Ryan mengambil sesuatu dari saku celananya. Mengambil tisu yang ada di dashboard mobil.
"Kara, dengerin Ryan," pinta Ryan membuat kepala Caramel terangkat.
"A--" dengan segera Ryan memasukkan permen karet ke dalam mulut Caramel yang terbuka.
Caramel mengunyah permen karet itu. Sementara Ryan menunggu. Hingga keadaan Caramel sedikit lebih tenang.
Dengan telaten. Ryan menghapus air mata yang dengan seenaknya membasahi pipi sahabatnya. Memegang dagu Caramel dengan satu tangannya. Sementara satu tangannya yang lain ia gunakan untuk menghapus merah bibir Caramel.
Caramel hanya diam saja. Memperhatikan setiap inci lekuk wajah Ryan. Wajah manusia yang selalu ada di sekelilingnya.
Ryan ada di belakangnya saat ia hendak terjatuh. Ryan ada di depannya saat ia hendak tersungkur, seperti sekarang. Ryan ada di sampingnya saat ia butuh sandaran. Ryan ada di bawahnya, untuk menjunjungnya tinggi. Ryan ada di atasnya, untuk membawanya berdiri.
Dengan demikian, bolehkah dia mengatakan kalau setiap langkahnya pasti dan selalu ada Andra Ryan Septian?
"Bukan maksud Ryan bilang kamu cabe. Bahkan Ryan gak mau ngeliat kamu dengan dandanan mirip cabe," ujar Ryan yang sudah selesai dengan bibir Caramel.
Sekarang ia beralih ke rambut Caramel yang sedikit berantakan. Caramel tidak menolak. Berbeda dengan Pamela. Pamela paling tidak suka ada orang yang menyentuh surainya. Termasuk, jika orang itu adalah pacarnya.
"Ryan cuma mau bilang, mereka belum biasa liat kamu pake make-up. Emang kamu pernah, sekolah pake lipstik?" Caramel menggeleng. "Nah, maka dari itu, bakal ada kemungkinan mereka mandang kamu otewe cabe-cabean! Awal berangkat juga kita semir rambut, kan?" Caramel mengangguk.
Ryan tersenyum lembut pada Caramel, "Ryan cuma gak suka ada yang mandang kamu begitu. Maaf, kalau sempet buat hati Meli kegores."
* * * *
"Ngapa Lo, Mel. Tadi pagi absen, terus sekarang ketemu gue mata Lo bengkak?" tanya seorang Cowok yang tidak lain si Bambang alias Farel.
"Abis nonton drama Korea!" ketus Caramel yang kini sibuk mengompres matanya dengan es batu.
Saat itu juga, Farel tertawa terbahak. Membuat beberapa pengunjung kantin melihat ke arahnya. Sinting. Batin mereka dengan tatapan ilfeel. Tapi setelah beberapa saat, tawa itu hilang. Wajah Farel berubah datar. Khasnya ketika sedang serius.
"Jadi, Lo bolos karna drama Korea?" tanya Farel dengan suara mendadak dingin.
Terdengar helaan napas dari orang yang berada di belakang Farel sedang membawa dua bungkus roti dan sekotak susu pisang.
"Caramel, tuh, demam dari semalem," ujar Orang itu yang membuat Farel serta Caramel memusatkan perhatian.
"Jadi, karna nunggu jemputan di halte sore kemarin Lo sampe demam, Mel?" tanya Farel yang sudah kembali pada Caramel.
Caramel tidak merespon. Masih sibuk mengompres matanya.
"Ck, tau gitu gue paksa anter pulang!" sambung Farel yang paham akan diamnya Caramel.
Caramel hanya memutar matanya malas. Dia lantas mengambil sebungkus roti yang dibelikan Ryan dengan uangnya. Cowok itu memang lumayan medit. Hanya mau keluar duit untuknya saat dia dalam mode ngambek.
"Udah, sih, lupain aja," ujar Caramel santai setelah menelan roti dalam mutunya, "yang lalu biarlah berlalu, anggap saja angin lalu."
"Tapi sekarang Lo udah sembuh, kan?" tanya Farel yang mencemaskan kondisi kesehatan anggotanya.
KAMU SEDANG MEMBACA
AMISTAD✅
Teen Fiction"Mel, jogging kuy!" "Mmmm.. Lo jogging gue sarapan, gimana?" tawar Caramel pada cowok di depannya dengan alisnya yang naik sebelah. "Ck, gak asik Lo, Mel!" kesal cowok itu. Caramel terkekeh gemas lantas mencubit kecil pipi sahabatnya, "Lo kalo lagi...