Tentang kesempatan pertama untuk mencoba.
Juga, pertama kali mendengar suaranya.
[Catatan 2016]
×
"Sudah merasa lebih baik?"
"Hm ... lumayan. Kurasa hanya perlu mengurangi kegiatan yang berisiko untuk kaki. Benar begitu?"
"Berhati-hatilah dan jaga dirimu dengan baik. Semoga cepat sembuh."
Oh Haera tersenyum manis sekali, membungkuk singkat berterima kasih sebelum dokter menghilang di balik pintu kamar rawat inap. Gadis itu segera beranjak, kemudian berdiri tegak di sisi kasur,mencoba berjalan serta memutar pergelangan kaki. Rasa sakitnya memang sudah berkurang, bahkan nyaris tak ada.
"Mau beres-beres sekarang? Lebih baik segera kembali ke asrama." Di samping kulkas, gadis lainnya yang bertubuh jangkung dengan kaki jenjang bak model tengah berkacak pinggang. Sepasang mata kucingnya mengamati tajam dari balik lensa kacamata biru tua yang nyentrik.
"Iya, aku memang mau beres-beres," sahut Haera. "Tapi, Kak, kudengar mereka punya jadwal hari ini? Fansigning, benar? Di mana?"
"Mereka siapa?"
"Duh, masa lupa?"
Untuk sesaat si Kacamata Biru mengingat-ingat, lantas dia berdecak paham. "Menurutku kamu harus berhenti. Berhenti membuat masalah dan mengikuti mereka ke sana-sini. Aku tidak tahu apa yang kamu rencanakan, tapi kamu memang sengaja mengundang Park Jimin kemari di hari terakhirmu rawat inap. Benar, kan?"
"Memang kenapa kalau iya?"
"Masih kurang teguran dariku kemarin? Kamu tidak akan selamat kalau terus begini."
Haera berdecih. Tak akan selamat, dia bilang?
Sebagai salah satu talent yang direkrut karena kemampuan menari yang luar biasa, Oh Haera yakin dirinya bekerja keras melampaui batas. Angka di timbangan belum pernah sekalipun menyentuh kepala lima tiap kali evaluasi, tak ada tes fisik yang tak sanggup ia lakukan. Tidak seperti trainee lain yang menyelundupkan makanan tengah malam, Haera menahan lapar berhari-hari tanpa protes dan masih bisa menyelesaikan tugas dengan baik.
Bahkan ketika menyaksikan sendiri kebusukan-kebusukan para petinggi dan dipaksa tutup mulut dengan cara yang tak manusiawi, Haera tetap bertahan tanpa goyah sedikit pun. Ia tak berpaling ketika yang lain menangis histeris. Juga tidak ragu bersujud menyembah para bedebah jika memang harus.
Usaha Haera sudah lebih dari memuaskan, bukan begitu? Paling tidak, setelah nyaris menghancurkan separuh kakinya, membiarkan Haera bernapas sejenak dan melepas rindu adalah hal paling kecil yang bisa dilakukan orang lain.
Jadi, biar diulang: tidak akan selamat?
"Aku cuma bertanya apa benar mereka ada jadwal fansigning. Apa itu salah? Aku bahkan dilarang bertanya?" Haera tersenyum dengan hanya satu sudut bibir yang terangkat.
"Salah. Kamu harusnya fokus pada diri sendiri. Park Jimin sudah punya dunia baru dan tak ada sosok bernama Oh Haera di sana."
"Kalimatmu menyakitkan."
Si Kacamata Biru melenggang keluar. Dipakainya tudung jaket dengan santai sembari menyembunyikan rambut pirangnya ke dalam sana. "Aku cuma menyampaikan apa yang menurutku benar. Terserahmu mau bagaimana. Karena kamu lelet, bawa sendiri barang-barangmu."
KAMU SEDANG MEMBACA
ONLOOKER [2024]
FanfictionBintang ternama Negeri Ginseng ditemukan tewas di kediamannya tepat sebelum malam Natal yang meriah pada musim dingin 2004. Penyidik menetapkan kematiannya sebagai kasus bunuh diri. Pemakaman berlangsung dan hidup berlanjut. Namun, belasan tahun kem...