36

915 153 37
                                    

Dari jendela tempatnya berdiri, Taeyong menatap hampa jajaran kendaraan baik yang berhenti maupun yang berlalu-lalang di bawahnya. Sinar mentari terasa semakin membakar kulit, menerobos masuk melalui kaca transparan yang tingginya melebihi 1 meter, menyisakan rasa panas yang membara tak hanya di luar, tapi sampai merasuk ke dalam pikiran kosong Lee Taeyong saat ini.

Komputer dibiarkannya menyala di atas meja. Sekali dua kali, bahkan sampai berkali-kali ponsel maupun telepon kantornya berbunyi, namun ia biarkan saja. Lamunan pagi setengah siangnya itu memenangkan segala rutinitas yang baru ia mulai, yaitu menjadi seorang CEO Canopus, dengan hak dan kewajiban seabrek. Seumur hidup, inilah pertama kalinya Taeyong tidak fokus pada diri sendiri. Apalagi penyebabnya adalah seorang gadis.

Apa mungkin rasa sakit hati yang ia terima adalah akibat dari kebiasaannya yang suka bermain dengan wanita dulu?

Sungguh tak bisa didefinisikan. Pria berahang tegas itu sampai lupa makan, wajahnya pucat pasi, bibirnya kering, ia sudah tidak tau lagi bagaimana cara merawat diri. Kesehatannya seakan tergadaikan. Kepeningan yang muncul di kepalanya ia abaikan, bahkan tanpa minum pil satu pun.

Sepertinya, acara lamaran seseorang malam itu mempengaruhi psikisnya.

"Nona, Pak Taeyong sering sekali melamun beberapa hari ini."

"Beliau juga jarang keluar di jam makan siang. Saya tidak tahu, apakah Pak Taeyong makan di ruangan ini ataukah tidak."

"Tapi jujur Nona, saya merasa prihatin. Kelihatannya kesehatan Pak Taeyong sedang tidak bagus.."

Sohyun mendesah resah dari balik pintu sembari memperhatikan lelaki malang yang tak bergeming di ruangannya itu. Ditemani oleh Tuan Seokgyu, gadis dengan pakaian tomboy-nya masuk menenteng bekal makan siang. Tentu saja bekal itu ia bawakan khusus untuk Lee Taeyong.

"Terima kasih sudah mengantar saya, Tuan Seokgyu bisa kembali bekerja."

"Baik, Nona. Saya permisi.."

Dengan langkah pelan Sohyun membuka pintu ruangan Taeyong, memasukinya tanpa disadari sedikit pun oleh si pemilik ruangan. Pandangan Sohyun hanya tertuju pada kedua mata Taeyong yang terlihat kosong.

Sohyun bertanya-tanya pada dirinya sendiri, apakah sekarang saat yang tepat untuk menemui Lee Taeyong? Agaknya pria tersebut tampak seperti tidak mau diganggu.

"Taeyong?"

Suara halusnya berhasil merambat dan ditangkap oleh indra pendengar Lee Taeyong. Pria itu menoleh.

"Ada apa?"

Sohyun meletakkan bekal makan siang itu di atas meja, dekat dengan sofa yang biasanya Taeyong gunakan untuk menerima tamu. Gadis itu menarik lengan Taeyong dan membawanya duduk di sofa. Dengan penuh perhatian, dibukanya bekal makan siang tersebut agar Taeyong semakin tergugah untuk menghabiskannya.

"Lihat. Aku membawa bekal makan siangmu. Ini yang memasak aku dan Mama. Kau pasti akan suka."

"Aku tidak mau."

"Hei.. tapi ini makanan favoritmu! Kau tega tidak memakannya? Aku susah payah membuatkannya.."

"Oh, atau kau mau kusuapi? Baiklah!"

Sohyun mengambil pun menyendok makanan buatannya dan mengarahkannya ke mulut Taeyong.

"Ayo, buka mulutmu.. aa"

"Sudah kubilang aku nggak mau!"

Bruk.

Tumpah semua makan siang yang Sohyun buat sebab terkena tampikan dari Taeyong. Merasa ada yang tidak benar, Sohyun berdiri. Bukannya membela atas makanan buatannya yang dirusak Taeyong, Sohyun justru pasrah, menyerah dan memilih pergi dari kantor.

Manly Mate ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang