Leave It Go

14.4K 2K 134
                                    

Vote ⭐ dan Komentar 🤳

Happy reading 💖

****

Setelah dirawat selama tiga minggu di rumah sakit, Kennard akhirnya dibawa pulang. Papa menyewa satu perawat untuk membantu Bunda mengurus cowok itu.

Bunda sendiri sibuk karena ada acara peringatan empat bulan untuk adik bayi. Sejak kecelakaan, Bunda hanya bicara seperlunya saja padaku. Semua kebutuhanku diurus oleh Mbak Nunung dan aku hampir nggak pernah ngobrol sama Bunda.

Nenek--ibu dari papa-- yang tinggal di Belanda datang hari ini. Hari ini aku menyapanya dua kali karena semua sibuk dengan acara untuk adik bayi. Ketika seluruh tamu sudah pulang, aku keluar kamar dan akan menemui nenek sebelum ia kembali ke hotel. Masih di lantai atas, langkahku terhenti saat melihat ke arah bawah lalu mendengar percakapan mereka.

"Kamu nggak seharusnya bersikap seperti itu sama cucuku. Dia kan mau punya adik. Wajar dong, minta perhatian lebih." Nenek duduk di hadapan Bunda. Di samping Bunda, ada Papa yang memeluknya.

"Livia udah enam belas tahun, Bu, bukan enam tahun. Nggak seharusnya dia mencari perhatian dengan membawa Kennard pergi sampai kecelakaan begini," ungkap Bunda.

"Jangan salahkan Livia. Kamu aja yang nggak bisa jagain dia. Padahal dulu kamu bilang siap nerima Hindra dan anaknya. Giliran mau punya anak sendiri, seenaknya sama Livia."

"Ibu," potong Papa.

"Ndra, Ibu bilang juga apa dulu?! Nggak usah, lah, kamu nikah lagi. Istrimu mana beneran sayang sama anakmu."

"Bukan gitu, Bu," bantah Bunda.

Papa menambahkan, "Bu, tolong jangan menyudutkan Erika."

"Sudah ... sudah! Daripada kalian nggak becus ngurus anak itu, lebih baik dia ikut Ibu ke Belanda."

Kakiku lemas dan membungkam mulutku. Aku sayang sama nenek. Liburan ke Belanda juga selalu jadi favoritku. Tapi aku nggak mau tinggal di sana. Aku mau tetap dekat sama papa. Aku udah sayang sama bunda. Adik bayi juga mau lahir. Aku nggak ingin dia lahir tanpa tahu siapa kakaknya. Dan Kennard ... gimana kalau dia tawurin lagi?

Papa berdiri. "Bu, jangan gitu! Livia anakku. Aku yang berhak memutuskan dia tinggal dengan siapa. Kalo Ibu beneran sayang sama cucu, Ibu bakal menetap di Jakarta saat Livia bayi. Saat Livia butuh kasih sayang seorang wanita karena Nancy meninggal. Ibu malah ikut suami baru."

"Jangan mendikte Ibu, kamu!" hardik nenek.

Aku nggak tahan lagi. Segera aku kembali ke kamar dan menjatuhkan diri di kasur. Tangisku pecah. Keluargaku bertengkar karena kesalahanku. Aku cuma bikin masalah. Tanganku memeluk boneka beruang cokelat.

Aku pengin ikut mama aja. Rasa dingin menghampiriku seiring aku menangis. Setelah beberapa saat dalam kondisi seperti itu, pintu kamarku diketuk. Aku menghapus air mata dan memberi izin untuk masuk.

Nenek menyunggingkan senyum. Wanita paruh baya yang mengenakan maxi dress warna biru gelap mendatangi dan memelukku. Aku kembali terisak di pelukannya.

"Livia kesayangan Nenek."

"Nenek di sini aja. Nggak usah pulang ke Belanda," mohonku.

KENNARD - Living with the Bad BoyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang