Tidak ada.
Jawaban itu yang ingin Yifan lontarkan sejak beberapa bulan lalu, ketika Luhan bertanya padanya. Namun hal itu tidak pernah tersampaikan. Guixian memanggil keduanya untuk masuk ke dalam rumah tepat saat Yifan berencana membuka mulut untuk bicara. Sejak saat itu hingga sekarang, kesempatan dan suasana untuk berbicara hal semacam itu tidak pernah datang lagi pada Luhan dan Yifan. Mereka sudah kembali berinteraksi seperti biasa, bertengkar, bercanda, namun tidak berada dalam suasana yang sangat mendukung untuk berbicara dari hati ke hati. Terlalu canggung untuk hal yang terkesan terlalu lembut semacam itu.
Seandainya Yifan memiliki kesempatan dan waktu yang tepat untuk mengatakannya, mungkin Yifan tidak akan menunda waktu lagi. Malam ini, pemuda jangkung itu duduk di pinggiran teras rumah, di lantai marmer lebih tepatnya. Kakinya menjuntai ke bawah, sekali lagi memandangi taburan bintang di langit malam. Suasana yang sama cerahnya seperti saat itu, tapi tanpa Luhan malam ini. Luhan ke rumah bibi mereka bersama Lihua. Dan Yunhao belum pulang, lembur akhir bulan.
Yifan terjingkat saat seseorang melempar gulungan selimut hitam putih padanya. Dia mendongak dan mendapati kakak tertuanya di sana. Yifan menatap Guixian sengit, sedang Guixian menatap datar padanya sebelum memutuskan melingkarkan selimut ke tubuh Yifan hingga Yifan terlihat seperti gundukan makhluk berwarna hitam putih.
Sebenarnya tidak lucu sama sekali, Yifan tidak ada imut-imutnya. Berbeda dengan Luhan yang justru akan terlihat lebih imut jika berada dalam kondisi yang sama. Tapi penampilan Yifan sekarang tetap berhasil membuat Guixian tertawa.
"Kau seperti bayi simpanse," ujar Guixian asal.
Mata Yifan sempat berkilat aneh, tidak terima dengan perkataan sang kakak. Pemuda itu berdiri, nyaris terjungkal karena kakinya terlilit selimut sebelum berhasil melemparkan selimut itu ke arah Guixian.
"Tidak ada simpanse warna hitam putih!"
Lihat betapa Yifan sangat menyebalkan dan pemarah, itu sebabnya Guixian lebih senang menghabiskan waktu bersama Luhan yang terkadang lebih humoris dan penurut. Keduanya bergulat main-main di teras. Yifan tidak menyangka malam ini lawan gulatnya adalah Guixian -- lawan yang tangguh -- biasanya dia akan bergulat dan berkelahi dengan Luhan, lebih mudah jika berurusan dengan kakak keduanya yang postur tubuhnya lebih kecil darinya itu.
"Gege! Apa-apaan?!" Yifan memberontak dalam kungkungan tubuh Guixian yang menyeretnya untuk masuk ke dalam rumah. Tidak tanggung-tanggung Guixian mengalungkan tangan kirinya di leher Yifan. Menyeret Yifan yang terpaksa harus berjalan mundur, sedang tangan kanan Guixian membawa selimut hitam putih yang menjadi senjata mereka sejak awal.
"Masuk ke dalam, kalau kau kedinginan dan collapse baba bisa menggantungku di plafon."
"Mana mungkin," gumam Yifan pelan, tapi dia menurut karena lelah melawan.
Guixian melepaskan pitingannya dan berbalik menatap Yifan, menatap adiknya lamat-lamat. "Kau kenapa?"
*
Malam semakin larut, tapi belum cukup larut bagi keduanya. Masih pukul setengah sepuluh malam. Mereka masih di rumah berdua, Yunhao belum pulang. Alih-alih masuk ke kamar setelah adegan seret-menyeret lebih dari satu jam lalu, keduanya kini justru duduk di ruang tengah, menonton dvd yang Guixian beli kemarin. Sebuah film yang menceritakan tentang seorang pria yang merintis usaha sirkus. Dua cangkir cokelat yang sudah tidak panas lagi ada di hadapan mereka. Asal tahu saja, selama proses Guixian membuat cokelat panas, Yifan terus berceloteh tentang bagaimana dia merindukan basket. Guixian hanya mendengarkan, toh dia sendiri yang memulai bertanya kenapa adiknya terlihat murung malam-malam, jadi dia harus menanggung resiko mendengarkan curahan hati Yifan.
KAMU SEDANG MEMBACA
White Dwarf (Completed)
Fanfiction"Aku...mungkin seperti katai putih, kau tahu, dia bisa saja menjadi berlian raksasa walaupun dia mati. Bukankah itu indah?" "Tidak. Kupikir akulah katai putih itu. Bukankah katai putih itu serakah? Dia menyerap apa yang ada pada katai merah. Keserak...