BAB 6

1.5K 180 150
                                    

Bel istirahat baru saja berbunyi. Beberapa murid kelas XI IPA-1 mulai meninggalkan kelas menuju kantin. Di kelas saat ini hanya tersisa Rully sendirian yang sedang mengerjakan PR untuk pelajaran selanjutnya. Sebenarnya, lebih ke arah menyontek, sih. Sebab, jawaban yang ada di buku Purnama disalinnya.

Purnama pergi dengan Natasya ke kantin. Di kelas saat ini sunyi, Rully hanya fokus menyelesaikan PR-nya saja. Sejenak pikiran tentang pertemuan pertama dia dan Purnama terlintas di kepala. Rully jadi senyum-senyum sendiri seperti orang gila.

Beberapa saat kemudian, ketika dia sedang mencatat, tiba-tiba Purnama kembali dengan Natasya yang sudah menangis tersedu-sedu. Tak lama setelahnya, Reza masuk ke kelas dengan wajah yang sudah lebam. Sudut bibirnya berdarah.

“Kenapa, Za?!” tanya Rully panik melihat temannya itu terluka. Dia mendekati Natasya yang duduk di kursinya. “Kenapa, Nat? Apa ada masalah di kantin tadi? Nat, jawab! Beritahu aku siapa yang buat kamu nangis, Nat!” Di hadapan Natasya, Rully berteriak ingin tahu siapa yang sudah membuat temannya itu menangis.

“Reza dipukuli anak kelas dua belas karena membela Natasya, Rul.” Purnama memberanikan diri membuka suara untuk menjelaskan apa yang sebenarnya terjadi dengan kedua temannya.

“Sialan!” Rully menggebrak meja di depannya lantaran kesal mendengar penjelasan dari Purnama. Kedua cewek yang berada di dekatnya ketakutan melihat Rully yang sudah emosi. “Emang kamu diapain sama mereka, Nat? Biar aku yang ngurusnya.” Dia mencoba untuk membela Natasya.

“Anak-anak kelas dua belas itu kurang ajar, Rul. Mereka memaksa minta nomor ponsel Natasya dengan kasar. Bahkan salah satu dari mereka berani memeluk Natasya.” Dari kursi bagian belakang, Reza yang meringis kesakitan berucap.

Mendengar hal itu emosi Rully semakin meninggi. Raut wajahnya tak menunjukkan kalau dia akan berbaik hati lagi dengan anak-anak kelas dua belas itu. Rasa kesal menggumpal dalam hati Rully. Tak ada pemikiran lain kecuali membalas.

“Ikut aku sekarang, Za.” Rully berjalan dengan gagah keluar kelas meninggalkan Purnama dan Natasya. Emosinya semakin memuncak. Reza mengikutinya dari belakang. “Ikut aku, Gar,” ajak Rully ketika Garry hendak menghentikan langkahnya. Dia terus berjalan ke arah ruang OSIS. Kali ini apa pun yang akan diperbuatnya, dia akan menanggung itu semua.

“Mau ngapain, Rul!” Garry yang belum tahu masalahnya, melemparkan pertanyaan di tengah jalan. Garry sudah menebak kalau sekarang emosi Rully sudah meningkat parah. Dari raut wajahnya saja Rully terlihat beringas.

“Kita ikuti saja dia, Gar,” kata Reza, seraya menahan sakit di sekujur tubuhnya.

Di depan ruang OSIS, Rully langsung masuk begitu saja tanpa sopan. Anak-anak OSIS yang ada di ruangan itu tertegun melihat Rully sedang mencari sesuatu di sekitar tumpukan alat olahraga. Setelah ketemu apa yang Rully cari, semuanya jadi was-was.

Dengan membawa stik bisbol di tangan kanannya, Rully berjalan menuju kelas dua belas. Garry dan Reza semakin panik dengan tindakan yang akan dilakukan Rully kali ini. Mereka tak bisa mencegah Rully melakukan semua itu karena mereka sendiri ketakutan.

Mereka naik ke lantai atas untuk mencari orang yang memukuli Reza, terutama berlaku kurang ajar terhadap Natasya. Beberapa kelas dua belas Rully masuki tanpa khawatir akan diusik orang. Anak-anak kelas dua belas juga banyak yang mengenal siapa Rully Andhra. Mereka tahu jelas sosok siswa kelas sepuluh yang dulu menghajar ketua OSIS sampai masuk rumah sakit.

Ada salah seorang yang mendekati Rully ketika dia masuk ke kelas XII IPS-1. Mereka bertiga mendengarkan sebentar penjelasan dari siswa itu. Ternyata, orang yang memukuli Reza di dekat kantin tadi adalah Devan, anak IPS-1. Ketika Rully masuk ke kelas itu Devan sedang tidak ada di sana.

Rully Andhra [PROSES TERBIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang