3belas : Turn Back [Repub]

7.5K 392 21
                                    

Zenta turun dari pesawat dengan langkah mantap dan wajahnya terlihat semringah karena ia ingin segera tiba di rumah untuk memberitahukan kepada wanitanya perihal pertemuannya dengan Afkan Naratar. Akhirnya, Nai, kita bisa bersatu. Meski nantinya hidup kita serba pas-pasan, aku harap kau mampu bertahan, amin ya Tuhan, batin Zenta berdoa.

Setibanya di rumah ia mencari wanita pujaan hatinya. "Sayang, aku pulang. Kau di mana?" ucap Zenta memberi salam sambil memanggil istrinya dengan suara sedikit berteriak. Naila muncul dari dalam dapur sambil menyeka tangannya yang masih basah pada celemek yang dikenakannya. "Ada apa, Zen? Bahagia sekali wajahmu?" tanya Naila penasaran.

Zenta segera memeluk pinggang istrinya lalu menggendong tubuh wanita itu ke udara. "Akhirnya, Nai. Akhirnya ... akhirnya kau bisa menjadi milikku seutuhnya dan selamanya, Sayang," ucap Zen sembari menatap lekat wajah wanitanya. Naila tidak mengerti dengan pembicaraan prianya, dahinya mengernyit. "Apa maksudmu, Zen? Aku tidak mengerti, datang-datang langsung mengatakan kalimat seperti itu."

"Iya, Naila Sayang. Aku belum cerita padamu 'kan? Aku pulang ke Indo untuk menemui suamimu," ucap Zenta sambil mengedipkan sebelah netranya serta terkekeh kecil. Raut muka Naila semakin terheran menatap lelakinya. "Mak-maksudmu? Kau menemui Mas Afkan?" tanya Naila meragu.

"Iya, Sayang. Iya. Aku menemui suamimu, eh menjadi mantan suamimu sekarang," jawab Zenta terkekeh.

Hening sejenak, Naila masih syok mendengar ucapan prianya, lalu Zenta menurunkan tubuh kekasihnya. "Tolong jelaskan, Zen! Bagaimana cerita detailnya? Kau itu, kalau mau melakukan sesuatu tidak mau diskusi denganku dulu," kata Naila sambil mengerucutkan bibirnya dengan mimik wajah cemberut.

"Naila Sayang, kalau aku mengatakan ingin menemui mantan suamimu itu, pasti kau akan melarangku. Benar 'kan?" Naila bergeming, ia kembali terdiam tidak dapat menjawab ucapan prianya, lelaki yang sangat dicintainya.

"Kemari, Nai! Aku ingin memelukmu, menciummu juga, aku sudah sangat merindukanmu." Zenta memeluk tubuh Naila erat lalu meraih dagunya, melahap rakus bibir ranum Naila.

"Emph ...! Zen...," lenguh Naila pelan "Bangun, Sayang, yang bawah." Zenta membawa tangan kekasihnya ke daerah tulang selangkangnya.

"Hm ... kebiasaan, disuruh cerita malah minta dipegang. Nanti ujung-ujungnya pasti minta dihisap," cebik Naila sambil memutar kedua bola matanya jengah. Zenta terkekeh, melihat sikap kesal istrinya. "Nanti malam ya, Sayang. Aku ingin bercinta denganmu sampai puas," ucap Zenta sembari meremas sebelah payudara wanitanya.

"Hm, minta bercintanya nanti malam, tapi tangannya jahil sekarang," sahut Naila sembari mencubit gemas punggung tangan kekasihnya.

"Duh, galaknya! Apa kita bercinta sekarang saja ya, Sayang? Sebentar saja. Nanti malam bercinta lagi, bagaimana? Mau ya, Sayang? Aku sedang menginginkanmu, Sayang," rengek Zenta dengan memasang wajah memelas, namun penuh unsur kebinalan.

"Jangan sekarang ah, aku sekarang sedang masak, Zenta."

