Part 7

51.9K 2.8K 14
                                    

Jika ada kesedihan di depan mata, maka janganlah menghindar. Karena itu suatu proses mendewasakan diri.

***

Letta kini berdiri di sebuah gedung tua. Terletak di daerah pelosok.

Terlihat dari daerah sekitar yang hanya ada rerumputan dan pohon pohon.

Namun, ia yakin ada orang didalam. Terlihat dari adanya 7 motor di halaman rumah.

Dengan mengendap Letta masuk ke dalam. Ditemukannya Varo yang tergeletak di tengah ruangan, dengan 7 orang mengelilinginya.

Saat seseorang hendak memukul Varo dengan balok kayu. Letta segera menendang kayu itu, hingga terlempar membentur dinding.

"Wah wahhhh ada cewek cantik nyasar nih"

"Pakai piyama lagi"
"Imut banget neng"

"Ntar bagian neng di akhir ya... Sekarang kita masih ada urusan"

"Hahahaha"

Dengan penuh amarah, Letta menyerang mereka semua. Tanpa keraguan, ia memukul seperti hendak membunuh seseorang.

Perempuan itu hampir saja kalah, jika saja ia tidak melihat Varo. Laki-laki itu sudah tak sadarkan diri dengan dahi yang mengeluarkan darah.

Perkelahian itu berakhir dengan musuh yang kabur.

Letta merasa kepalanya sangat pening, ia berusaha bangkit menuju Varo.

"Var... Var... " ucap Letta lemah, ia terjatuh di samping Varo.

Tangannya menepuk pipi Varo berkali kali.

Perlahan laki-laki itu membuka matanya. Yang pertama kali ia lihat adalah Letta dengan air mata yang menetes di pipinya.

"Jangan nangis" ucap Varo lirih.

Letta hanya bisa menangis dalam diam.

Punggungnya terasa sangat sakit. Cambukan dari ayahnya yang masih terasa sakit, ditambah ia terkena pukulan kayu di punggungnya tadi.

Kepalanya terasa pening. Padahal baru saja ia meminum obat.

Lalu, yang paling ia pikirkan sekarang.

Bagaimana dengan kakaknya? Tadi, ia bahkan mengabaikan ancaman kakaknya.

Apakah ia akan dibenci lagi?

Tapi, please. Jangan Bang Rizal.

Ia satu-satunya harapan.

Varo menarik Letta dalam pelukannya. Letta semakin menenggelamkan kepalanya di cerukan leher Varo. Mereka masih berbaring dan saling berhadapan.

Varo menjulurkan tangannya keatas. Berusaha meraih telfonnya.

Dengan segera ia mencari kontak Rafa. Sahabat karibnya. Beruntung hpnya masih bisa nyala, meskipun sudah retak.

Ia langsung menshare lokasi ke Rafa. Semoga saja sahabatnya itu mengerti.

Brakk!!!

Terdengar kerusuhan dari arah luar. Suara langkah kaki yang bersahutan pun terdengar.

Dan kini 3 orang berdiri di ambang pintu dengan muka syok.
"Astagfirullah!! Gue kira lo kenapa! Ternyata lagi tidur bareng cewek lagi! Tobat Var!" seru Jembar yang pertama kali sadar.

"Gue nggak nyangka lo berani seajuh ini" sahut Rafa.

"Ya Allah nak... Ibunda tidak bisa berkata kata lagi" sahut Rendi.

Perlahan Varo membuka matanya mendengar suara kebisingan.

"Bantuin gue bego! " seru Varo cepat ketika melihat temannya malah bercanda.

Mereka mendekat.
"Wah! wah! Ren! Ren! Kekerasan dalam rumah tangga!! " seru Jembar sambil menepuk nepuk bahu Rendi heboh.

"Kalian gila! Dia lagi sekarat!! " bentak Varo.

Dan ketika menyadari situasi. Mereka langsung membantu Varo untuk duduk.

"Astagfirullah!! " seru mereka ketika melihat Letta dengan hidung mengeluarkan darah.

Rafa hendak menggendong Letta. Namun tangannya segera ditepis oleh Varo.

"Bantu gue jalan aja" seru Varo. Ia langsung menggendong Letta.

Walaupun tubuhnya terasa remuk ia tetap bersikeras untuk menggendong Letta. Ia tidak akan rela jika Letta di sentuh orang lain. Ntah perasaan apa ini, namun ia merasa panas ketika melihat Rafa mengkhawatirkan Letta.

"Lo aneh" gumam Rafa yang di dengar oleh Varo.

Rafa,Rendi dan Jembar menyangga bahu Varo ketika berjalan.

Sampai mobil pun, Varo langsung duduk di belakang dengan Letta yang tertidur di pangkuannya.

"Lo berdua duduk depan" seru Varo.

"Tap-" omongan Jembar segera dipotong oleh Rafa.

"Cepetan! Nggak liat anak orang lagi sekarat! " seru Rafa, ia segera berlari kearah kemudi.

Rafa mengemudi gila gilaan, untung ini tengah malam. Jadi jalannya sangat sepi. Sedangkan disampingnya, Jembar dan Rendi hanya bisa pasrah sambil berpelukan tanpa sadar.

Sesekali mereka terdorong kesamping kanan dan kiri ketika melewati belokan.

Sesampainya di rumah sakit. Rafa langsung gerak cepat menuju satpam yang memang ada di depan pintu.

"Mas, parkirnya-"

"Pak! Teman saya sekarat!! " seru Rafa cepat.

Rendi segera membuka pintu belakang. Jembar membantu Varo keluar dengan Letta masih di gendongannya.

Letta segera ditaruh di atas kasur dorong. Lalu Varo mengikutinya sambil berlari. Raut kekhawatiran terpampang jelas diwajahnya.

Sesampainya di depan pintu UGD, seorang perawat menghampiri Varo.
"Sebaiknya anda juga diperiksa" ucap perawat itu.

"Yang penting cewek saya dulu sus! " seru Varo.

Seorang dokter datang menghampiri. "Sus, antar dia ke ruang pemeriksaan. Pacar kamu aman ditangan saya, tidak usah khawatir" ucap Dokter itu tegas.

Semua berlalu begitu saja. Varo pun ikut di rawat inap. Karena beberapa tulangnya retak.

Sedangkan Letta masih berada di ruang UGD, karena lukanya yang parah. Juga dia yang mengidap penyakit parah. Juga dia yang tidak makan dengan benar beberapa hari.

***

Tears from a Strong Girl (TELAH TERBIT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang