Repost dua kali dalam satu hari, nih. Bintangnya dong boss. Biar author semangat, ya.
Selamat membaca!
❤❤❤
Rasa sakit di pergelangan kaki kananku kian menjadi saat malam hari. Aku sulit tidur dan esok harinya suhu tubuhku panas tinggi. Pag-pagi, aku dan Kennard dibawa ke dokter oleh Papa dan Bunda. Kami diperiksa secara bergantian dan diberi obat. Kennard yang aku yakini terluka parah, justru memaksa berangkat ke sekolah. Sedangkan aku, diizinkan Bunda istirahat di rumah dan mengantongi surat izin dokter. Itu, kan, hore!
"Cepet sembuh, Sayang. Papa berangkat dulu," pamit Papa sambil mencium keningku.
"Ati-ati, Pa," balasku yang duduk nyaman bersandar di kepala ranjang.
Papa meraih pinggang Bunda dan mencium pipinya. "Berangkat dulu, Bunda. Kennard udah nunggu di mobil, tuh."
"Iya," balas Bunda.
"Jangan kecapekan, ya. Minta tolong Mbak Nunung aja buat ngurus Livi."
Bunda segera mendorong Papa setelah melirikku sekilas. "Udah, sana berangkat."
Papa memang berlebihan. Yang sakit, kan, aku. Kenapa Bunda yang dilarang kecapekan? Setelah Papa keluar kamar, aku memperhatikan Bunda yang sedang membereskan alat-alat makanku yang kotor. Karena Bunda terlihat good mood, aku coba membahas tentang Kennard.
"Nda."
"Hem?"
"Yang kemaren itu ... aku, kan, jatuh, terus Kennard-nya nyamperin orang yang nyerempet, Nda. Terus Kennard mukul dia. Eh, ada yang lain dateng, pukulin Kennard." Mataku menatap Bunda dan sesekali mengerjap. Napasku tertahan. Takut Bunda marah.
"Seharusnya dia bisa menekan egonya dan nolongin kamu." Bunda memberi jawaban tanpa melihat ke arahku.
"Kennard, kok, nggak dikasih libur kayak aku, sih?"
"Dia bilang udah nggak apa-apa. Jadi, ya ... biarin aja berangkat."
"Oh."
Ada sesuatu di mata Bunda saat membicarakan Kennard. Aku nggak ngerti pastinya dan bunyi notifikasi dari ponsel membuatku tertunduk. Aku tersenyum saat ada chat dari Miranda dan beberapa teman sekelasku. Mereka menanyakan kondisiku.
"Nanti sore kamu les."
"Nggak!" jeritku.
"Livia," tegur Bunda.
Aku mengerang panjang. "Nggak mau les, Nda. Kakinya masih sakit."
"Guru les kamu yang ke sini, 'kan? Lesnya di kamar juga." Bunda duduk di tepi ranjang dan lurus memandangku.
"Nggak mau, Nda. Lesnya libur aja. Kennard aja nggak pernah les."
"Pertama, emang udah jadwal kamu. Kedua, Kennard sekolah tapi kamu nggak. Nanti ketinggalan pelajaran. Kalo nggak mau ketinggalan pelajaran, besok berangkat."
Aku mengerang dan mengisak pelan. Ini nggak adil! Liburanku jadi nggak sempurna karena harus les segala. Bunda ngeselin!
Bunda beranjak dari posisi duduknya. "Kalo masih ngerengek terus, Bunda ambil ponsel kamu."
"Jangan, Nda," erangku.
"Tiduran, makanya."
"Mau nonton YouTube."
Suara helaan napas Bunda terdengar. "Bunda ke bawah dulu bawa baju dan piring kotor. Kalo Bunda ke sini dan kamu masih main HP, Bunda sita," ancamnya sambil keluar kamar.
KAMU SEDANG MEMBACA
KENNARD - Living with the Bad Boy
Novela JuvenilLivia tak menginginkan Kennard--bad boy paling ia hindari--menjadi saudara tirinya. Namun suatu malam, Livia mengalami peristiwa tak terlupakan bersama Kennard hingga mengubah perasaan keduanya. *** Meski tak memiliki seorang ibu, Livia Rinshi tetap...