Di sini Caramel dan Ryan sekarang. Di lapangan di mana mereka pernah beli cilok sebelum mengganti cat rambut mereka.
Sejak masih di perjalanan Caramel hanya fokus pada ponsel. Hanya sesekali menanggapi apa yang Ryan ucapkan. Selebihnya ia acuhkan. Dalam hati Caramel merasa dongkol sebenarnya.
Ia merasa salah kostum.
Sementara Ryan memakai Hoodie berwarna army, celana training anak basket, dan sepatu yang biasa cowok itu pakai ketika bermain basket. Caramel sendiri sangat jauh berbeda dengan Ryan. Ia memakai sweater motif garis-garis, celana jeans selutut, dan sepatu putih yang lebih cocok untuk dipakai di tempat semacam pusat perbelanjaan.
Sebenarnya belum lama Caramel menyadari penampilannya. Makanya saja dia langsung dongkol tidak jelas. Jika masih di sekitar kompleks, kan, dia bisa minta diantar pulang untuk ganti kostum. Alasan mengapa dia berpakaian seperti itu, karena ia mengira Ryan akan membawanya keliling kota untuk mencari sarapan. Seperti yang sudah-sudah.
"Mel, lari dong!" seru Ryan yang berada tak jauh di depan Caramel yang menunduk memperhatikan ponsel.
Caramel memutar matanya. Lantas, ia mendongak. Memanyunkan bibirnya yang dalam sekejap membuat Ryan tertawa. Caramel mendengus. Mengalihkan pandangannya dengan menatap segala yang ada di pinggir lapangan. Menatap para penjual makanan sebenarnya.
Seolah baru saja melihat harta karun. Mata Caramel berbinar. Wajahnya terlihat lebih hidup dari yang sebelumnya. Ia berlari kecil mendahului Ryan. Membuat Cowok itu menatap bingung ke arahnya.
Ryan berpikir kalau Caramel memberi sinyal untuk memulai jogging. Lantas saja Ryan menyusul Caramel. Berlari santai dengan langkahnya yang ia buat tidak terlalu lebar. Baru saja ia akan mensejajarkan posisi dengan Caramel. Tapi Caramel menjauh darinya.
Ryan berhenti. Wajahnya mendadak keruh begitu melihat di mana Caramel berada sekarang. Di dekat gerobak penjual cilok langganan mereka.
Terlanjur kesal, Ryan memutuskan untuk melanjutkan tujuannya mengajak Caramel ke sini. Meninggalkan Caramel yang sibuk bercengkrama dengan si Penjual Cilok yang bisa dibilang … lumayan.
"Awas aja besok pagi gue dapet koran," gumam Ryan seiring dengan kakinya bergerak semakin jauh dari tempat Caramel berada, "yang judulnya 'Seorang Siswi Jatuh Cinta Kepada Penjual Cilok'."
* * * *
Caramel hanya melirik sekilas Ryan yang mulai berlari menjauh dari posisinya. Ia tidak peduli. Yang terpenting sekarang lambungnya terisi. Sambil mengobrol dengan si Penjual Cilok, Caramel menambahkan sedikit saus dan kecap ke dalam plastik isi ciloknya.
Walaupun dia dibuat kesal oleh Ryan, ia tidak mungkin tega kalau membeli cilok hanya untuknya sendiri. Terlebih Ryan sama belum sarapannya dengannya. Jadilah Caramel juga membelikan cilok untuk Ryan.
Setelah selesai dengan cilok. Caramel pamit pergi pada si penjual. Ia tidak berniat menyusul Ryan berlari. Jadilah ia berjalan sambil memakan cilok.
Merasa bila berjalan hanya akan melelahkan. Caramel memilih duduk di pinggiran lapangan. Menaruh cilok untuk Ryan di samping tempatnya duduk. Sambil menikmati cilok, Caramel melihat anak-anak kecil bermain bola.
Saat ia merasa para anak kecil itu tidak lagi menarik perhatian. Caramel beralih memperhatikan hal lainnya yang ada di bagian pinggir lapangan yang lain. Objek penglihatannya terpusat pada satu titik.
Yaitu, sebuah keluarga.
Di mana di keluarga itu ada seorang pria, yang mungkin kepala keluarga. Ada seorang wanita, yang mungkin istri dari pria itu. Dan seorang bayi perempuan di kereta dorong, yang mungkin buah hati mereka.
KAMU SEDANG MEMBACA
AMISTAD✅
Teen Fiction"Mel, jogging kuy!" "Mmmm.. Lo jogging gue sarapan, gimana?" tawar Caramel pada cowok di depannya dengan alisnya yang naik sebelah. "Ck, gak asik Lo, Mel!" kesal cowok itu. Caramel terkekeh gemas lantas mencubit kecil pipi sahabatnya, "Lo kalo lagi...