Yunhao menoleh ketika pintu di belakangnya terbuka sesaat setelah dia baru saja menutup telepon. Yifan memang menunggu hingga ayahnya menyelesaikan panggilan sebelum dia keluar dari kamar. Pemuda itu tersenyum tipis melihat raut terkejut sang ayah.
"Fanfan, baba kira kau di Rumah Sakit," ujar Yunhao sambil menghampiri Yifan.
Tanpa mengatakan apapun Yifan menyodorkan kunci motornya kepada Yunhao. Dahi Yunhao mengernyit, mulai menerka mungkin sang putra mendengar percakapan telepon yang baru saja dilakukannya. Tapi dia masih tidak mengerti apa maksud Yifan menyerahkan kunci itu padanya.
"Kenapa motormu?" tanya Yunhao.
"Baba jual motorku saja, jangan menjual mobil baba."
Terharu.
Itu yang pertama kali Yunhao rasakan. Dia menatap wajah Yifan, seketika merasa bersalah saat menelusuri wajah sembab dan sedikit pucat sang putra.
Mana mungkin dia tega?
Yifan sudah terlalu banyak berkorban.
"Tidak Fanfan," tolaknya pelan.
"Baba, ini lebih baik daripada baba menjual mobil dan membeli motor baru dari hasil penjualan mobil yang tersisa setelah dipakai untuk biaya pengobatan Luhan."
Ya, Yifan memang mendengar percakapan itu, semuanya.
Dia mendengar tentang fakta bahwa uang simpanan milik Yunhao dan Lihua sudah menipis sejak beberapa bulan lalu, berakhir pada fakta bahwa untuk operasi Luhan beberapa hari lalu mereka baru melunasi setengah dari biaya operasi keseluruhan. Belum lagi biaya rawat inap Luhan hingga hari ini. Guixian tentu sudah membantu. Namun pengeluaran mereka juga tidak hanya berputar antara biaya Rumah Sakit Luhan. Masih ada biaya sehari-hari dan biaya kuliah Yifan dan Luhan. Yunhao memutuskan menjual mobil untuk melunasi biaya Rumah Sakit, jika nanti memang ada dana sisa, baru dia akan membeli motor untuk dirinya sendiri. Hanya itu yang bisa dia jual, senjata terakhir. Toh jika mereka memerlukan mobil masih ada mobil inventaris milik Guixian yang lelaki itu dapatkan dari tempat kerjanya.
"Baba, harganya lumayan tinggi. Baba ingat kan kalau baba membeli motor ini dengan menggabungkan jatah yang akan digunakan untuk membelikan aku dan Luhan motor?"
Mana mungkin Yunhao lupa. Yang dikatakan Yifan benar. Dulu, dia berencana membelikan kedua putranya motor baru setelah lulus Senior High School. Belum sempat membelikan motor, kondisi Luhan sudah menurun. Yunhao urung membeli dua motor dengan uang yang sudah disiapkannya. Dia hanya membeli motor untuk Yifan. Terdengar tidak adil memang. Tapi saat itu Luhan memang mulai dilarang melakukan banyak kegiatan di luar rumah. Bahkan kuliahpun dilakukan secara online.
"Itu milikmu Fanfan," Yunhao masih menolak.
"Ini dari baba dan sekarang aku mengembalikannya kepada baba."
Kini Yifan bertekad memberikannya pada Yunhao, dia bahkan tidak memikirkan entah bagaimana nasibnya nanti tanpa motor itu yang pastinya akan membuatnya kesulitan kemana-mana.
*
Tubuh Yifan tidak nyaman sejak semalam. Tapi hari ini dia ada kuliah pagi. Pikirannya kembali berkelana ke kejadian semalam, saat dia menyerahkan motornya begitu saja untuk dijual. Yifan menghela nafas, bagaimana dia bisa melakukannya semudah itu? Tapi kemudian pemuda itu memilih berhenti merutuki perbuatannya. Bukannya dia memang seperti itu? Lagipula, bukankah dia tengah berusaha untuk bersikap tulus?
Bermaksud agar tidak terlalu terikat dengan permainan perasaannya Yifan berinisiatif untuk segera bersiap-siap pergi kuliah.
Hari ini moodnya cukup bagus. Ada rasa ringan luar biasa yang hatinya rasakan, walaupun tubuhnya terasa lemas. Mungkinkah Tuhan menerima permintaan maafnya semalam sehingga hari ini dia tidak lagi dihimpit oleh rasa tertekan? Bahkan tadi Yifan dengan mudah menyingkirkan rasa menyesal yang mengganggu hatinya berkaitan dengan penawarannya pada sang ayah tentang menjual motor.
KAMU SEDANG MEMBACA
White Dwarf (Completed)
Fanfiction"Aku...mungkin seperti katai putih, kau tahu, dia bisa saja menjadi berlian raksasa walaupun dia mati. Bukankah itu indah?" "Tidak. Kupikir akulah katai putih itu. Bukankah katai putih itu serakah? Dia menyerap apa yang ada pada katai merah. Keserak...