BAB 14

749 88 78
                                    

Hari demi hari sudah berlalu. Banyak hal yang mereka lalui bersama. Kini Purnama sedang berada di rumah Rully mengobrol dengan Nia. Mereka banyak bercerita tentang kepribadian. Satu sama lain juga saling bertanya tentang keluarga. Rully dan Purnama bernasib sama, mereka tidak hidup bersama ayah lagi. Namun, yang membedakan adalah Rully ditinggal karena ayahnya gugur dalam tugas. Sementara itu, Purnama ditinggalkan karena kedua orang tuanya bercerai.

“Di dunia ini ada berbagai macam sifat orang yang belum pernah kita ketahui, meskipun orang itu berada di dekat kita. Ibu mengerti apa yang kamu rasakan dulu ketika masalah itu datang. Memang, tak banyak anak remaja seperti kamu yang justru dengan tabah menerima semua ini. Ibu salut sama kamu karena sampai sekarang masih bisa membuat orang tua bahagia.” Nia membuka suaranya setelah tadi mendengarkan cerita panjang Purnama kenapa orang tuanya bercerai.

“Untuk sekarang, Purnama ingin selalu melihat orang tua bahagia, Bu. Purnama ingin menjadi kebanggaannya.” Purnama menanggapi perkataan Nia dengan raut wajah sendu. Kedua bola mata yang sedari tadi tak ingin bersedih, kini mulai berkaca-kaca.

Nia merangkul Purnama agar tidak terlalu larut dalam kesedihan. Dia tersenyum mencoba membagi kebahagiaan. “Kalau boleh ibu tahu, kenapa kamu mau dekat sama Rully? Padahal, kan, Rully anaknya nakal. Terkadang juga dia suka bikin ibu kesal gara-gara gangguin adiknya,” kata Nia menyambung kembali obrolan mereka.

“Rully itu orangnya baik, Bu. Dia nakal, tapi bisa bikin bahagia. Rully itu orangnya romantis, meski terkadang suka bertingkah konyol. Dia juga berjanji pada Purnama akan selalu menjaga orang-orang di dekatnya. Rully itu beda dari kebanyakan orang, Bu.” Purnama menjelaskan apa yang ada dalam hatinya.

Nia menghela napas pelan. “Jadi menurutmu Rully begitu? Kalau begitu, ibu juga menganggap Rully sama seperti apa yang kamu katakan.” Nia tersenyum seraya mengangkat kembali kepala Purnama yang tadi menyandar di pundaknya.

Purnama pun ikut tersenyum. Pikiran tentang cerita masa lalu yang menyakitkan cepat saja dia lupakan. “Terima kasih, ya, Bu, udah melahirkan orang seperti Rully. Kalau gak ada Ibu, Purnama gak akan bisa nyaman di Bandung ini. Purnama gak akan bertemu ketua geng motor yang pemberani seperti dia.”

Nia tersenyum sesaat. “Kamu tahu gak siapa yang nyuruh Rully masuk geng motor?” tanya Nia sembari mengingat masa lalu.

“Emang ada yang nyuruh dia masuk geng motor, ya, Bu?” Purnama balik bertanya penasaran. Wajahnya cukup serius ingin mendengarkan cerita tentang Rully.

“Ada,” jawab Nia singkat, “ayahnya yang menyuruh dia masuk geng motor itu. Dulu, sewaktu masih SMP kelas dua kalau gak salah, Rully itu anak cengeng. Dikit-dikit nangis, dibentak oleh ayahnya dia nangis. Bahkan, di rumah ini Rully selalu mengurung diri, nggak mau keluar rumah kayak anak-anak biasanya. Karena ayahnya gak mau Rully jadi pendiam dan cengeng, makanya dia menyuruh temannya untuk mengajak Rully merasakan betapa senang keluyuran di luar itu. Gimana rasanya mempunyai banyak teman. Menjadi pemberani menghadapi banyak orang.”

“Biasanya, kan, justru orang tua yang melarang anaknya ikut-ikutan geng motor. Kok, ini malah ayahnya yang nyuruh dia masuk geng motor. Lanjutin lagi, Bu.” Cewek yang mempunyai senyum memesona itu sangat antusias ingin mendengarkan lanjutan kisah tentang Rully.

Nia memandang Purnama sebentar, kemudian kembali melanjutkan ceritanya. “Ya, ayahnya ada kenalan ketua geng motor. Orang-orang di Bandung ini banyak yang mengenalnya, kalau gak salah nama dia itu Rocky. Rully masuk geng motor itu masih SMP. Teman ayahnya ini setiap hari terus laporan kalau Rully perlahan berubah nggak lagi cengeng. Bahkan Rully menjadi banyak bicara setelah kenal dengan banyak anggota. Meski hampir setiap malam keluar rumah, tapi dia tetap mematuhi perintah sang ayah yang memintanya harus ada di rumah sebelum jam sepuluh malam. Semenjak dia masuk geng motor itu namanya mulai dikenal banyak orang. Bukan karena kejahatan, melainkan karena kebaikan.” Nia menjeda perkataannya cukup lama seraya mengingat kembali masa-masa itu.

Rully Andhra [PROSES TERBIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang