Seorang gadis memandangi gedung pencakar langit. Kendaraan mewahnya masih berjalan hingga berhenti tepat di pintu lobby yang bergerak tutup buka otomatis.
Amelia melangkah anggun menuju lift sembari melayangkan senyum ramah pada siapa saja yang melihatnya.
Setibanya di lantai tujuan, ia mendapati senyum ramah dari sang sekretaris Arbel Stuart.
"Mr. Zac baru saja keluar, Nona!"
"Aku tahu, aku hanya sengaja lewat dan ingin mampir. Hm, kau masih mengingatku, Arbel?" sapa Amelia.
"Tentu saja. Wajah Nona sangat mirip meski berbeda warna di manik mata Anda," sahut Arbel tersenyum.
Amelia tertawa renyah, "Kau bisa saja! Ah, ya, apa bajingan itu ada di ruangannya?" lanjutnya menunjuk sebuah ruang yang tertutup rapat.
"Kebetulan Mr. James ada di ruangannya. Hampir dua minggu ini beliau rutin ke kantor." Arbel menjelaskan yang direspon Amelia dengan kepala mengangguk-angguk.
Ia tahu betul jika sahabat bastard Kakaknya itu adalah typical yang tidak betah diam di kursi panas perusahaannya sendiri.
"Bastard idiot. Tahu rasa dia jika sampai perusahaannya tumbang akibat ulahnya," cebik Amelia.
Tanpa pamit Amelia melangkah menuju pintu tertutup ruangan milik James Bernardo untuk menyapanya.
Cklek
"Shit! Mata suciku ternoda!" umpat Amelia, kedua tangannya menutupi pandangan tidak senonoh.
Ya, James Bernardo tengah mencumbu panas bibir wanita, ah, bukan, tapi seorang gadis polos yang kini berurai air mata menunduk dalam.
Isakan gadis berseragam office girl masih terdengar oleh Amelia.
"Pe-permisi, Nona!"
Baru saja office girl itu beranjak, James berteriak lantang.
"Aku tidak mengijinkanmu keluar, Ariana Scott. Atau kau lebih memilih masuk jeruji besi untuk melunasinya?!"
Amelia sedikit bingung dengan interaksi dua orang berbeda kasta. Ia berdecak sebal kemudian membalikan tubuhnya untuk keluar.
"Hey, baby, apa begitu sapaanmu. Kau tidak ingin memelukku dan mengucapkan rindu, hem?" goda James pada Amelia, namun mata nakal pria itu mengarah pada gadis yang gugup menunduk di sisi pintu.
Bajingan tengil!
Itulah slogan Amelia untuk James Bernardo.
"Sebaiknya kau bawa bajingan itu ke dinas perlindungan wanita. Kau laporkan saja atas tindakan kejamnya." Amelia mendekati telinga Ariana, "Jangan lemah. Tendang pusaka berharganya jika dia mengulang lagi sikap kurang ajarnya," bisiknya pelan.
Setelah mengucap kalimat tersebut Amelia melenggang keluar ruangan. Segera menuju lift untuk meninggalkan bangunan bisnis ini.
"Deo, kita ke rumah Paman Danny saja. Aku merindukannya."
Roda empat itu pun melesak menembus keramaian kota London siang hari.
🌺🌺🌺
Suasana mansion berubah riuh. Bagaimana tidak, sedari tadi Nona muda itu sibuk memeriksa keadaan mansion.
Hampir semua kamar yang ada di bangunan tersebut di sisir olehnya. Bahkan mansion belakang pun ikut menjadi sasaran penggeledahannya.
"Apa yang kau perbuat, Amelia Ritzca?!"
Amelia menatap tajam suara berat yang terdengar menahan kemarahan.
"Aku ingin memastikan!"
"Apa?!"
"Aku ingin mencari keberadaan gadis yang kau sekap di sini!" intonasi Amelia meninggi.
"Jangan memancing kemarahanku, Amelia!" desis Zac.
"Atau kau sudah memindahkannya di tempat lain?" selidik Amelia.
