Bagian Sebelas

6.6K 866 288
                                    


Enjoy the story and happy reading, luvs~Maaf jika typo:")

Bagian Sebelas

Hari demi hari berlalu, kesempurnaan yang mereka inginkan mungkin tidak akan berlangsung selamanya karena ; tidak ada yang sempurna, yang ada hanyalah hati yang selalu mengalah dan bersabar. Layaknya keluarga Kim saat ini, semenjak mereka semua berdamai dengan keadaan semua terasa sedikit membaik. Walau tak bisa dipungkiri ; Ayah belum berubah,lebih tepatnya Ayah tidak bisa berubah, karena tetap saja Jungkook mendapati dirinya yang merasa terpojok.

Tapi, Jungkook tidak begitu ambil pusing, ia hanya menjalankan harinya dengan hati lapang karena seperti yang Ibu katakana ; kita semua tengah sama-sama berkorban. Anggaplah ini proses pendewasaan, anggaplah ini langkah penuh batu yang akan menghantarkannya pada kemenangan.

Bukankah jika ada hal yang menyakiti hatimu, biarkan saja kau melewatkannya? Agar hatimu tak lelah, tidak terbeban, maka sejauh ini hal itulah yang Jungkook lakukan.

Namun jangan lupakan, bahwa bagaimanapun ketidakadilan itu menghampiri, Ayah adalah Ayahnya dan Ibu tetaplah Ibunya.

Ya, semoga akan seperti itu selamanya.

Waktu pun terus berlalu bersama setiap proses kedewasaan yang seolah mengikuti langkahnya, tidak terasa kini dirinya sudah duduk di tingkat ketiga Sekolah Menengah Pertama, sedikit terharu sebab dirinya sempat mengingat luka yang pernah Ayah torehkan ; bagaimana jika semuanya memburuk..Jungkook berhenti sekolah?

Namun lihatlah! Dia masih bisa mengecap pendidikan hingga kini, walaupun sepatunya sedikit using, walaupun berbekal seragam bekas milik Kakak, Jungkook tetap bisa bersekolah, ah, bukankah ini juga salah satu bentuk cinta Ayah padanya?

Tingkat terakhir biasanya adalah tingkat yang menyenangkan, hari-harinya haruslah diisi dengan setiap kenangan indah, maka Jungkook pun memilih untuk membuat kenangan lebih banyak di Sekolahnya.

"Hei! Melamun terus, Bis nya sudah datang!.."

Jungkook terkesiap, mengerjap cepat begitu suara Jimin menyapa indera pendengarannya. Belum sempat mengumpulkan kesadaran, Jimin menarik tangannya dan membawa ia masuk kedalam sana. Arah Sekolah mereka memang sama, namun Jungkook akan turun lebih dahulu dibandingkan dengan Jimin. Taehyung? Jangan ditanya, bukankah kalian masih ingat jika Ayah memfasilitasi Taehyung dengan Bus Sekolah atau jika terlambat maka Ayah akan mengantarnya?

Sempat Jungkook merasa sedikit dibedakan, tapi biar sajalah, toh dia selalu bahagia bisa berangkat bersama dengan Jimin – yang selalu membagi bekal buatan Bibi Park padanya.

"Kalau kita sama-sama melamun tadi, mungkin kita tidak akan dapat tempat duduk.." Ujar Jimin, membuat Jungkook menampilkan cengiran tak berdosa miliknya, "Lagian masih pagi, Kau sudah melamun. Kenapa? Apa ada masalah lagi di rumah ?"

Ia menggeleng cepat, "Tidak,Kak. Aku hanya tidak sabar untuk menyambut tingkat tiga dan membayangkan banyak kenangan yang akan Aku lalui."

Jimin membalasnya dengan berdeham meski sedikit ragu, "Lalu..Kau ingin melakukan apa memangnya ?"

"Aku...ingin membuat banyak kenangan bersama teman-teman dan mungkin...bersama Namjoon? Kakak tahu? Aku sekelas lagi dengannya,"

"Ya Tuhan, Anak itu lagi.." Jimin geleng-geleng kepala.

"Dan sepertinya, Aku tidak bisa terlalu sering mengikuti klub bola di Sekolah. Bukannya tingkat tiga harus diiisi dengan waktu belajar yang banyak kan Kak?"

"Hmm, memang seperti itu. Kau boleh tetap bergabung, hanya saja perhatikan juga jadwal belajarmu. Ohya, Kau sudah mengatakannya pada Paman Kim?"

Kedua alisnya tertekuk, terheran. Melihat hal itu, Jimin yang peka buru-buru membuka mulutnya " Itu, tentang melanjutkan ke Sekolah khusus Sepak Bola, apa Kau sudah mengatakannya?"

A Brother [ Complete ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang