Semua orang menjadi sangat sibuk tiga hari menjelang konser. June hampir tidak pernah pulang menemani dan memantau latihan Jinan bersama Donghyuk, Hanbin juga Bobby sementara Rose terjun langsung ke lapangan, mengamati jalannya penataan panggung, pemasangan pencahayaan, sound system sampai kostum panggung Jinan dan lain sebagainya yang tak boleh luput dari pengawasan Rose.
Selain karena perintah June, Rose pribadi merasa sensitif dengan kesalahan apalagi konser tersebut merupakan konser perdana sahabatnya.
Karena hal itu, Rose bangun kesiangan hari ini. Gadis itu kelelahan, tergopoh memoles sedikit lipstik sebelum berlari keluar apartemen menemui taksi yang tadi dipesannya.
"Ahgase kau tidak kedinginan?" suara sopir taksi itu menyentak Rose.
"Ndee?"
"Perkiraan cuaca mengatakan salju pertama akan turun hari ini"
Rose mengamati span pendeknya lalu menepuk jidatnya. "Ahh, aku melupakan mantelku" desisnya.
Sopir taksi itu tersenyum. Menaikkan suhu taksi untuk kenyamanan penumpang.
Rose akhirnya dapat berisitirahat, menyandarkan tubuhnya, menarik lalu menghembuskan mengatur laju nafasnya setelah berlarian kesana-kemari didalam apartemen pagi-pagi.
Membutuhkan waktu 15 menit untuk Rose sampai dan keluar dari taksi tepat didepan gedung perusahaan.
Dahi Rose mengernyit. Beberapa wartawan terlihat berkumpul tepat 1 meter didepannya. Rose mengatakan permisi agar mereka memberi jalan untuknya namun blitz kamera tiba-tiba menyala menyerangnya.
Rose blank, Rose merasa sakit dikepala dan perutnya. Rose sama sekali tidak dapat membuka mulutnya untuk sekedar menolak menjawab pada pertanyaan-pertanyaan tak masuk akal yang dilontarkan untuknya.
"Rose-ssi"
"Roseanne-ssi"
Meski para penjaga keamanan datang cepat mengamankan Rose dengan mengelilinginya, Rose tetap saja terhuyung terdorong oleh kamera besar dari samping berusaha menerobos pertahanan tiga penjaga keamanan.
Rose terkunci, tidak memiliki celah untuk kabur dari situasi buruk tidak terduga itu. Air mata Rose berjatuhan, Rose ketakutan juga kesakitan pada saat bersamaan, sampai June datang menerobos kasar kerumunan dan meraih pinggang Rose yang menunduk ditengah-tengahnya.
"Permisi, bisakah kalian lebih sopan terhadap calon istriku!!"
Suara besar June mengunci mulut para reporter, hanya suara kilatan blitz kamera yang masih terdengar.
Rose memeluk June erat, kedua tangan gemetarnya meremas kaos dibalik jas hitam yang dikenakan June.
"Kalian tidak bisa datang dan menyerangnya seperti ini tanpa sebuah konfirmasi terkait pemberitaan tidak berdasar itu"
June marah.
"Aku tidak ingin menjawab apapun. Aku hanya akan menegaskan satu hal. Dia calon istriku. Apa terdengar masuk akal bahwa calon istriku menjalin hubungan dengan pria lain? Permisi"
June membawa Rose pergi setelah itu. Meninggalkan para wartawan saling memandang, menemukan fakta mengejutkan lain yang baru saja diungkap June secara langsung.
.
.
."Dimana ponselmu? Aku mencoba menghubungimu dari semalam. Apa saja yang sedang kau lakukan?!" cecar June setelah membawa Rose masuk dan merasa gadis itu sudah lebih baik untuk bisa menerima amarah darinya.
"Maafkan aku---aku. Aku tidak tahu--Aku meninggalkannya diapartemen" Rose menunduk, meruntuki kecerobohanya. Ponsel Rose berada disaku mantel yang ditinggalkannya didalam apartemen.