Dimensi 25 (part 2)

112 29 0
                                    

Ku buka jendelanya, dan dari atas sini cukup memberiku gambaran tentang desa ini. Desa yang masih alami. Kalau sudah pagi, pasti lebih indah. Saat asyik melihat ke luar jendela, terdengar seperti suara kecapi dari belakangku. Nada yang dimainkan sama persis dengan nada lagu pada zaman Jepang kuno. Aku berbalik ke belakang, posisi ku berdiri tepat satu garis lurus dengan meja tempat teh dan camilan tadi. Di sanalah alat musik tradisional Jepang yang mirip dengan kecapi sedang dimainkan oleh si nenek. Jendela masih terbuka, dan seketika angin berhembus kencang. Nampak bahwa si nenek sangat menikmati alunan nadanya. Tapi kapan dia tiba di sana dan menyingkirkan teh dan camilan ku dengan rapih. Tubuh ini kaku. Ke mana si kakek? Si nenek ini baik?! Dia hanya ingin menunjukkan kemampuannya bermain alat musik tradisional. Ya... Aku harus beranggapan seperti itu agar dia senang. Aku tersenyum kagum dengan keahliannya itu. Dia juga ikut tersenyum, lalu ia berhenti bermain alat musik itu.

Tidak berselang lama, ia kembali memainkan sebuah nada. Namun dengan tempo yang lebih cepat. Ia tersenyum licik. Perlahan tubuhku tersayat tanpa sebab. Perih rasanya. Apa yang menyerangku? Si nenek tertawa jahat sambil memainkan alat musik itu. Senjata yang tak terlihat? Tidak terdengar asing, tapi sulit untuk menghindarinya. Nada-nada suara tersebut menjadi setajam pisau, dan melayang tidak karuan. Jadi yang terkena juga tidak pasti. Pakaian ku jadi compang-camping. Suara nada yang semakin tinggi dan nyaring.

"Lagu apa ini??" ucap ku dengan sedikit kesal.

"Kau akan mati di sini," ucap nenek itu sambil tersenyum jahat.

"Nenek sudah mati," ujar ku.

"Dan kau akan menyusul ku!"

Seketika wajah mengerikannya tepat di di depan wajahku. Tangan kanannya mengayunkan sebuah pisau dapur menuju jantungku. Aku langsung menghindar dan berpindah ke sisi kanan. Dia sempat terkejut.

"Kau bisa menghindar yahhh??"

Kalau aku bisa menghindar seperti tadi dan tanganku mulai berasap lagi, berarti aku bisa menggunakan kemampuan ku. Pertanyaannya, apa aku bisa menyentuhnya? Dia sudah mati, jadi sekarang dia hantu? Salah!! Aku rasa dia masih hidup. Tapi, penampilannya seperti URBAN LEGEND Jepang.

Mengerikan!

Penuh darah, dan ada saja bagian tubuh yang tidak komplit. Jujur, baru pertama kali ini aku harus melawan makhluk menyeramkan seperti dia, dan sesekali ada keinginan untuk bangun secara paksa dari tidur ku kali ini. Memang, jika dalam keadaan mengerikan, lawan yang terlalu berat, atau hidup ku yang dipertaruhkan, biasanya aku memaksa diri ku untuk bangun, entah efek sampingnya keringat dingin atau apalah yang penting aku bisa bebas sejenak.

Tapi apa aku akan terus-menerus seperti itu?!
Mudah menyerah dan penakut?!

Apalagi aku harus melawan nenek itu sendirian. Titik lemahnya apa aku juga tidak tau. Mencoba memberanikan diri. Meski kali ini aku tidak bisa memanggil teman-temanku, inilah waktunya untuk ku mandiri. Senjataku sudah siap, nyali dan mental terus ku bangun.

"Melawan atau tidak, kau tetap akan mati," ucap nenek itu dengan mudahnya.

Dia kembali ke alat musiknya. Duduk dengan pose yang anggun dan mulai memainkannya sambil tersenyum. Konsentrasi ku mulai buyar. Penampilannya berubah rapih.

"Apa itu si nenek sewaktu muda?" ucapku dalam hati.

~

Maaf kalau ada salah tulis. Jika kalian menemukan text ini selain di Wattpad, berarti text tersebut telah di copy paste tanpa izin.

PORTAL (true story)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang