Enam

7 3 0
                                    

Sudah 3 jam Sho, Shii dan Ikki berjalan tanpa arah. Kabut putih menyelimuti udara di sekeliling mereka. Menurut peta, mereka cukup mengikuti jalan setapak untuk sampai di titik yang mereka tuju. Tapi kini mereka tak bisa melihat dengan jelas pijakan yang mereka lalui. Sho hanya bisa merasakan tanah dan akar pohon di kakinya. Entah apakah itu jalan setapak atau bukan. Kiri kanan mereka tebing dan jurang. Pohon-pohon rindang mengelilingi mereka dengan makhluk-makhluk buas mengintai di sekitar mereka.

Luka-luka Sho terasa perih di sekujur tubuhnya dan keringat mengucur di keningnya. Mereka berjalan sangat lambat. Sesekali mereka harus berhenti untuk beristirahat. Ikki terlihat sangat kelelahan. Deru nafasnya terdengar kencang. Tangan kirinya diperban dan tangan kanannya memegang hand gun.

Ikki mengarahkan hand gun ke arah semak-semak di belakang Sho. Sho dan Shii dengan sigap menoleh. Membidik dengan senapan ke arah makhluk buas apapun yang akan muncul darisana. Sesosok makhluk melompat dari balik semak-semak. Dengan spontan Sho dan Shii menembak. Seekor hewan mirip antara kucing dan hyena terjatuh dan menjadi debu.

Ikki menembakkan hand gun ke arah kiri mereka dan berhasil membunuh seekor tikus besar. Ikki mengarahkan hand gun nya lagi dan Sho langsung menembak jatuh seekor serigala besar. Kebiasaan seperti itu terus terulang selama perjalanan. Ikki cukup menunjukkan arah datang monster, Sho dan Shii sudah otomatis menembak ke arah tersebut.

Setelah beristirahat beberapa menit, mereka meneruskan perjalanan dan terus berjalan ke arah timur laut menggunakan kompas. Terkadang lahan yang mereka telusuri berubah menjadi jurang curam dan mereka harus berjalan memutari jurang tersebut untuk terus ke arah timur laut. Suara sungai besar yang terdengar dari jauh memotivasi Sho untuk terus maju. Berharap mereka sampai ke sungai tersebut sebelum malam.

Suara sungai besar semakin terdengar dan mereka merasa semakin dekat dengan sungai besar. Hingga tiba-tiba Shii berhenti dan berkata

"Apakah kalian mencium sesuatu?"

Sho dan Ikki bahkan tidak berhenti untuk mengkonfirmasi pertanyaan Shii tersebut. Sho berpikir bukan itu hal yang penting sekarang. Sekarang mereka butuh sampai terlebih dahulu ke sungai dan beristirahat di dekat sana.

Kini kabut yang menyelimuti mereka semakin lama semakin memudar. Sho kini bisa melihat tanah yang dipijaknya. Pepohonan rindang di sekeliling mereka kini terlihat lebih luas. Ketika melihat ke depan pun, bentuk sungai sudah terlihat dari sudut jurang. Airnya mengalir dengan lembut tetapi ada beberapa titik dimana aliran sungai berhenti dan menurun membentuk air terjun. Suara air yang daritadi mereka dengar adalah bunyi dari air terjun yang paling besar. Air terjun tersebut berada di area hilir dengan bentuk garis-garis putih air yang saling bersahutan. Melihat sungai tersebut membuat Sho merasa optimis mereka akan sampai kesana.

Tetapi tiba-tiba Shii meminta untuk berhenti sambil menunjuk jauh ke arah pepohonan di kanan mereka. Jari Shii berhenti ke sesosok benda hitam yang tergeletak tidak jauh di depan mereka. Di bawah pohon mahoni yang meninggalkan jejak-jejak hitam bekas terbakar. Bau daging yang hangus terbakar bercampur dengan bau darah menyelimuti udara. Sho berjalan perlahan, menengok ke arah Ikki untuk memastikan bahwa itu bukanlah makhluk buas apapun. Sho semakin mendekat sambil tetap mengamati.

Ketika akhirnya Sho menyadari benda apa itu, Sho dengan refleks langsung menutup mulutnya. Dia bisa mendengar teriakan nafas tertahan dari Ikki. Saat itu Shii tetap di belakang Sho sambil memegangi perutnya.

Benda didepannya adalah mayat terbakar. Hal yang pertama kali dipikirkan Sho adalah anggoota pemburu yang hangus terbakar di gerbang pagi tadi. Mayat di depannya bahkan jauh lebih buruk lagi.

Seluruh tubuhnya berwarna hitam kelam. Tubuhnya tergeletak dengan posisi yang menggenaskan. Sho bahkan tak mengerti dimana tangan dan kaki tubuh tersebut itu bersilangan. Ini pertama kalinya bagi Sho untuk melihat mayat dengan keadaan yang begitu menggenaskan. Sebelum Sho bilang apapun, Shii sudah berkata bahwa mereka harus pergi menjauh dari sini dan membiarkan mayat tersebut disana. Shii berkata bahwa dia tidak kuat melihat mayat. Wajah Shii pun semakin memucat.

Sho pun menyetujui ide tersebut dengan terus berjalan ke arah sungai besar di hadapan mereka. Kini, setelah kabut sudah tidak setebal tadi, Sho bisa melangkah dengan mantap. Sho memperhitungkan jalur mana yang lebih baik mereka lewati untuk mencapai sungai besar. Lahan yang dipilih Sho memang cukup terjal, tapi dengan begitu mereka bisa segera sampai didekat sungai besar.

Shii agak ragu-ragu untuk menyusul Sho, hingga Sho harus menengok berkali-kali untuk mengajak Shii turun ke area sungai. Di salah satu sisi sungai, terdapat lahan yang cukup landai yang bisa dipaakai untuk beristirahat. Kesanalah tujuan Sho berada.

Selama mereka turun ke arah sungai, bekas-bekas terbakar terlihat di pepohonan di sekitar mereka. Sho tak paham apa yang terjadi hingga dia melihat mayat hangus kedua yang tergeletak dekat akar pohon yang menghitam karena terbakar.

Tapi ternyata tidak hanya ada dua. Ada 5 bahkan 8 mayat hitam lebih yang banyak tersebar di sekeliling hutan. 

1+1+1Where stories live. Discover now