Guixian mengusap puncak kepala Yifan setelah membenahi selimut pemuda itu. Yifan sudah tidur setelah mengaku pusing tadi. Mungkin pusing karena terlalu lama menangis, meski faktanya dia menangis tidak lebih dari sepuluh menit. Mungkin juga karena rasa sesak itu berkumpul sempurna hingga Yifan merasa lebih tertekan.
"Bagaimana da ge?" tanya Yunhao begitu melihat sulungnya memasuki ruang tamu.
Sejak tadi Yunhao menunggu di sana, membiarkan Guixian membimbing Yifan ke kamarnya. Yifan bahkan tidak tahu bahwa ayahnya sudah pulang.
"Dia sudah tidur," jawab Guixian sambil mendudukkan diri di sebelah ayahnya.
Keduanya memilih diam, sibuk dengan pikiran masing-masing.
"Dia sempat bertanya, apa jika kondisinya tidak seburuk sekarang kita akan tetap memintanya menjadi pendonor untuk Luhan?"
Beberapa menit lalu ketika Yifan bertanya seperti itu, Guixian tidak bisa menjawab. Dan kini, ketika Guixian melontarkan pertanyaan itu pada sang ayah, Yunhao juga tidak segera menjawab.
"Menurut baba?" Guixian menegaskan pertanyaannya.
"Baba tidak tahu, karena itu tidak pernah terjadi. Faktanya, saat ini kondisi Yifan tidak baik-baik saja."
Guixian mengusap wajahnya, entah kenapa dia berpikiran buruk tentang ini. Jawaban sang ayah seolah membenarkan jika mereka akan terus mengambil apa yang ada dalam fisik Yifan jika Yifan tidak berada dalam kondisi buruk seperti sekarang. Kalau dipikir-pikir lagi, bukannya selama ini memang seperti itu? Mereka terus memanfaatkan Yifan karena setahu mereka Yifan akan tetap sehat.
"Baba, perasaanku tidak enak," Guixian mulai mengadu. Sebagai anak sulung, dia jelas dekat dengan siapa saja. Baik ayah atau ibunya. Dan ketika Lihua tidak ada di dekatnya, tidak masalah baginya berbagi perasaan dengan sang ayah.
"Kenapa?"
"Yifan bertingkah seperti anak kecil."
Yunhao tahu ke arah mana pembicaraan ini akan dibawa, tapi dia lebih memilih menenangkan putra sulungnya daripada menanggapi percakapan yang tidak akan pernah menjadi topik menyenangkan seperti ini.
"Mungkin dia hanya lelah da ge, suasana hatinya buruk. Itu membuatnya tertekan, dia banyak pikiran hingga menangis seperti tadi."
Guixian menatap Yunhao dalam, "Baba lupa kalau aku pernah memiliki kemampuan 'itu'?"
Tentu Yunhao tidak akan pernah lupa.
Sejak kecil, si sulung dikaruniai firasat yang kuat. Dia beberapa kali dapat menebak apa yang terjadi, meskipun terkadang itu hanya dianggap celotehan anak kecil pada awalnya. Tapi apa yang dia katakan beberapa kali terbukti sesuai kenyataan. Ketika Guixian kecil berkata bahwa dia akan memiliki adik kembar, ketika Guixian berkata neneknya akan meninggal, toko serba ada di dekat rumah kebakaran, pesawat jatuh, bencana alam dan entah apalagi. Guixian seolah dapat menebak kejadian besar yang akan terjadi di masa depan meski dia berada jauh dari tempat kejadian, lewat mimpi-mimpi dan lewat hal-hal kecil yang dia alami. Tapi seiring berjalannya waktu, saat dia semakin beranjak dewasa, semua menjadi berkurang bahkan nyaris menghilang.
"Kali ini semakin menguat baba. Perasaan itu datang lagi, aku akan kehilangan salah satu adikku."
Rasanya Guixian ingin menangis. Perasaan ini mulai muncul hampir empat tahun lalu, ketika kondisi Luhan sering memburuk. Guixian ingat saat itu dia masih berusia 24 tahun, masa-masa labil bagi manusia, masa peralihan menuju kedewasaan. Dia mendatangi kedua orang tuanya yang sangat paham dengan apa yang dialaminya sejak kecil. Menyampaikan ketakutannya, takut akan kehilangan salah satu adiknya.
KAMU SEDANG MEMBACA
White Dwarf (Completed)
Fanfiction"Aku...mungkin seperti katai putih, kau tahu, dia bisa saja menjadi berlian raksasa walaupun dia mati. Bukankah itu indah?" "Tidak. Kupikir akulah katai putih itu. Bukankah katai putih itu serakah? Dia menyerap apa yang ada pada katai merah. Keserak...