2puluh7 : Separate from You 1 [Repub]

3.8K 253 45
                                    

Setelah semalam menikmati malam panas yang begitu memabukkan bersama suaminya, Naila bangun terlebih dulu dan dia sekarang sedang berada di balkon depan kamarnya. Tak berselang lama terdengar langkah kaki mendekat.

"Sayang, sedang melamunkan apa? Apa masih memikirkan tentang syarat perceraian itu?" tanya Zenta melangkah menghampiri Naila sembari memeluk lembut pinggang istrinya.

Mendengar pertanyaan Zenta membuat Naila menghela napasnya sejenak, dia kemudian menyandarkan kepalanya pada dada bidang suaminya. "Iya, Zen. Aku sedih kalau nanti kita tidak bisa seperti ini, setiap pagi aku membuka mata tidak bisa melihatmu lagi," cicit Naila bernada pilu.

"Sabar, Sayang. Perjalanan cinta kita yang seperti ini, akan membuat kita semakin mencintai dan takut kehilangan."

Naila membalikkan tubuhnya menghadap suaminya lalu Zenta meraih dagu istrinya kemudian mengecup mesra bibir ranumnya itu.

"Tapi, Zen-"

"Usstt! Sudah, ya! Semuanya akan baik-baik saja, Sayang. Kau percaya padaku 'kan?" ucap Zenta meyakinkan wanitanya. Naila pun mengangguk, namun dalam hati kecilnya dia merasa ragu jika semuanya akan baik-baik saja. Naila memeluk tubuh suaminya begitu erat seolah hari ini adalah hari terakhir pertemuan mereka.

"Zen," panggil Naila pelan.

"Hm?"

"Nanti kalau kita menua bersama, aku tidak ingin kau yang meninggal terlebih dulu. Aku inginnya aku saja yang meninggal dulu."

"Kenapa begitu?" tanya Zenta sembari terkekeh pelan.

"Iya, Zen. Aku tidak mau setiap hari sedih karena kau tidak ada dan aku tidak mau menghitung hari, menunggu Tuhan, kapan Dia akan mengambil nyawaku untuk bisa bertemu denganmu lagi di sana, di dunia orang-orang meninggal"

"Hahaha ...! Sayang ... Sayang ... Kau itu ada-ada saja." Zenta terkekeh mendengar ucapan istrinya. "Nanti kalau aku meninggal dulu, kau 'kan bisa menikah lagi," ucap Zenta menggoda istrinya.

"Tidak mau, aku tidak ingin menikah lagi. Hanya kau laki-laki yang aku cintai sampai aku meninggal."

"Ah, masa? Apa benar? Apa iya?" Suara Zenta bernada ledekan.

"Kau itu ya, Zen. Aku bicara serius malah kau menanggapinya dengan bercanda, kau memang menyebalkan sekali," cebik Naila sembari mencubit gemas pinggang suaminya, tak ayal hal itu membuat Zenta terbahak.

"Begitu saja langsung emosi dan merajuk. Sini! Aku cium dulu agar merajukmu hilang." Zenta meraih dagu istrinya lalu melumat rakus bibir ranum wanitanya. Lenguhan samar pun seketika lolos dari bibir Naila.

"Langsung on ya, Sayang?" tanya Zenta sembari terkekeh sambil mengedipkan sebelah netranya. Mendengar pertanyaan vulgar yang dilontarkan suaminya, membuat kedua pipi putih Naila dihiasi semburat berwarna merah jambu.

"Nanti malam ya, Sayang, bercintanya. Sekarang aku mau mandi lalu ke rumah mantan suamimu agar urusannya cepat beres supaya kita bisa bersama lagi." Naila hanya mampu menganggukkan kepalanya.

"Ayo, kita mandi bersama, Nai! Aku ingin mandi berdua denganmu. Ingin mengelus perutmu yang semakin membuncit ini." Zenta lalu menggendong tubuh Naila menuju bathroom dan acara mandi keduanya pun di mulai.

Repub. ᎳᏆᏞᏞ ᎠᏆᏟᎻTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang