Sepuluh

4 0 0
                                    

Shii berjalan di tengah malamnya hutan. Dedaunan yang diterpa angin terdengar seperti bisikan-bisikan malam. Burung hantu menyanyikan lagu sendu. Dari dulu, Shii tidak terlalu suka berada di hutan. Bayangan-bayangan makhluk-makhluk buas yang menyerang manusia itu menyeramkan dan mengingatkannya tentang dirinya sendiri. Dia melihat makhluk-makhluk itu seperti dirinya. Membuatnya kesal dan ingin menghancurkan semua makhluk-makhluk buas itu. Seperti dia ingin menghabisi hidupnya sendiri.

Shii megendus aroma di udara. Aroma manusia-manusia yang terbakar begitu pekat di udara. Tidak hanya di area tempat Sho dan Ikki berada, di beberapa area juga terdapat jejak-jejak hangus terbakarnya manusia. Perut Shii semakin keroncongan dan dia mengikuti bau itu. Aroma itu seperti aroma daging panggang bagi Shii. Begitu menggoda.

Shii menemukan satu mayat terbakar di suatu bukit kecil. Gelapnya malam membuat Shii tak bisa melihat dengan jelas sekelilingnya. Shii hanay mengandalkan penciuman nya saja. Setelah memerhatikan sekeliling dan memastikan tak ada orang lain, Shii mendekati mayat tersebut dan mengeluarkan pisaunya. Akhirnya dia bisa makan setelah berminggu-minggu.

Biasanya, Shii mencari makanan di rumah sakit. Shii mengendap-endap di kamar-kamar mayat dan mengambil satu dua yang masih segar. Atau Shii bermain ke ICU dan bangsal-bangsal dari penyakit yang mematikan. Memakan orang-orang yang sekarat dan tak bisa hidup lama. Memakan manusia yang masih sehat bugar adalah pantangan di keluarganya. Menghargai mangsa, begitulah prinsip yang diajarkan di keluarganya.

Shii mulai mengerat dagingnya dan memakannya langsung. Seringkali, Shii memasak daging manusia terlebih dahulu. Tapi karena di sudah sangat lapar, dia terpaksa memakannya mentah-mentah. Lagipula, akibat terbakar, daging ini terasa seperti daging panggang.


Shii benar-benar sangat kelaparan, hingga dia takut lepas kendali. Hampir saja dia memakan Sho tadi.

Shii menghela nafas ketika mengingat-ingat kedua teman barunya. Sudah lama sekali Shii tak pernah berinteraksi dengan manusia selama ini. Dan Shii membencinya. Berinteraksi bersama manusia membuat Shii merasa terbebani. Ikatan emosional yang diciptakan manusia membuatnya tidak tega untuk memakan mereka. Ini pertama kalinya setelah sekian lama Shii berteman dengan manusia. Meskipun daritadi Shii berusaha tidak terlalu dekat dengan Sho dan Ikki. Tapi Shii sudah menganggap mereka sebagai teman.

Shii menggigit dagingnya dengan keras dan mendesah. Shii menyesal sudah berinetraksi dengan manusia seperti ini.

Sedari tadi banyak sekali kesempatan Shii memakan mereka berdua. Ketika dikepung monyet merah, Shii sengaja meninggalkan mereka agar Shii bisa memakan mayat mereka nantinya. Tapi bodohnya dia malah kembali dan menolong kedua orang itu.

Saat mencari tempat berlindung juga. Shii sudah semakin lapar, ditambah dengan banyak mayat hangus di sekitarnya. Semua aroma-aroma itu membuat perutnya bergejolak dan dia hampir tak bisa menahan rasa laparnya. Hampir saja dia memakan Sho, tadi. Jika dia harus bermalam dekat mayat-mayat itu bersama Ikki dan Sho, Shii pasti memakan mereka.

Tapi Shii memutuskan untuk pergi. Dia tidak ingin memakan Sho dan Ikki. Inilah yang membuat Shii kesal jika harus berinteraksi dengan manusia. Shii benci perasaan seperti ini. Shii benci perasaan terikat dengan Sho dan Ikki sekaligus rasa lapar yang menjadi-jadi.

Shii bertekad takkan kembali ke tempat mereka. 

1+1+1Where stories live. Discover now