"Tidak ada! Apapun yang kau maksud, itu tidak benar!"
"Paman Danny tidak mungkin berbohong," decak Amelia kesal karena Zac masih saja menyangkal.
"Wow, kau lebih percaya pernyataan tua bangka itu daripada aku, Kakakmu," geram Zac.
"Kau bisa menanyakan perbuatanku pada seisi pegawai di sini."
"Justru mereka bungkam, karena kau pasti mengancamnya!"
Zac terkekeh, kedua tangannya menyilang di dada. "Aku tidak serendah itu, menuduhku menyekap seorang gadis. Come on, kau pasti sangat tahu banyak wanita di luar sana siap mengangkang untuk kumasuki tanpa paksaan."
"Ucapanmu kotor, Gio."
Zac tertawa lepas, "Aku selalu mengingat pesan Adikku untuk tidak berbuat nista pada seorang gadis." Zac memeluk tubuh mungil Amelia. "Kau masih meragukanku?"
Amelia melepas rengkuhan Zac, "Sedikit."
"Apa kau menemukan bukti-bukti dari penggeledahanmu?"
Amelia menggeleng lesu, "Bahkan aku tidak menemukan jejak gadis itu di ruang bawah tanah."
Zac mengulum senyum. Dugaannya tepat sekali, bahwa hal ini pasti terjadi. menjadikan Nara sebagai maid adalah ide yang briliant.
Bisa saja Zac menyembunyikan Nara di apartemen mewahnya, tapi ia tidak melakukannya mengingat dua sahabatnya berkeliaran bebas di luar sana. Bisa saja dia kepergok para bajingan itu dan mengajaknya kembali mengulang menggagahi Nara.
Zac tidak akan sudi lagi untuk berbagi candu tubuh Nara yang nikmat.
"Aku tidak ingin kau sampai melakukannya, Gio. Saat ini hanya kau satu-satunya pria kebanggaanku," pinta Amelia sungguh-sungguh.
Amelia memeluk erat pinggang Zac, "Berpikirlah, bagaimana jika aku yang berada di posisi gadis itu."
"Tanganku akan sangat rela membunuh bajingan itu!"
Tanpa ada yang tahu drama pertengkaran dua saudara itu terlihat oleh seseorang yang menjadi bahasan mereka.
Nara mengumpat habis-habis pria yang sangat bermuka dua di depan sang Adik. Nyatanya pria itu layaknya iblis yang mengekang tubuhnya untuk tumbal kebejatan nafsunya.
Jika tidak mengingat keselamatan Shane, Nara pasti sudah membeberkan kelakuan tak bermoral pria yang menjadi kebanggaan Nona muda itu.
"Nara, terima kasih."
Nara yang masih melamun dengan pikirannya sedikit tersentak dengan suara lembut wanita.
"Nyonya Merry," sapa Nara.
"Terima kasih kau tidak membeberkan tentang penyekapanmu pada Nona Amelia."
Cih!
Satu lagi, orang yang bermuka dua adalah wanita lembut keibuan ini yang ternyata memiliki hati iblis.
"Saya hanya diperintahkan untuk bungkam jika ingin orang-orang tersayangku aman."
Nara berjalan mengabaikan Merry yang kini berubah muram karena ucapannya.
"Begitu pun dengan Anda yang memilih bungkam demi sebuah posisi di mansion megah ini. Anda menutup mata hati, meski kejahatan terlihat di depan mata Anda!" ejek Nara ketus lantas berlalu meninggalkan wanita paruh baya yang tertohok ucapan pedasnya.
.
.
.
Luv Unch ❤
*26-Nov-2018
EL alice
KAMU SEDANG MEMBACA
(Love)session ✔
Romance[ Cerita anpaedah duasatu plus-plus ] Hidup damai Annara Shanessa tak bertahan lama. Pertemuan tak sengaja dengan pria bajingan itu menyusup perih dalam rentetan daftar riwayat hidupnya. Bayarannya terlalu mahal, jika tubuhnya yang suci harus menjad...