Enjoy the story and happy reading^^~
Bagian Delapan
Angin musim gugur menemani Jungkook yang kini mendengus geli. Matanya lurus menatap sebuah rumah yang berseberangan dengan rumah keluarganya, melihat sepasang lelaki dan perempuan yang tengah berbincang. Jimin dan Seulgi.
Sudah hampir sepuluh menit ia memperhatikannya, bahkan dia sudah hampir satu jam duduk didepan teras rumahnya yang terasa begitu sepi. Senyum mengejek ia sunggingkan tatkala Jimin yang sudah ditinggal pamit oleh Seulgi melambai kearahnya, melangkah malu-malu menghampirinya.
"Wah, yang baru saja merasakan dunia milik berdua."
Si Jimin tersenyum kecut padahal pipinya bersemu merah, "Ah,Anak kecil. Kau mengarang saja, Kook."
"Aku benar kan, Kak? Apa tidak diantar pulang sekalian ?"
Pundaknya sengaja ia tubrukkan pada pundak milik Jungkook, wajah Jimin semakin memerah.
"Kami baru selesai mengerjakan tugas di rumah teman yang lain. Rumahnya kan melewati rumahku. Dia hanya meminjam buku catatanku, sekalian bertanya tentang tugas untuk besok." Jawab Jimin santai, ikut menatap lurus kedepan seperti yang sebelumnya Jungkook lakukan.
"Ya. Aku tinggal menunggu untuk ditraktir saja sih, Kak. Hehehe.." Tawa renyah Jungkook membuat wajah Jimin memerah sempurna, "Bahkan kalian masuk di SMA yang sama, dan sekelas pula. "
"Ohya, bagaimana di tingkat dua? Cukup menyenangkan?" Tanya Jimin mencoba untuk berbasa-basi.
Kedua tangannya terangkat untuk diregangkan, cukup merasa pegal setelah berada diposisi yang sama dalam waktu cukup lama –memeluk kedua lutut yang tertekuk.
"Begitulah, Kak. Menyenangkan, kecuali Namjoon. Dia semakin hari semakin membuat ulah,"
"Dia mengganggumu, ya?"
Jungkook mengangguk, "Lebih tepatnya suka mencampuri urusanku, dan mengejek Kak Taehyung padahal ia sudah tidak di SMP lagi."
"Dia memang begitu, suka mencari perhatian. Kau tahu kan? Ayahnya memang punya segalanya tapi Ibunya malah pergi meninggalkan keluarga sejak ia kecil dan Ayahnya jadi suka membawa perempuan asing k erumah. Kau tahu? Terkadang uang tidak menjamin kebahagiaan. Jadi, maklumi saja. Dia memang kurang perhatian dan salah mengambil langkah, dan oh, Ayahnya juga sedikit keras padanya"
Ia tertegun sejenak. Bukankah dirinya juga....kurang perhatian ?
"Huft entahlah.."
"Lalu bagaimana? Apa Kau masih sering menuruti tawaran temanmu yang minta dibuatkan tugas lalu memberimu bayaran, Kook?"
Kali ini suara Jimin terdengar cukup serius dan tegas, membuat Jungkook sedikit terintimidasi mengingat kesalahannya kala itu. Tentu Jungkook mengingat dengan jelas saat ia berada pada semester kedua di tingkat satu, beberapa hari setelah ia mendengar penuturan sang Ayah dan Ibu secara diam-diam malam itu kemudian berpikir ; apa ia juga harus menghasilkan uang?
Sungguh ia tidak tahu apa yang harus ia lakukan sebagai anak berumur tiga belas tahun. Haruskah ia bekerja paruh waktu ? Tidak mungkin, karena Jungkook begitu takut ketahuan oleh Jimin, baru saja mengatakan ia ingin bekerja paruh waktu Jimin langsung saja memarahinya tanpa ampun karena menurut Jimin ; Kau masih terlalu kecil, Kook. Apa-apaan ini? Apa Ayahmu tidak memberimu uang saku, huh ? Kau lupa jika punya Aku dan Ibuku ?
Jadi hal yang mungkin adalah melakukan sesuatu yang menghasilkan tapi tidak ketahuan oleh Jimin. Entah muncul darimana yang jelas Jungkook dengan otak cerdasnya menawarkan diri untuk membuat tugas teman-temannya yang pemalas dan sedikit kurang pintar –Jungkook hanya tidak ingin menyebut temannya bodoh—dan memiliki uang jajan yang cukup berlebih.
KAMU SEDANG MEMBACA
A Brother [ Complete ]
Fiksi PenggemarSejak hari itu, cinta Ayah dan Ibu mulai berbeda. Bagiku, cinta mereka tidak sama, Kakak menerima lebih banyak. Bagi mereka, Aku akan selalu mengerti. Aku akan selalu bisa. Mereka tidak tahu, Aku ingin dianggap sama. ©whitedaisy96 Start : August, 10...