BAB 15

758 92 121
                                    

Baru saja masuk ke kelas, Rully sudah mendapatkan kabar kurang menyenangkan. Reza menjelaskan kalau Devan hari ini tidak masuk sekolah. Mendengar kabar itu, Rully merasa kesal sendiri lantaran pagi ini tak dapat bertemu Devan secara langsung. Dia dan Reza sengaja duduk di bagian belakang berkumpul dengan teman-teman mereka untuk membahas masalah semalam.

“Rul, gimana dengan Devan? Kayaknya dia udah tahu kalau hari ini kita pasti mencarinya. Gimana rencana selanjutnya?” Reza membuka suara, melihat ke arah Rully yang duduk di depannya dengan kepala sedikit tertunduk.

Pemuda dengan wajah penuh kekesalan itu bungkam sesaat, hingga akhirnya memandang Reza dan berucap, “Setelah pulang sekolah nanti kita cari, tuh, anak!”

“Pokoknya hari ini kita harus dapatkan dia. Kalau nggak bisa dengan cara halus, ya, terpaksa dengan kasar, Rul. Devan gak bisa diberi ampun lagi. Tuh, anak udah kelewatan!” Reza yang sudah menjadi korban pengeroyokan menaruh rasa kesal terhadap Devan.

“Yang pasti kita harus mendapatkan dia, supaya bisa tahu di mana keberadaan Hakim dan teman-temannya. Hakim orang yang pertama aku incar. Aku jamin Hakim hari ini selesai di tanganku!” Rully mengepalkan kedua tangannya di atas meja. Apa yang baru saja diucapkan Rully itu serius. Dia tidak akan membiarkan Hakim lolos kali ini.

Bel masuk pelajaran berbunyi. Semua murid kembali ke kursi masing-masing. Rencana untuk menangkap Devan terlebih dahulu sudah Rully rencanakan sejak semalam, sampai pagi ini pun dia masih memikirkan hal itu. Rully sendiri tak bisa menerima semua kejadian yang dialami oleh teman-temannya. Dia tak bisa dengan mudah memaafkan seperti masalah perkelahiannya dengan Devan dahulu.

Selama pelajaran berlangsung, Rully terlihat tidak pernah fokus karena keinginan untuk menyelesaikan masalah terus menghantui pikirannya. Sama dengan Rully, Reza pun merasakan hal yang sama.

Reza tak pernah bisa melupakan kejadian pengeroyokan yang dialaminya. Terlebih lagi masalah semalam, penyerangan yang dilakukan Hakim dan teman-temannya. Untuk masalah mencari Devan hari ini, mereka tak memberitahu Purnama dan Natasya. Baik Reza maupun Rully, mereka berdua akan merahasiakan masalah ini.

Setelah bel pulang berbunyi, Rully bergegas berjalan dengan Reza menuju parkiran. Tomi dan yang lainnya juga mengikuti Rully menuju parkiran. Hal itu justru memancing rasa penasaran Purnama dan Natasya. Melihat Rully dan Reza bergegas menuju parkiran membuat mereka berdua juga menyusul mencoba mencari tahu ada apa.

Ketika Rully hendak keluar dari lingkungan sekolah, tepat di depan pos satpam, Purnama menghentikannya. Tatapan Purnama menyelidiki wajah Rully yang terlihat tak biasa. Di belakang Rully juga berjejer teman-temannya.

“Kamu mau ke mana? Aku ikut, ya,” kata Purnama mencoba mengetahui ke mana Rully akan pergi.

Rully tersenyum sebentar. “Hari ini kamu pulang bareng Natasya dulu naik taksi, ya. Aku ada urusan sebentar.” Rully memperlihatkan barisan gigi putihnya yang rapat.

“Nggak!” Jawaban singkat dan sedikit membentak diberikan Purnama. Dia menatap Rully memohon, mencoba meyakinkan agar cowok itu mau mengajaknya.

“Nggak usah, ya. Hari ini aku ada urusan sebentar. Aku mohon kamu bisa ngerti.” Rully menggenggam kedua tangan Purnama, meyakinkan cewek yang kini sedang menatapnya sendu.

Kedua mata Purnama terarah ke Reza yang berada di samping Rully. “Kalian mau ke mana, Za?” tanyanya penasaran.

Reza melirik ke arah teman-temannya. Pertanyaan Purnama membuatnya gugup. Dia tak bisa memutuskan, takut malah salah menjawab. Akhirnya, beberapa saat kemudian Reza berani berucap, “Nggak usah. Kalian berdua pulang aja, kami ada urusan hari ini. Nanti setelah semuanya selesai, aku ceritain, deh, biar kamu gak penasaran.”

Rully Andhra [PROSES TERBIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang