BAB 2-Naruto

55 8 0
                                    


Sagara

Sakit jiwa! Udah tiga minggu lebih gue berada di kelas ini buat bantuin semua yang Marisela butuhin, dan rasanya hidup gue kayak di neraka. Serius, cewek itu gak pernah habis-habisnya bikin hidup gue ribet. Mulai dari hal kecil kayak narik kursi tiap kali dia mau duduk, sampai yang aneh-aneh kayak ngepang rambutnya—bayangin, pacar gue aja gak pernah minta hal begitu! Gue bahkan disuruh ngambil tumpukkan buku yang akhirnya gak dipake sama sekali, dan disuruh bolak-balik ke kantin buat ngambil minuman yang katanya 'sesuai mood' pokoknya, banyak banget deh.

Tapi beberapa hari terakhir ini, ada perubahan. Marisela udah lumayan jinak, gak terlalu banyak ngasih perintah yang bikin pusing kepala gue. Ketenangan yang tadinya udah direnggut sama dia, perlahan balik lagi ke hidup gue.

Dan, satu hal yang selalu gue ingat dari cewek ini adalah dia maniak strawberry! Serius, dari jepit rambut, bando, sampai bolpoinnya, semuanya ada motif berry-berry-nya. Seolah

Gue baru saja menaruh kepala gue di atas meja, hembusan napas kasar keluar bersamaan dengan jatuhnya pulpen yang sedari tadi berada di tangan. Gue yang bahkan jarang nulis di kelas, akhirnya harus terpaksa untuk terbiasa menulis karena gue menjadi pengganti tangan kanan cewek yang duduk di sebelah gue, cewek itu—sedari tadi hanya menidurkan kepalanya di atas meja dengan kepala menghadap ke tembok, gue bahkan sanksi dia mendengarkan guru atau tidak dari tadi.

Gue menatap rambutnya panjang yang kini mulai menusuk wajah gue, aroma shampoo yang khas mulai tercium, strawberry? Gila ini cewek parah banget sih.

Dia kini membalik kepalanya sampai membuat rambutnya makin mengenai wajah gue, matanya kini bertemu dengan mata gue yang mulai perih karena tertusuk beberapa helaian rambutnya. Kami diam selama beberapa saat, sampai akhirnya mulutnya terbuka untuk mengeluarkan satu kalimat.

"Naruto, gue mau ke kantin." Celetuknya, gue mengerutkan hidung gue ketika mendengar dia menyebutkan nama Naruto, karakter kartun yang selalu menemani gue di masa kecil.

Gue menegakkan tubuh, menatapnya yang kini masih terdiam dengan posisi yang sama, "nama gue Sagara, jangan panggil gue Naruto." Gerutu gue.

Dia menggelengkan kepalanya, terlihat lucu dengan gerakan yang begitu pelan,"enggak ah, lo gak seganteng Gara."

"Gara mana yang lo maksud?" tanya gue.

"Gara yang punya kekuatan injek bumi itu loh," jawabnya, dia kini menegakkan badannya.

Gue memasang wajah tak terima, "lo samain gue sama cowok gepeng?"

Dia mengibaskan rambutnya ke belakang, "ya kan nama lo mirip, Gara dan Sagara."

Gue menampilkan ekspresi malas, "apa hubungannya sama lo panggil gue Naruto?"

"Naruto ganteng juga, kok."

Gue menyentil keningnya, "jawaban lo gak nyambung sama pertanyaan gue, Marisela," dia terlihat mengaduh, "jadi gue ganteng?"

"Najis," dengusnya, cewek itu kini bangkit, mendorong kursi lalu pergi keluar dari kelas. Bel berbunyi seperkian detik kemudian diiringi dengan teriakannya yang menyuruh gue untuk segera pergi menyusulnya.

***

Gue menemukan Bella—pacar gue yang terduduk di sudut kantin, dia pasti lagi makan batagor kesukaannya. Gue menepuk pundak Marisela yang mengantri di tukang bakso langganannya, dia menoleh dan mengangguk ketika gue memberikan isyarat untuk duduk di pojok sana bersama Bella. Gue mengalihkan pandangan pada Satrio, bestie gue dari orok yang sudah berdiri di samping gue sedari tadi.

The Wind Beneath My WingsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang