09

1.2K 203 27
                                    


Seorang pria tampan, tinggi dan putih pun berdiri dari kursinya. Ia membungkukan badan 90° di hadapan Tuan Lee dan keluarganya yang lain.

"Taeyong, sepertinya Papa akan meminta Jaehyun mengajarimu soal bisnis."

Memperhatikan putranya yang tampak diam sedari tadi, Tuan Lee mencoba mencairkan suasana agar Taeyong--- setidaknya sedikit ramah akan kehadiran keluarga Tuan Yoonho.

Bahkan, setelah diajak bicara pun lelaki itu tidak merespon. Ia tetap acuh tak acuh. Dengan mengabaikan papanya yang berbicara, Taeyong menyendok makanan di depannya. Ia sudah menduga, papanya pasti akan merendahkannya di depan si rekan bisnis. Lihat saja, buktinya beliau meminta putra dari tamu pebisnisnya untuk mengajari cara berbisinis yang baik kepada Taeyong.

"Eh.. Nak Jaehyun, apa mungkin setuju melakukannya?"

"Dengan senang hati, Tuan. Saya akan menganggap Taeyong seperti sahabat saya sendiri."

Taeyong membanting sendok garpunya di atas piring.

"Stt.. Taeyong... Bersikaplah sopan."

Bisik Papanya.

"Tidak apa, Tuan. Saya sering menghadapi seseorang seperti Taeyong. Tidak masalah..."

Meskipun Taeyong tahu bahwa Jaehyun adalah lelaki yang sopan dan berbakat, ia tetap memandang iri dan tak suka. Terlebih, ia tak suka jika nantinya papanya sendiri membandingkan kemampuannya dengan Jaehyun.

Taeyong kenal siapa itu Jaehyun. Begitu pun sebaliknya karena keluarga keduanya sudah berhubungan bisnis sejak lama. Dan mengesalkannya, mengapa setiap bertemu, kedua orangtua mereka selalu menggunakan bahasa yang formal? Taeyong sangat tidak biasa diikat dalam sebuah formalitas.

Sungguh, batinnya tersiksa jika sudah menghadapi kehidupan papanya yang serba untung-rugi perbisnisan.

"Pa, Taeyong nggak enak badan."

Taeyong berdiri dari kursinya, kemudian berjalan meninggalkan meja makan. Tanpa ia ketahui, sang papa memberikan tatapan membunuh pada Taeyong. Selama ini beliau cukup mentoleransi sikap tidak sopan Taeyong kepadanya. Namun, kali ini Lee Taeyong sudah kelewatan batas. Di hadapan tamu pentingnya, anak itu justru tidak ragu menunjukkan sikap ketidaksukaannya.

"Pa.."

Bisik Mama Taeyong menenangkan saat melihat wajah suaminya memerah karena marah.

"Mari kita lanjutkan makan malam kita, Tuan."

Sergah Tuan Lee kembali saat telah menemukan ketenangan batin.

...............................

Hari menjelang malam. Rumah Taeyong sudah cukup sepi dan tampak steril dari tamu penting yang sangat mengganggunya tadi. Pria itu melamun di atas kasurnya. Hatinya sakit saat papanya secara terang-terangan tidak pernah mengakui kemampuannya. Selama ini, Taeyong cukup sabar diperlakukan tidak adil. Ia sabar ketika dirinya sering diatur ini itu padahal ia tidak menyukainya. Ia bahkan tidak protes lagi setelah papanya meminta Sohyun untuk terus memata-matai setiap pergerakannya di luar sana.

Menjadi calon pewaris dan penerus keluarga tunggal adalah beban terberat baginya. Sekali-kali ia ingin bebas dan menikmati segala masa mudanya. Namun fakta berkata lain. Ia punya papa yang otoriter, itulah yang membuat Taeyong sampai saat ini hanya terbelenggu dari dalam kendali papanya sendiri. Ibarat burung, ia bebas. Tetapi ia tetap berada pada kandang luas dengan langit biru sebagai latarnya. Semua adalaha kebebasan yang berbatas. Palsu.

Manly Mate ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang