BAB 1

12K 590 398
                                    

Bagi Rully, menjaga orang-orang di sekitarnya jauh lebih sulit ketimbang melupakan masa lalu bersama seseorang. Orang-orang di sekitarnya jauh lebih penting dari hubungan yang dulu pernah membuatnya kecewa. Untuk sekarang, apa pun yang terjadi di sekitarnya, Rully akan menyelesaikan itu semua.

Dengan santai Rully mengendarai motor klasik kesayangannya, Honda CB-100 yang didominasi warna merah, di sepanjang jalan kota Bandung menuju sekolahnya, SMA Bakti Mulya. Hari ini terlihat seperti biasanya, jok di belakangnya masih kosong, tak terisi sudah hampir satu tahun ke belakang.

Tak seperti orang-orang yang pergi-pulang sekolah berboncengan sama pacarnya atau teman dekat. Bagi Rully, ini sudah biasa, tak akan ada yang mau mengejeknya di sekolah maupun di luar sekolah. Sebab, nama Rully Andhra di daerah ini sudah terkenal di kalangan anak remaja, bahkan orang-orang dewasa juga banyak mengenalinya.

Seketika pandangan mata Rully terarah ke satu orang yang terlihat sedang kesusahan di pinggir jalan. Dia menepikan motornya untuk membantu seorang cewek. Rully turun dan membuka helmnya. "Ada yang bisa dibantu?" tanyanya dengan sopan melirik wajah cewek itu.

Cewek itu mengangkat kepalanya, mencoba memandang cowok yang sedang berdiri di sampingnya. "Ini, motorku ada sedikit kendala. Gak tahu nih tiba-tiba mogok di perjalanan," jawab cewek itu dengan keringat yang sudah membasahi pipinya.

Rully mengeluarkan saputangan dari tasnya. Dia mengelap kering keringat di wajah cewek itu. Dalam sekejap cewek itu tertegun malu karena tindakan Rully. Kedua pipinya mulai memerah merona. Rully mencoba mengecek motor cewek itu sebisa mungkin. Semenit kemudian, dia kembali berdiri menghadap cewek itu. "Motornya bawa ke bengkel aja, ya? Bentar aku telepon Bang Jack dulu." Dia segera menelepon Bang Jack—temannya yang mempunyai bengkel motor di dekat kawasan mereka berada sekarang.

Setelah selesai, Rully kembali melirik cewek itu. "Tunggu aja, bentar lagi dia datang," katanya, lalu tersenyum memesona.

Tak lama kemudian, Bang Jack datang dengan salah satu pegawainya. "Motornya kenapa, Rul?" tanya Bang Jack setelah berdiri di dekat Rully.

"Ini, mogok, Bang. Bisa dibawa dulu, kan? Soalnya mau berangkat ke sekolah Bang, kurang dari sepuluh menit lagi masuk, nih. Nggak enak juga kalau telat lagi," jawab Rully.

"Ya udah, pergi sana. Sekolah yang rajin biar entar bisa jadi presiden." Dengan santainya Bang Jack berucap seolah mendukung Rully kalau suatu saat jadi presiden.

"Presiden apaan, Bang, geng motor maksudnya?" Rully juga menjawabnya bercanda. Mereka terkekeh pelan.

"Emang geng motor ada presidennya?" Bang Jack terlihat serius bertanya pada Rully.

"Ada, Bang. Kan, Rully mau jadi presidennya." Rully tertawa puas dengan apa yang diucapkannya barusan. Dia naik kembali ke motor, lalu menoleh ke arah cewek yang masih memperhatikan motornya sedang dicek sama Bang Jack. "Kamu sekolah di mana? Mau diantar, gak? Kalau mau diantar, ayo."

Cewek itu terlihat sedikit ragu dengan tawaran Rully. Secara, mereka juga belum saling mengenal satu sama lain. Juga, dia tidak tahu cowok yang menolongnya ini baik atau tidak.

"Hei!" tegur Rully.

Cewek itu tersentak sadar dari lamunan. "Em ... gimana, ya ...."

"Nggak usah berpikir panjang, ayo naik. Aku pastikan kamu selamat sampai sekolahmu. Tenang, gak usah khawatir kalau aku ini orang jahat atau orang baik. Dipastikan seratus persen kalau aku ini orang baik. Iya gak, Bang?" Rully menoleh ke arah Bang Jack.

Rully Andhra [PROSES TERBIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang