12

1K 156 14
                                    

.
.
.
.
.
.
.

Lucas memegangi rambutnya frustasi, ia menunduk, tak tahu lagi apa yang harus ia lakukan. Barusan Tuan Lee menghubunginya dan mengatakan bahwa Lucas harus menemani Mark di rumah sakit, dimana secara tak langsung menyuruh Lucas tidak masuk sekolah. Lucas bingung, bagaimana cara ia menjaga Yuqi, jika dirinya tak ada disamping gadis itu.

Lucas mengacak rambutnya, menghela napas dengan kasar kemudian menjatuhkan dirinya pada bangku taman. "Mom, Dad. I miss you" ucapnya lirih. Tatapannya sendu ke arah langit hitam tanpa penghias.

Lucas pejamkan mata. Berkali-kali ia mengatur napas ketika dirasa matanya memanas. Lucas menggeleng kuat-kuat, "Don't cry.. Lucas kuat!" Ia menghibur diri. "WHAT SHOULD I DO NOW?!" Teriak Lucas tiba-tiba. Baiklah, Lucas juga manusia yang memiliki rasa emosional. Ia menangis tanpa suara. Mencoba menahan tekanan di dadanya.

Setelah dirasa cukup untuk menangis, Lucas mendudukkan kembali dirinya. Namun siapa sangka jika ternyata Park Jihoon sudah ada di depan Lucas. "WOA!" Seru Lucas sambil memegangi dadanya.

Tak menghiraukan tatapan kaget Lucas, Jihoon duduk di sebelah Lucas dan setelahnya menyodorkan sekaleng minuman.

Lucas menerimanya walau tatapannya masih kaget. "Lo.. kok bisa di sini?"

"Tadi gue ke swalayan. Trus waktu lewat sini liat lo yang kayaknya stress banget," jawab Jihoon sambil mengeluarkan minumannya dari goody bag lalu meminumnya.

Lucas tersenyum kecil, "Makasih"

"For?" Lucas menunjuk kaleng minumannya. "Langsung aja. Lo kenapa Cas?" Tanya Jihoon tanpa basa-basi.

"Sehat kok gue! I'am fine!" Balas Lucas sambil menaikkan kedua tangan dan memperlihatkan otot lengannya. Ia tersenyum dengan jejeran gigi yang terlihat.

Jihoon hanya menatap datar Lucas. Ia tau. Lucas tidak baik-baik saja. Jihoon tepuk pundak Lucas. "Mark?" Ucap Jihoon ingin memastikan apakah Lucas kepikiran Mark.

Air wajah Lucas langsung berubah, kemudian ia tersenyum, "Iya."

Jihoon mengangguk, "Lo pasti disuruh jagain Mark kan?"

"Kok.." Lucas membulatkan matanya. Kenapa Jihoon bisa tahu.

"Nggak perlu kaget gitu. Lo kan nempel mulu ke Mark, jadi nggak heran. Dan.. kalau gue bener, lo jadi kepikiran Yuqi juga kan?"

Kini bibir Lucas ikut membulat, "Hei Jihoon..lo peramal?"

Jihoon mengangkat bahunya, "Gue bisa baca situasi. Gue kan peka, nggak kayak lo." Jihoon meneguk minumannya. "Gue dan yang lain bisa bantu lo Cas. Lo tinggal cerita, kita bakalan bantu. Nggak salah menanggung beban di pundak bersama"

Hati Lucas tersentuh mendengar kata-kata Jihoon walaupun Jihoon mengatakannya dengan intonasi dan ekspresi yang datar. Bagaimana bisa ia melupakan teman-teman yang selama ini ada bersamanya? Lucas egois. Iya. Ia menyimpan semua sendiri hingga akhirnya ia yang kesusahan. Ia egois karena tak percaya pada teman-teman nya. Baiklah, untuk kali ini Lucas akan meminta bantuan. Bersama lebih baik bukan?

Lucas tersenyum. Ini adalah senyum hangat yang belum pernah ia perlihatkan pada siapapun. Bahkan Mark. Biasanya ia hanya tersenyum dengan tawa lebar konyolnya itu, yang menyimpan segudang beban.

Jihoon menoyor Lucas. "Ngapain lo senyum gitu ha? Geli anjirr"

"Yeuu salting lo di senyumin orang handsome?" Lucas langsung memperbaiki ekspresinya. Ia teguk minumannya sampai habis. "Makasih loh"

"Apa yang bisa gue bantu?"

Lucas terlihat berpikir, ia ketuk-ketukan jarinya pada bangku taman. "Hmm.. Yuqi, bisa jagain Yuqi?" Jihoon mengacungkan jempolnya. "Lo harus pastiin, jangan sampai Yuqi kambuh traumanya. don't kagetin dia, don't bicara dengan nada high, don't pasang muka panik dekat dia. Gue tau pasti lelah, but.. help me"

Seven Hunters | 99L✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang