"Bunda mau arisan di Bogor, ya?" tanyaku setelah duduk di kursi ruang makan.
Bunda menuang susu di atas serealku. "Arisannya di Bogor, tapi Bunda nggak ikut. Nggak boleh sama papa kamu. Itu juga gara-gara Aufar ... anaknya Nina sakit. Jadi, arisannya pindah ke temen Bunda yang lain."
Mataku melebar. Jangan-jangan Aufar sakit karena berantem kemarin. Gimana kalau Aufar ngadu ke mamanya tentang Kennard juga? Bisa-bisa, Tante Nina cerita ke Bunda dan Kennard dimarahin lagi.
"Dimakan sarapannya. Jangan ngelamun," tegur Bunda. "Papa kamu udah berangkat duluan, tuh, nunggu kamu kelamaan. Nanti berangkat sama Kennard aja."
Aku masih memikirkan hal lain saat Bunda selesai bicara. Ragu, aku coba bertanya, "Nda, boleh nggak, kalo Livia besuk Aufar?"
Bunda melirikku. "Tumben."
"Waktu aku sakit, kan, Aufar besuk," terangku. Padahal Aufar mana pernah besuk aku. Datang ke sini cuma buat pacarnya—si Kennard itu.
"Boleh. Bunda juga nanti sore mau pergi sama papa kamu buat acara bisnis. Jadi, nggak sempet besuk anaknya Nina."
Selesai Bunda bicara, aku merasa seseorang mengambil sendokku. Saat aku menoleh, di sebelah kiriku Kennard sedang mengaduk mangkok serealku dan memakannya sambil berdiri. Pencuri sereal!
"Kennard!" hardikku. Aku memandang lurus ke arah Bunda di hadapanku.
"Nda," aduku sambil menunjuk ke arah Kennard.
"Lo udah gede, masih aja doyan makanan bayi," ejek Kennard lalu duduk di sampingku.
"Udah tau makanan bayi, kenapa ikutan makan?" balas Bunda.
Kennard tersenyum lebar walau wajahnya menunduk. Aku sebel, deh. Nggak bisa dia libur gangguin aku.
"Bunda bilang juga apa? Abisin sarapannya. Keburu digangguin kakak kamu," omel Bunda.
Ih, siapa juga yang mau punya kakak kayak Kennard? Aku mengambil gelas yang berisi susu lalu meminumnya. Saat sedang minum, mangkokku bergeser dan ternyata ditarik oleh tangan jail Kennard. Aku memukul tangan Kennard, tetapi itu justru menumpahkan susu dalam mangkok. Kami berdua terkejut.
"Yah ... tumpah," erangku.
"Ah, lo, sih. Tangan gue kotor jadinya." Kennard mengibaskan tangan dan mengambil tisu untuk membersihkan sisa susu di tangannya.
"Kalian berdua ...," geram Bunda. Bunda menoleh ke arah dapur. "Mbak ... Mbak!"
Mbak Nunung bergegas menghampiri Bunda. "Bersihin mejanya, Mbak," perintah Bunda.
Setelah Mbak Nunung mengangguk patuh, Bunda kembali menatap aku dan Kennard. "Udah, sana. Kalian berangkat sekarang aja. Bunda pusing kalo kalian di rumah. Ribut terus."
"Gara-gara lo, nih. Pake mukul tangan gue segala, sih," tuduh Kennard.
Aku berkacak pinggang padanya. "Kamu yang mulai!" seruku.
"Livia ... Kennard, udah! Siniin handphone kalian. Bunda sita sehari."
"Jangan, dong, Nda. Hari gini nggak pake handphone. Gila aja," ujar Kennard.
"Oke, sita dua hari."
"Nggak!" tegas Kennard.
"Oh, gimana kalo tiga ...."
"Jangan, Nda," cegahku lalu segera mengambil handphone di tas untuk diberikan pada Bunda. Aku melirik handphone milik Kennard, mengambil, dan menyerahkannya pada Bunda. Otomatis Kennard mencubit tanganku sampai aku meringis kesakitan.
KAMU SEDANG MEMBACA
KENNARD - Living with the Bad Boy
Novela JuvenilLivia tak menginginkan Kennard--bad boy paling ia hindari--menjadi saudara tirinya. Namun suatu malam, Livia mengalami peristiwa tak terlupakan bersama Kennard hingga mengubah perasaan keduanya. *** Meski tak memiliki seorang ibu, Livia Rinshi tetap...