Di dalam kamar terdengar suara meratap anak perempuan kepada saudaranya. "Kak, aku ikut!" pintanya merengek, sambil melihat sang kakak yang sedang mengemasi barang-barang keperluannya.
Sang kakak sekilas menghela napasnya mendengar permohonan sang adik. "Kau di sini saja, Via. Jangan ikut! Salah satu dari kita harus ada yang menemani Nyonya."
"Tapi ... Kak Sovie mau ke mana?" tanyanya bernada cemas sekaligus penasaran, raut wajahnya juga menampilkan kekhawatiran.
"Aku diperintah Nyonya untuk membawa Tuan Muda ke luar negeri agar nyawa Tuan Muda selamat dari orang yang ingin membunuh Tuan Muda," jelas Sovie yang masih berkutat memasukkan beberapa pakaian ke dalam tas.
Hening sejenak. Sovia—sang adik hanya menatap kakaknya yang sedang sibuk. Sovie melirik sekilas ke arah adiknya, kemudian mengusap lembut punggung tangannya. "Sekarang kau temani Nyonya, Nyonya ada di kamarnya," titahnya sembari menggerakkan dagunya ke arah pintu.
"Baik, Kak." Sovia pun bangkit berdiri, membuka pintu bermaksud mendatangi kamar majikannya. Namun, belum juga dia tiba di kamar sang majikan, netranya melihat majikannya sedang bergegas setengah berlari menuju garasi kemudian masuk ke dalam mobil.
Nyonya mau ke mana, ya? batin Sovia lalu berlari kecil mendekati mobil itu. Dia membuka pintu bagian belakang tanpa sepengetahuan majikannya, kemudian ikut masuk ke dalam, bersembunyi pada punggung jok sandaran kursi di mana sang majikan sedang menghidupkan mesin kendaraan untuk bersiap pergi.
"Zov ... Please! Tunggu aku! Sekarang aku yang akan menyelamatkanmu dari Afkan," lirih Eriesta pilu, suaranya terdengar bergetar dan juga bercampur isakan.
Tak berselang lama, dia melajukan laju kendaraannya di atas normal. Sovia yang sedang bersembunyi hanya mampu terdiam. Namun, dahinya mengerut dalam, karena dia tidak mengerti dengan ucapan sang majikan yang baru saja didengarnya.
Tiga puluh menit berlalu, mobil Eriesta tiba di depan mansion Afkan dan beberapa anak buah Afkan segera menyambutnya. Sovia yang masih bersembunyi di dalam mobil, hanya mendengar suara teriakan sang nyonya memanggil nama tuannya sambil menangis histeris. Tiga puluh menit kemudian, suara anak buah Afkan tidak terdengar lagi, barulah Sovia memutuskan untuk keluar dari dalam mobil.
Klek! Sovia membuka handle pintu, tubuhnya yang kecil membuatnya leluasa keluar hanya dengan melebarkannya sedikit.
Sovia kemudian turun, dia mengamati sejenak tempat yang sama sekali tidak dikenalnya. Suasana begitu sepi, Sovia melangkah mengendap sambil sesekali mengedarkan pandangan ke sekelilingnya. Setelah berjalan cukup jauh, barulah panca indra pendengarnya kembali mendengar suara jeritan histeris sang nyonya. Dia segera bersembunyi dibalik pohon sembari mengawasi dari kejauhan di mana teriakan itu berasal.
Seketika itu juga dia membekap mulutnya, bulir bening mengalir deras dari kelopak matanya tanpa dapat dibendung lagi. Dengan mata kepalanya sendiri gadis kecil itu sedang menyaksikan pemandangan yang sangat tragis dan teramat kejam baginya. Sovia melihat tuannya diikat ke sebuah tiang kayu lalu disiram dengan cairan yang mudah terbakar, detik berikutnya salah satu anak buah sang pria yang sedang tertawa penuh kemenangan melemparkan satu batang korek api yang telah dinyalakan.
Ya, Tuhan. Tuan Zovan! batin Sovia memanggil tuannya. Kemudian di saat yang sama, tak berselang lama dia juga melihat sang nyonya berlari menghampiri tuannya tanpa memedulikan kobaran api yang mulai ikut menjalar ke seluruh tubuhnya.
Nyonya Eries! Tuan Zovan! Apa yang harus Via lakukan untuk menyelamatkan kalian berdua? batin Sovia menangis dalam diam, bulir bening mengucur semakin deras.
Ya, hari itu adalah hari yang paling mengerikan bagi Sovia. Melalui kedua mata indahnya, dia menyaksikan sepasang suami istri—sang majikan yang baik hati dibakar hidup-hidup oleh pria kejam berhati iblis.
Tuhan ... Via memohon pada-Mu, tolonglah mereka! Tuan dan Nyonya adalah orang yang baik. Mengapa Kau berdiam diri, Tuhan? batin Sovia sambil berdoa, bulir bening dari pelupuk matanya pun berjatuhan semakin deras.
~~~
Naila terisak, menangis sesenggukan setelah mendengar semua cerita tentang orang tua kandung Zenta-lelaki yang dia cintai.
"Maafkan saya, Nona. Sudah membuat Nona menangis seperti ini, tapi malam itu saya melihat peristiwa tragis Tuan dan Nyonya dengan mata kepala saya sendiri," ucap Sovia sembari perlahan membelai punggung Naila.
"A-ku tidak me-nyangka Mas Afkan bisa berbuat sekeji itu," isak Naila, dadanya terlihat naik turun efek masih sesenggukan.
Suasana hening sejenak, hanya isak tangis Naila yang terdengar selama beberapa saat. "Apa aku boleh bertanya, Via?" sambung Naila setelah dia dapat mengendalikan luapan perasaannya.
"Silakan, Nona."
"Bagaimana kau bisa berada di sini?" tanya Naila dengan rasa penasaran yang tinggi, sambil tangannya juga mengusap bulir bening yang masih menetes pada pipinya.
Sovia pun sekilas menarik napas lalu perlahan mengembuskannya. "Iya, Nona. Saya ditugaskan oleh Kak Sovie melamar pekerjaan di tempat ini untuk mengawasi gerak-gerik Tuan Afkan, karena Kak Sovie tahu kalau Tuan Afkan memiliki banyak koneksi untuk mencari di mana Tuan Muda Zenta berada. Karena sebelum Tuan Muda berumur sembilan belas tahun, harta warisan dari Tuan dan Nyonya Nazendra masih atas nama Kak Sovie. Dan selama kurun waktu tersebut, Tuan Afkan tidak mengetahui bila Tuan dan Nyonya memiliki anak angkat yang sebenarnya adalah anak kandung Tuan dan Nyonya Nazendra," jelas Sovia panjang lebar, dan Naila hanya mampu terdiam sambil mendengarkan penuturan Sovia dengan saksama.
"Sekarang Nona sudah mengetahui semua kisah Tuan Muda Zenta dan sekarang saya juga akan bercerita tentang orang tua No—"
Tok Tok Tok
Belum tuntas kalimat yang diucapkan oleh Sovia, terdengar ketukan pada pintu kamar. Sovia segera bangkit berdiri sambil meletakkan jari telunjuk ke bibirnya, menyuruh agar Naila tidak bersuara.
"Ya, siapa?" tanya Sovia kepada sang pengetuk pintu.
"Kau dipanggil Tuan. Tuan membutuhkanmu sekarang!" suara anak buah Afkan dari balik pintu.
"Baik. Katakan pada Tuan, sebentar lagi aku akan ke sana!"
Sovia kemudian kembali mendekati Naila sembari membisikkan sesuatu. "Nona, maafkan saya, mulai sekarang Nona harus bermain cantik untuk bisa menghancurkan Tuan Afkan. Saya akan membantu Nona agar Nona masih tetap bisa berhubungan dengan Tuan Muda Zenta. Bersabarlah, Nona! Tuhan pasti akan selalu melindungi orang baik meski banyak orang jahat di sekitarnya," ucap Sovia sambil mengedipkan sebelah netranya sembari terkekeh kecil. Naila pun sontak tersenyum mendengar ucapan adik-ibu mertuanya.
"Sekarang saya akan ke tempat Tuan Afkan dulu. Nona harus makan dan jaga baik-baik janin yang ada di dalam perut Nona karena saya tahu Nona pasti sangat mencintai Tuan Muda Zenta."
Naila dengan segera memeluk tubuh Sovia, "Terima kasih, Via! Aku akan menjaga diriku baik-baik demi Zenta."
"Iya, Nona! Itu harus dan wajib!" jawab Sovia kembali terkekeh kecil. Setelah ucapan terakhirnya, Sovia melangkah menuju pintu, lalu ke luar untuk ke ruangan tuannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Repub. ᎳᏆᏞᏞ ᎠᏆᏟᎻ
Action[21+] ~ Sebagian part diprivate. Silakan follow dulu sebelum membaca, karena follow itu gratis. Dan sebelum membaca lebih lanjut, sebaiknya pikir kembali bila usia tidak memenuhi syarat. JANGAN DIBACA! ⛔ ~~~ ✔ Tema : intrique, tragedy, suspense ✔ St...