"Kau itu ya, Sayang, dimintai suami sendiri pelit sekali, awas saja ya kapan-kapan kalau kau lagi ingin, aku akan jual mahal." Seketika Naila terkekeh keras. "Memang bisa kau jual mahal soal bercinta?" tanya Naila meledek.

"Tidak," jawab Zenta polos. Sekali lagi Naila terkekeh hingga mengeluarkan bulir bening dari kedua sudut netranya. "Sayang ... Sayang. Kau itu ya kalau begini mirip Zovan, jawabanmu terlalu jujur."

Zenta tersenyum menatap wajah cantik kekasihnya. "Ya sudah, kau masak dulu, gih! Aku mau membereskan beberapa berkas penyerahan harta ke mantan suamimu." Mendengar ucapan prianya membuat dahi Naila mengerut dalam. "Apa maksudmu, Zen? Apa yang baru saja kudengar itu bohong 'kan?" tanya Naila dengan wajah ketidakpercayaannya.

"Tidak, Sayang, aku tidak bohong. Karena itu adalah kesepakatanku dengan dia. Pria itu mengatakan, aku harus menyerahkan semua harta kekayaanku baru dia mau menceraikanmu."

"Dan kau dengan mudahnya mau menyetujui kesepakatan itu, Zen?"

"Tentu saja, Sayang. Apa arti semua harta yang kumiliki kalau kau tidak ada," jawab Zenta mantap.

"Zenta, tapi apa kata orang tuamu nanti?" tanya Naila dengan wajah muramnya.

"Nai, Mama itu sudah tahu kalau aku sangat mencintaimu dan Mama pasti akan menyuruhku melakukan hal yang sama yang aku lakukan sekarang." Zenta memegang kedua tangan istrinya, menghidunya sejenak lalu mencium punggung tangan wanitanya. "Harta itu bisa dicari, Nai. Selama kita mau dan niat mencarinya, tapi tidak untuk pasangan hidup. Hanya denganmu, Nai, aku merasa nyaman, merasa bersemangat setiap kali aku bangun dari tidur lelapku. Karena itu aku tidak mau membuang kesempatan yang telah Tuhan berikan padaku saat mantan suamimu meminta kesepakatan seperti itu."

Hening sejenak, keduanya tak lagi mengatakan sepatah kata pun.

"Kau mau 'kan mulai sekarang hidup sebatang kara denganku, Nai?" tanya Zenta menatap wajah wanitanya yang masih muram. Naila mengangguk cepat sambil menitikkan bulir bening dari sudut matanya. "Terima kasih, Zen. Terima kasih karena kau begitu mencintaiku." Lalu Naila memeluk erat tubuh lelakinya.

"Untuk sementara nanti kita tinggal di rumah Mama, aku mau mencari kerja dulu, Sayang, dan nanti pelan-pelan kita akan mencari rumah untuk kita bertiga tinggal," jelas Zenta sambil membelai pipi putih Naila.

"Janji ya, Nai! Janji kau harus kuat hidup menderita denganku karena mulai sekarang kita akan hidup serba pas-pasan. Tapi aku akan bertahan selama kau berada di sisiku." Naila mengangguk mantap lalu menangkup kedua pipi prianya. "Ya, Zenta. Aku janji akan kuat demi cinta kita dan anak yang ada dalam perutku."

"Terima kasih, Sayang. Nanti kita akan menikah lagi secara sah, aku ingin Zovan dan Zeva punya status yang jelas. Masa Zovan, anak kita berdua, tapi di akta kelahirannya ditulis menjadi anak Mama," sambung Zenta terkekeh. Naila pun menanggapi dengan kekehan pelan. Keduanya lalu saling berpelukan dan berciuman untuk meneguhkan cinta sejati mereka.

Ya, kebahagiaan semu itu sekarang datang menyelimuti kedua sejoli, Zentaro Alasca dan Naila Rambbago. Namun, kebahagiaan itu takkan bertahan lama, ujian serta cobaan hidup akan datang bertubi-tubi untuk menguji cinta sejati Zenta kepada wanitanya dan cinta tulus Naila kepada pria yang dicintainya.























Repub. ᎳᏆᏞᏞ ᎠᏆᏟᎻTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang