15 - Shake Things Up

916 128 45
                                    


Demi dan untuk sebuah perubahan besar.

Jungkir balik jika perlu.


[Catatan 2016]


×


"Kenapa masih bersikeras untuk sesuatu yang tidak perlu kamu perjuangkan? Jimin sudah punya dunia sendiri."

Seraya menatap refleksi diri pada cermin, Oh Haera menyentuh sudut bibir dan mengoles sedikit salep di sana. Perih, tapi tak ada apa-apanya jika dibandingkan dengan kebenaran yang masih terselubung. Haera sudah siap akan semua konsekuensi ketika ia ditarik paksa keluar dari ruangan Hwan Yurim dalam keadaan babak belur, lalu suara Jung Rael yang memukulnya dengan realita tentang Jimin tak membuat ia mundur.

Gadis itu tumungkul, menghela napas panjang ketika pintu kamar mandi diketuk tak sabar. "Mau berapa lama di dalam?! Cepat selesaikan urusanmu dan katakan apa yang terjadi!"

"Baik, tunggu sebentar."

Kemudian, kepala Haera dipenuhi bayangan Jimin yang menatapnya curiga. Alis pemuda itu melengkung membentuk kerutan di tengah dahi. Vokalnya sedikit bergetar ketika bertanya. "Haera, apa kamu terlibat dalam masalah besar?"

Ia bergeleng kuat. "Ini ... bukan tentangku. Aku hanya ingin minta maaf untuk yang sudah terjadi dan yang akan terjadi. Kalau boleh, izinkan aku memberi pengingat agar kamu berhati-hati dengan sekitar."

"Bicara yang jelas," tegas Jimin. "Masalah apa, kenapa, bagaimana, juga korelasinya denganku. Aku tidak repot-repot kemari hanya untuk mendengarmu melantur."

Jimin benar-benar sudah menemukan dunianya. Haera ingat ia berpikir demikian kala menyadari tatapan Jimin saat itu terlihat sangat jelas, tanpa ragu. Ia juga ingat bagaimana bibirnya lolos mengucapkan apa saja yang terlintas dalam kepala. "Kang Dongwon bajingan, Hwan Yurim iblis, YR Entertainment adalah neraka. Ada hal-hal di belakang layar yang membuatku ingin lari, tapi ... aku tidak bisa dan tetap kembali."

Jimin bukan pemuda bodoh yang menutup mata. Dia mendengus cukup keras, sebelum menggosok tengkuk sampai topi baseball-nya hampir terlepas. "Apa yang kamu lihat?"

"Banyak. Aku tidak tahu pasti berapa yang terlibat, tapi jelas hanya mereka yang bersedia yang bisa debut."

Dalam ingatan Haera, mereka terperangkap dalam keheningan cukup lama. Sampai suara Jimin semakin pelan ketika kembali bertanya. "Lalu kamu?"

Sekali lagi, Haera bergeleng dan ia berharap Jimin cukup peduli untuk merasa lega. "Hanya saja, di hari itu ... hari terkutuk itu ... aku datang sukarela. Tunggu—bukan, bukan untuk itu—tunggu. Aku datang dan mengantongi perekam digital."

Karena Jimin tak bereaksi, Haera melanjutkan. "Perekamnya sudah menyala sejak aku masuk ruangan dan ... gadis-gadis yang lain datang. Sebelum orang-orang buas itu menyentuhku, aku membuat keributan. Hwan Yurim marah besar. Lalu, terdengar jeritan bersahutan. Perekam itu tidak pernah sampai ke mana-mana."

Saat bercerita, memori buruk itu hinggap kembali di benak Haera. Ketika ia harus berlari kencang, terjatuh beberapa kali, sebelum ditangkap dan dilempar begitu saja oleh sekelompok pria berbadan besar. Lantas Hwan Yurim berdesis mengancamnya.

"Aku ... sudah lama sekali tidak menghubungimu, kan? Tapi, hari itu aku benar-benar takut. Sekian hari di rumah sakit, kepalaku terus penuh. Rasanya ... lebih baik aku hancur saja sekalian."

Jimin masih tak bereaksi. Namun, napas pemuda itu jelas tertahan. "Bukan cedera latihan ternyata ...."

"Seperti yang kamu kira." Haera mengangkat bahu, terkekeh pelan. Dalam hati, ia memutuskan untuk berhenti bercerita sebelum mulutnya sendiri menyampaikan detail-detail yang akan berbalik menelanjangi dosanya. "Kamu kaget?"

ONLOOKER [2024]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang