Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
“Dia adalah orang yang begitu peduli pada sekitarnya.”
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Helaan nafas kau hembuskan. Menjalankan hidup seperti ini rasanya begitu melelahkan. Pergi ke sekolah, pulang, melihat pertengkaran kedua orangtuamu, dididik dengan sangat keras untuk menjadi sosok yang diinginkan oleh mereka, menjadi sebuah boneka mainan untuk keluarga, dan berakhir dengan kau yang melakukan selfharm untuk menenangkan diri. Terlalu monoton.
Tak ada yang bisa kau lakukan lagi selain itu. Orangtua mu melarang kau beriteraksi lebih dalam dengan seseorang. Bahkan membuat teman pun tak boleh. Sangat jarang bagimu bepergian dengan teman-teman.
Karena....
Teman saja kau tidak punya.
Andaikan saja kau berani untuk mengakhiri hidup, semua ini akan selesai sedari dulu. Tak akan ada kejadian dimana Han Jisung mengetahui fakta tentang dirimu.
Han Jisung....
Kenapa kau bisa bertemu dengannya?
Ngomong-ngomong tentang itu,
Sudah satu minggu semenjak kau bertemu dengannya, dan menceritakan kisahmu kepada pemuda itu. Sudah seminggu pula kau menjalani ikatan pertemanan dengan si pemuda.
Rasanya agak aneh, tapi itu sedikit menyenangkan.
"Morn."
Seperti biasa, setiap pagi Han akan selalu datang ke kelasmu, memberikanmu sebuah sarapan, mengajakmu mengobrol hingga bel masuk berbunyi, kemudian pergi. Dan akan kembali saat jam istirahat datang.
Selalu seperti itu, selama satu minggu ini.
Padahal saat kemarin, kau telah bertekad untuk tidak mengikutsertakan Han Jisung ke dalam kisah hidupmu.
Karena dia terlalu sempurna untuk ku yang penuh kekurangan.
"[ Name ], kau tidak melakukan itu lagi, kan?" Han berbisik. Pandangannya beralih pada bandana yang masih setia kau kenakan di pergelangan tangan guna menutupi luka sayat tersebut.
Kau hanya tersenyum sebagai jawaban.
Kau baru saja melakukan itu malam tadi. Tak mungkin kau mengatakan sebuah kebohongan padanya. Ia terlalu baik untuk dibohongi. Dan jujur, kamu tak pernah ingin berbohong padanya.
"Jawab aku, Sweety," pinta Han, menggenggam jemari tanganmu dan mengusap punggung tangan itu dengan lembut.
Kau diam tak menjawab.
"Berjanjilah padaku kau tidak akan melakukannya lagi."
"Untuk apa? Apa untungnya bagimu?" ragu, kau bertanya padanya. Kau beranikan diri untuk menatap sepasang netra hitam itu lekat-lekat.
Dan Han tersenyum. "Karena melihatmu seperti ini, membuat hatiku sakit."
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.