Namun pada akhirnya Yifan memilih menggeleng. Belum siap untuk menyampaikan fakta alasan sebenarnya dia akan dikeluarkan dari tim basket. Yifan rasa menceritakannya pada Lihua kali ini bukan waktu yang tepat. Entah kapan waktu yang tepat menurut Yifan.
"Ma, boleh aku menceritakannya lain kali?"
Dahi Lihua mengernyit, padahal dia berharap si bungsu akan bercerita lebih banyak padanya namun nyatanya pemuda itu sepertinya masih berada dalam mood yang kurang baik.
"Baiklah kalau begitu. Kau mau makan malam bersama? Baba, da ge dan er gemu sudah menunggu di bawah."
Yifan berfikir, masih sedikit malas bertemu dengan Luhan sebenarnya. Tapi mereka jarang makan malam bersama. Kesempatan semacam ini tidak boleh disia-siakan bukan?
"Ayo," sahut Yifan menanggapi ajakan Lihua.
Keduanya keluar dari kamar Yifan. Sebenarnya Yifan merasa tubuhnya sangat lelah, itu sebabnya dia mudah marah karena hal-hal sepele semacam yang dipicu Luhan tadi. Saat inipun dia masih merasa lemas walau dia baru saja bangun tidur. Bahkan tadi dadanya sempat sesak walau dia berada dalam posisi berbaring. Sepertinya sakitnya beberapa hari lalu belum sembuh total.
*
"Kapan pembukaannya?" tanya Yunhao sambil mendribel bola di tangannya, pagi ini dia memutuskan menemani putra bungsunya latihan basket di lapangan basket yang letaknya terdekat dari rumah mereka.
"Sabtu depan baba."
"Baba akan menonton pertandingan pertama."
"Ok."
"Kau yang belikan tiketnya ya."
"Ah baba," Yifan mengerang.
Yunhao tertawa, melemparkan bola ke dalam ring. Tepuk tangan Yifan menggema melihat bola lemparan Yunhao masuk kedalam ring. Dia bergegas mengambil alih bola yang terjatuh dari ring, mendribelnya sebentar dan melemparnya masuk.
Berhasil.
Kali ini giliran Yunhao yang bertepuk tangan, merangkul Yifan.
"Didi hebat," puji Yunhao.
Hati Yifan menghangat mendengarnya. Dia benar-benar rindu hal semacam ini, rasanya sudah sangat jarang dia menghabiskan waktu bersama yang menyenangkan bersama keluarganya. Satu sisi diri Yifan merasa bahagia dan ingin merajut lebih banyak hal menyenangkan bersama keluarganya, tapi sisi hatinya yang lain dipenuhi kekhawatiran yang tidak bisa dia jabarkan. Kekhawatiran yang entah darimana datangnya, seolah membawa kabar buruk bahwa hal semacam ini tidak bisa dia nikmati dalam kurun waktu lebih lama.
*
Waktu berjalan cepat, pertandingan basket yang Yifan ikuti mencapai semi final sekarang. Luhan dan Guixian datang menonton. Jangan tanya sejak kapan hubungan Yifan dan Luhan sudah membaik? Faktanya, kedua saudara kembar itu tidak akan tahan perang dingin lebih dari dua hari. Luhan dengan antusias menatap segala gerakan Yifan di lapangan. Sedikit mengabaikan dadanya yang sejak tadi terasa nyeri, tidak masalah, sakitnya timbul tenggelam jadi dia masih bisa menahannya. Lagipula dia tidak ingin mengganggu momen-momen seperti ini.
Tanpa siapapun sadari, di tengah lapangan Yifan sendiri juga tengah menahan sakit dalam sekujur tubuhnya. Sejak tadi dadanya nyeri, hingga rasanya kini kepalanya ikut pusing. Keringat yang mengalir dari tubuhnya bukan hanya keringat yang disebabkan gerakan fisiknya. Namun juga keringat dingin yang dihasilkan tubuh karena rasa tidak enak dalam badannya. Bola berada dalam kekuasaan Yifan saat ini, pemuda itu berusaha fokus. Bergerak secepat dia bisa mendekati ring. Waktu yang mereka miliki semakin terbatas, Yifan berdo'a dalam hati. Mengumpulkan fokus dan tenaga saat melempar bola itu ke arah ring.
KAMU SEDANG MEMBACA
White Dwarf (Completed)
Fanfiction"Aku...mungkin seperti katai putih, kau tahu, dia bisa saja menjadi berlian raksasa walaupun dia mati. Bukankah itu indah?" "Tidak. Kupikir akulah katai putih itu. Bukankah katai putih itu serakah? Dia menyerap apa yang ada pada katai merah. Keserak...