"Livia, ada Miranda, nih!"
Aku segera keluar kamar saat mendengar suara Bunda. Dari lantai atas, aku melihat Miranda berdiri di samping Bunda Erika. Cewek itu memakai dress putih sepanjang lutut dengan lis hitam di beberapa bagian sebagai hiasan.
"Miranda boleh main di kamar, Nda?" pintaku.
Bunda memandangku dan mengangguk setuju. "Boleh. Tapi kalian nggak boleh keluar karena Senin besok, Livia ulangan."
Aku mengerutkan alis. Dari mana Bunda tahu, ya? Aku curiga. Bunda pasti pasang cip di otakku saat aku tidur. Jadi, Bunda tahu semua kegiatanku.
"Bunda dapet info dari guru les kamu," terang Bunda, seperti dapat membaca kebingunganku.
Papa nggak pernah memperhatikan aku sedetail itu. Asal aku nggak dapat nilai jelek yang harus ditandatangani, Papa nggak akan marah. Tapi punya Bunda, bikin aku nggak sebebas dulu.
"Nggak, kok, Tante. Aku cuma mau main di sini aja," tutur Miranda.
Setelah Bunda mengangguk lagi, Miranda segera menaiki tangga dan mendekatiku. Aku melongok ke lantai bawah. "Bi Endah! Bawain minum sama snack!"
"Livia," tegur Bunda yang kembali muncul—padahal tadi sudah masuk ke ruang perpustakaan. "Apa salahnya kamu turun dulu dan minta tolong Bi Endah baik-baik? Anak perempuan, kok, teriak-teriak di rumah kayak di hutan."
Aku nyengir aja lalu mengajak Miranda ke kamarku sambil cekikikan. Di dalam kamar, aku menyalakan komputer dan memilih video di folder. Aku meng-klik salah satunya dan menunjukkan kepada Miranda.
"Liat, Mir. Aku bikin gerakan dance baru," pamerku.
Miranda memperhatikan sebentar. "Ah, jelek. Cari koreo yang lain, dong. Aku pernah liat Jennie nge-dance gitu."
Wajahku cemberut. Masa gerakanku disamain Jennie Blackpink, sih? "Aku nggak nyontek Jennie. Aku bikin sendiri," tegasku.
"Terserah kalo kamu mau di-bully netizen," balas Miranda.
Cewek itu bangkit dari posisi duduknya di tepi ranjang lalu berjalan ke arah jendela besar di kamarku. Aku mendengkus dan kembali mengamati videoku yang sedang menari. Sambil menggerak-gerakan tangan, aku mencari gerakan baru untuk improvisasi.
"Ya God, Livia!" jerit Miranda.
Aku menoleh ke arahnya. Miranda bersandar pada tembok dekat jendela sambil memegangi dada. Pipi chubby Miranda memerah.
"Kenapa, sih?"
"Aku udah mati, ya? Ini surga dan di sana ada tujuh bidadari."
Segera aku menghampiri Miranda yang sepertinya mulai gila. Masa di seberang jendela kamarku ada bidadari? Aku mendengkus karena hanya melihat Kennard dan teman-temannya.
"Neraka. Itu banyak setan di sana. Berisik dari pagi," ujarku ketus.
"Livia ... Livia ... Livia!" geram Miranda. Tangannya menangkup wajahku dan membuatku memperhatikan pemandangan di bawah sana. "Banyak cowok keren di rumah kamu dan mereka semua telanjang. Aku butuh napas buatan."
Mataku memutar. "Orang lagi pada berenang, ya, pakai celana renang, dong. Masa pake jas hujan? Tenggelem mereka."
"Mereka liat kita," kata Miranda, panik sambil menarik bahuku hingga kami berjongkok untuk menghindari jendela.
Saat pintu diketuk, sontak kami terkejut dan menjerit bersama. Bi Endah masuk dan membawa baki berisi minuman dingin dan beberapa kudapan. "Pada ngapain di situ?"
KAMU SEDANG MEMBACA
KENNARD - Living with the Bad Boy
Fiksi RemajaLivia tak menginginkan Kennard--bad boy paling ia hindari--menjadi saudara tirinya. Namun suatu malam, Livia mengalami peristiwa tak terlupakan bersama Kennard hingga mengubah perasaan keduanya. *** Meski tak memiliki seorang ibu, Livia Rinshi tetap...