Monster on My Bed

20.7K 2.2K 61
                                    

Oke, oke. Udah dibaca bab "Trully Sorry", kan, sebelum bab ini? Jadi, kalo di KaryaKarsa, "Monster on My Bed" itu bab 5, kalo "Trully Sorry" bab 4.

Yuk, lanjut baca.

Vote dan komentar-komentar, ayo. Ramein!

Thank You

❤❤❤

Sejak Bunda melarang, aku latihan dance secara sembunyi-sembunyi. Untungnya saat Street Dance Battle, Bunda dan Papa lagi pergi. Setelah bersiap-siap, aku keluar kamar dan menuruni tangga pelan-pelan. Kepalaku celingukan dan melihat Bi Endah melintas.

"Bi, Bunda sama Papa udah pergi, 'kan?"

"Udah dari jam tujuh, Non."

"Nanti bilang aja Livia tidur. Jangan bilang lagi di rumah Miranda, ya," perintahku.

"Tapi, Non, nanti Nyonya Erika marah gimana?"

Aku meletakkan jari telunjuk di bibir. "Makanya Bibi diem aja. Ini rahasia," tekanku.

Setelah memastikan Bi Endah mengerti, aku segera keluar rumah. Ada mobil sepupu Miranda dan aku segera menuju kursi belakang mobil. "Ayo, cabut."

"Bunda sama papa lo gimana, Liv?" tanya Miranda yang duduk di samping Julian. Julian yang nyetir.

"Aman."

Setelah aku berkata demikian, Julian dan Miranda tertawa kecil lalu mobil pun berjalan. Di tengah perjalanan, aku memasang earphone untuk mendengarkan musik dan kembali menghapal gerakan.

"Kok, aku nggak liat Kennard, Liv?" tanya Miranda.

"Kennard siapa?" tanya Julian pada sepupunya. Julian masih SMA, tetapi dia sudah punya SIM.

"Kakak tirinya Livia yang ganteng itu," jawab Miranda dengan nada centil.

Aku menatap Miranda dengan bosan. "Kembali ke habitatnya. Kampung Alien."

Miranda memprotes, tetapi aku nggak menghiraukan. Sebel aja. Dia terus-terusan memuji Kennard. Memang, sih, Kennard nggak jelek. Tapi aku nggak mau mengakui dia ganteng. Siapa dia? Artis juga bukan. Ngeselin doang.

Perjalanan kami sekitar setengah jam menggunakan mobil. Setelah mobil diparkir di depan pertokoan, kami berjalan menuju jalan layang yang belum selesai di bangun. Benar-benar street dance ini. Tempatnya aja tertutup.

"Bener alamatnya?" tanya Julian.

"Bener," jawab Miranda.

Kami terus berjalan hingga sampai di pertokoan yang belum berpenghuni. Di sana terang dan banyak orang yang berkumpul. Samar-samar, dentum musik terdengar. Kami mempercepat langkah dan sampailah di Base Camp SDB yang dimaksud.

Aku sampai melongo karena yang datang banyak banget. Nanti aku bisa menari depan orang nggak, ya? Mendadak aku grogi. Apa pulang aja?

"Tempatnya begini amat, ya? Bukannya di studio," keluh Miranda.

"Namanya juga street dance. Nggak resmi," jawabku.

Miranda menarik tanganku ke salah satu meja yang sepertinya digunakan untuk menjuri. Miranda menunjukkan kode verifikasi pendaftaran lewat online. Aku melihat di sana namanku Wolfie.

"Salah namanya," ralatku.

"Udah, bener. Pake nama samaran aja," balas Miranda. Gadis itu mengeluarkan topeng dari tasnya. Dia memasangkan topeng hitam yang menutupi bagian mataku.

KENNARD - Living with the Bad BoyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang