"Kara!! I miss you, Dear!" seru Wendi, Ibu Davin, langsung memeluk Caramel dengan erat.
"I miss you too, Ma," balas Caramel memeluk erat Wendi juga.
Wendi mengurai pelukan. Ia lantas menatap Caramel dari atas sampai bawah. Memastikan bahwa Caramel-nya itu tidak ada yang kurang satupun. Yang nyatanya, Caramel masih sama seperti yang dulu. Sama seperti saat Caramel masih sering mengunjungi rumahnya.
"Davin bilang kamu sibuk, makanya gak punya waktu buat main ke sini lagi," adu Wendi pada Caramel.
Caramel terkekeh canggung. Memang benar dia sibuk. Sibuk menata hati yang Davin hancurkan.
"Aku, kan, pinter. Jadi, ada-ada ajalah tugas dari sekolah," sahut Caramel yang sebisa mungkin terlihat santai.
Wendi terkekeh kecil, lantas ia mengusap puncak kepala Caramel sekilas. "Kamu sama Davin dulu, ya. Mama mau nyamperin mereka dulu," ujar Wendi menunjuk rombongan keluarga yang baru datang.
Dilihat dari jumlah mobil yang ada di luar rumah. Caramel rasa ini makan malam besar. Bukan makan malam keluarga seperti biasanya. Caramel juga melihat beberapa saudara Davin yang wajahnya kebulean. Yang artinya, yang dari luar negeri pun datang kemari.
Caramel mengangguk. Yang setelahnya Wendi meninggalkannya. Sebelumnya sempat melayangkan kecupan singkat di keningnya. Caramel tersenyum yang lagi-lagi canggung.
Caramel menoleh ke belakang. Di mana ada Davin berdiri sambil menatap serius layar ponsel di sana. Caramel bingung harus bagaimana sekarang. Tujuannya kemari hanya satu. Agar Davin tidak keluar rumah untuk balapan seperti yang Tommy kabarkan padanya. Rasanya tidak mungkin bila dia langsung menjatuhkan larangan untuk Davin sekarang.
Terlebih, fakta dia sudah bukan siapanya Davin terlalu silau di mata Caramel.
Gonggongan anjing membuat fokus Caramel dan Davin teralihkan. Mereka kompak menatap anjing yang kini menghampiri mereka.
"Venus," gumam Caramel menatap anjing yang kini duduk di depannya.
Caramel tidak mungkin lupa dengan anjing peliharaan Davin yang satu ini. Ada kisah tersendiri tentang Venus, seperti kisah Mars, ikan Davin. Anjing jenis Alaskan Malamute itu kini telah tumbuh besar. Padahal dulu mereka membelinya saat masih dua bulanan.
Caramel berjongkok untuk mensejajarkan tingginya. Tangannya terulur untuk menyentuh Venus. Ia tidak bisa untuk tidak tersenyum.
"Hai, Venus!" sapa Caramel membuat Venus merapat padanya.
Caramel terkekeh. Ia terus saja berinteraksi dengan Venus. Sesekali mengajaknya bicara. Dan itu semua tak luput dari pengawasan mata Davin. Davin yang dapat dengan jelas merasakan, bahwa Caramel masih bertingkah layaknya dulu, hanya menunjukkan senyumnya.
Davin maju beberapa langkah. Ia mengacak rambut Caramel sekilas, lalu pergi ke kamarnya.
Caramel berhenti bermain dengan Venus. Ia menatap Davin yang semakin jauh darinya. Tidak ingin kalau Davin sampai pergi tanpa sepengetahuannya. Caramel lantas menyusul. Bahkan setelah Davin masuk ke kamar, Caramel juga ikut masuk. Yang begitu sampai di dalam, Caramel tertegun.
Polaroid yang ia tempel di dinding kamar Davin masih belum dilepas sampai sekarang. Polaroid itu berisi momennya bersama Davin. Yang entah saat di Amerika, atau di Paris, atau juga di kota yang mereka tempati ini.
Dengan langkah berat, Caramel tetap semakin masuk ke dalam kamar. Ia mencoba mengabaikan Davin yang kini membaringkan tubuh di kasur. Caramel berjalan menuju balkon. Di mana ada kursi yang biasa dia tempati dulu, jika sedang di sini.
KAMU SEDANG MEMBACA
AMISTAD✅
Teen Fiction"Mel, jogging kuy!" "Mmmm.. Lo jogging gue sarapan, gimana?" tawar Caramel pada cowok di depannya dengan alisnya yang naik sebelah. "Ck, gak asik Lo, Mel!" kesal cowok itu. Caramel terkekeh gemas lantas mencubit kecil pipi sahabatnya, "Lo kalo lagi...