2.2

720 45 28
                                    

Caramel berjalan cepat menyusuri koridor anak IPS. Bukan tanpa alasan Caramel sampai memijakkan kakinya di lantai koridor yang baru ia pijaki, saat kegiatan MOS zaman kelas sepuluh dulu dan saat ia menjadi panitia MOS kemarin.

Sampai di depan pintu sebuah kelas, Caramel berhenti. Pintu itu tertutup namun bisingnya bukan main. Caramel yakin tidak ada guru yang mengisi jam pelajaran. Sedikit ragu dan terselip rasa tidak ikhlas, Caramel mengangkat kepalan tangannya untuk mengetuk pintu. Tapi suara orang memanggilnya membuat Caramel mengurungkan niatnya melakukan itu.

"Udah kangen sama gue sampe bela-belain ke kelas? Tau gitu gue yang ke kelas Lo," ujar Orang yang memanggil Caramel.

Caramel terdiam melihat bekas luka yang ada. Lebam di wajah menyebalkan itu masih terlihat baru. Yang membuat tangan Caramel dengan otomatis terulur untuk menyentuh wajah itu. Ibu jari Caramel mengusap permukaan lebam dengan pelan.

"Gue gak pa-pa, Mel," lirih Cowok itu yang seolah dia bisa berkaca di mata Caramel saat ini. "Gue pernah bilang, kan, dulu. Lo sedih, semesta ikut sedih. Dulu Lo bilang gue semesta dan Lo isinya. Kalo dalemnya aja sedih, gimana luarnya?" sambung Cowok itu mengusap kedua kelopak mata Caramel.

"Lo berantem," cicit Caramel menjauhkan tangannya dari wajah lawan bicaranya. "Gue gak suka Lo berantem," lanjutnya.

"Iya, gue tau," timpal lawan bicaranya menatap pengertian pada Caramel.

"Lo hidup bukan buat berantem untuk gue, tapi untuk berantem sama gue!"

Orang itu mengambil salah satu tangan Caramel. Menggenggamnya. Lalu, ia mengajak Caramel entah ke mana. Sampai akhirnya, mereka sampai di gerbang samping sekolahan.

Mereka memanjat gerbang bersamaan. Tanpa ada yang membuka pembicaraan. Sampai di atas, mereka diam sejenak. Menikmati semilir angin yang berembus dingin. Mereka saling menggenggam tangan. Bersiap untuk turun bersama. Dan berakhir dengan mereka mendarat sempurna.

Mereka berjalan, masih dengan tangan saling menggenggam. Jarak antara mereka semakin menipis. Berakhir dengan Caramel yang menyandarkan kepalanya yang terasa berat pada Cowok di sampingnya. Cowok itu tampak santai saja, bahkan ia menyandarkan kepalanya juga di atas kepala Caramel.

Gerimis air menerpa mereka berdua. Namun, mereka tetap berjalan tanpa peduli basah tertimpa hujan. Gerimis hujan perlahan semakin deras. Membuat mereka berhenti untuk menikmati derasnya hujan yang mengguyur tubuh mereka. Jalanan yang mereka lewati sepi. Sebab di jam seperti ini kebanyakan orang melewatkan waktu di tempat kerja atau di rumah, kecuali yang harus sekolah tentunya. Terlebih hujan.

Caramel berdiri menghadap Cowok yang bersamanya. Ditatapnya Cowok itu dan dalam sekejap pandangan mereka beradu. Seolah mereka bisa saling mendengar apa yang hati mereka katakan melalui pandangan itu.

Caramel menekuk lututnya. Ia bersimpuh di atas aspal. Menghadap Cowok yang kini terkaget akan tindakan Caramel.

* * * *

Caramel menatap pemandangan di luar jendela mobil. Ia melamun menatap bangunan dan pepohonan yang seolah saling mengejar. Hawa dingin mobil sama sekali tidak ia rasakan. Walau pakaiannya masih lumayan basah.

Caramel memang berada di saat ini, tapi pikirannya masih berada di saat tadi. Saat ia bersama seseorang di bawah derasnya hujan.

"Asal gak ada kaca di mata Lo, gue bakal lakuin apapun buat Lo."

Caramel memejamkan mata begitu teringat kalimat yang lawan bicaranya ucapkan. Hati kecilnya berteriak tidak adil. Ia seolah mengorbankan orang lain untuk dirinya. Untuk kepentingannya. Tanpa berpikir bagaimana perasaan yang bersangkutan nantinya.

AMISTAD✅Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang