersalah pada Bibiku, jadi kuputuskan kali ini akan kumakan bekal buatannya. Lagipula Kai sudah pasti dapat dari Sehun. Kai itu suka sekali dengan bekal makanan buatan rumah. Aku tidak tahu apa alasannya. Lainkali akan kutanyakan mengapa.

Dalam perjalanan ke sekolah bersama Sehun, aku tiba-tiba teringat kejadian di pagar sekolah kemarin. Ada yang membuatku penasaran.

"Eh Hun, terkait kejadian kemarin, ada yang ingin kutanyakan. Bagaimana rasanya menggendong seorang gadis?"

"Hah? Apa maksudmu?", aku tahu ini Sehun pura-pura tidak paham apa maksudku.

"Kau kemarin menggendong Wendy kan? Bagaimana rasanya menggendong perempuan?"

"Oh itu. Biasa saja. Kenapa tiba-tiba bertanya begitu?" Dasar Sehun, si manusia datar dan kaku. Jelas-jelas kejadian kemarin itu adalah momen romantis yang langka, bahkan menurutku itu hanya akan terjadi di film atau drama. Tapi dia menanggapinya dengan biasa. Aku ragu kalau orang seperti Sehun bisa merasakan cinta. Dia terlalu cuek dan tidak peduli, dan jujur itu kadang membuatku geram sendiri.

"Heh? Dasar tidak asyik. Baiklah, lupakan saja pertanyaan konyolku barusan. Sepertinya aku salah orang kalau menanyakan hal itu padamu. Tuan Sehun, silakan fokus menyetirnya." Aku menyerah dan menyesal telah buang-buang energi, padahal ini masih awal hari.

"Kalau penasaran kenapa tidak mencobanya sendiri?"
Sehun sudah gila. Memangnya dia ingin sahabatnya yang paling baik hati ini kena gampar karena sembarangan menggendong seorang gadis?

"Tolong ya, aku ini masih waras tahu. Kasih tahu dong. Apa menyenangkan? Menggendong seorang gadis?" Aku benar-benar penasaran. Makanya aku mendesak Sehun lagi.

"Karena kemarin itu mendadak kejadiannya, tidak bisa sih kalau dibilang menyenangkan. Tapi aku tidak membencinya." Sehun menjawab pertanyaanku akhirnya. Jawabannya ambigu dan kontradiktif.
Apa coba maksudnya tidak menyenangkan tapi tidak membencinya? Dasar tidak jelas.

Kami sampai di sekolah. Masih belum terlalu ramai. Aku berharap pagi ini damai-damai saja. Jujur aku masih sedikit kesal dengan sifat Sehun yang tidak terbuka. Aku tahu aku tidak bisa memaksanya, karena setiap orang itu punya karakter bawaan yang berbeda-beda. Tapi, setidaknya mengapa dia tidak mencoba mempercayai sahabat dekatnya? Ah, lupakan saja. Karena pada dasarnya setiap orang pasti punya sesuatu yang mungkin akan disimpan untuk dirinya sendiri, termasuk dirikupun begitu.

"Sehun.....Tunggu....."
Suara ini, aku mengenalinya. Beberapa hari yang lalu aku tidak sengaja melihatnya. Untuk apa dia memanggil Sehun? Entah mengapa perasaanku jadi tidak enak.

Otomatis aku dan Sehun yang mendengar suara itu menoleh ke belakang, mencoba mencaritahu siapa sumbernya. Walau sebenarnya aku sudah tahu siapa. Seorang gadis menyerahkan sebuah buket bunga kepada Sehun ketika posisinya sudah dekat dengan kami, dia menundukkan kepalanya, tidak berani melihat kearah wajah kami, sepertinya dia malu.

"Sehun. Kumohon terimalah bunga ini. Aku tidak peduli setelahnya kau akan menyimpannya atau membuangnya. Aku akan terus melakukannya, sampai aku siap untuk menyatakan perasaanku padamu." Jujur saja, aku tidak menyangka gadis ini ternyata sangat berani, gigih dan.... pemaksa. Eh, tunggu? Apa katanya tadi? Sampai siap menyatakan perasaannya? Dia menyukai Sehun?

"Tidak usah repot-repot. Aku tidak akan mau menerimanya. Jadi tolong menyingkirlah dariku atau aku akan--"
Belum sempat Sehun menyelesaikan kalimatnya, gadis itu memotong.

"Aku tidak peduli. Aku akan tetap melakukannya." Gadis itu kemudian dengan berani mendongakkan wajahnya untuk menatap kami, tepatnya Sehun. Gadis itu kaget ketika tidak sengaja melihatku yang berada disamping Sehun, matanya melotot seperti hampir keluar, dan jujur saja wajahnya menjadi menakutkan.

"Eh? Baekhyun? Apa yang kau lakukan disini?" Dasar, seharusnya aku yang bertanya begitu padanya.

"Pokoknya terima saja ya bunga ini. Seterusnya akan datang lagi. Siap-siap saja ya. Aku tidak akan menyerah"
Dasar keras kepala. Gadis itu kemudian berlari meninggalkan kami, sebelum aku sempat menjawab pertanyaannya tadi. Tapi sebenarnya aku tidak berniat untuknya menjawabnya. Karena selama ini aku sengaja menghindarinya. Jadi tidak heran jika tadi dia kaget ketika melihatku disini.

"Kau mengenal gadis keras kepala barusan?" Tanya Sehun sambil mengamati bunga yang baru saja diterimanya.

"Iya." Itu saja yang kukatakan pada Sehun. Aku merasa tidak ingin menceritakan ini kepadanya lebih lanjut. Sejujurnya aku memang tidak ingin menceritakannya kepada siapapun, termasuk Sehun. Karena itu hanya akan membuka kembali luka lama. Aku segera berjalan menuju ke kelas, meninggalkan Sehun yang mungkin masih penasaran atau bingung dengan ucapanku barusan. Tapi saat ini, aku sedang tidak ingin diinterogasi.

Sehun meneriakiku. Aku pura-pura tidak mendengarnya. Kemudian aku teringat sesuatu. Aku berbalik untuk meneriakkan peringatan padanya. Tapi sepertinya dia tidak peduli dengan ucapanku. Ketika kami sampai di kelas, hal yang paling kukhawatirkan terjadi. Itu akan sangat merepotkan, terutama bagi Sehun. Dan entah mengapa tiba-tiba aku merasa tidak peduli dan tidak tertarik dengan apa yang akan terjadi berikutnya, di kelas ini.

🌼🌼🌼🌼🌼🌼🌼🌼🌼🌼🌼🌼🌼🌼

The Fifth SeasonTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang