1.2

885 55 16
                                    

"Mel, Lo dengerin gue ngomong gak, sih?"

Caramel menaruh ponselnya. Menoleh pada Ryan dengan pandangan sulit diartikan. Ryan pun sama memandangnya namun dengan pandangan kesal yang tersematkan. Tak lama kemudian terdengar bel rumah berbunyi.

"Iya, gue denger," ujar Caramel sebelum berdiri dan merapikan kaos oblong yang dipakainya.

Ryan menghela napas, meraih gelas kopi milik Caramel, lantas menyesapnya sedikit. Merasa terlalu manis, Ryan tidak jadi menenggaknya sampai habis.

"Gue ngomong apaan emang?" tanya Ryan hanya melirik Caramel saja.

"Gue denger belnya bunyi," jawab Caramel, lantas berlalu untuk membukakan pintu.

Ryan memutar tubuhnya. Menatap punggung Caramel yang semakin mengecil tanda makin jauh darinya. Sebenarnya dia kesal, karena dicampakkan Caramel. Daripada hari ini dia ngambek tidak jelas dan berdampak pada malam Minggu besok. Mending ditunda saja.

Dari tempatnya duduk dapat dengan jelas Ryan dengar suara Cowok dari ruang tengah. Pertanyaan tentang apakah tamu yang datang Cowok berkeliaran di pikiran Ryan. Dia ingin menyusul Caramel di ruang tengah, tapi mi gorengnya belum habis dia makan.

Dan bisa dipastikan. Kalau sampai tidak dia habiskan lebih dulu. Caramel akan mendiaminya. Sebab mi instan itu Caramel yang membuatnya. Dan Caramel benci bila apa yang dibuatnya tidak dihargai. Maka dari itu, Ryan memilih menghabiskan mi instannya lebih dulu. Menunda sejenak kekepoannya.

Drrrtt drrrtt!!

Getaran ponsel sejenak mengalihkan fokus Ryan pada mi instan. Tangan kirinya yang bebas dia gunakan untuk mengambil ponsel itu. Ponsel milik Caramel.

Ryan mengernyit membaca sekilas pesan itu yang terpampang di bar notifikasi. Dia tidak mungkin membukanya. Karena tidak tahu sandi aplikasi WhatsApp Caramel. Caramel memang sering gonta-ganti sandi. Tapi ujungnya memberitahunya juga. Namun, untuk yang kali ini entah sudah diganti atau belum, dia tidak tahu.

Ryan kembali menaruh ponsel Caramel. Lantas, ia melanjutkan kegiatan makannya. Sebelum mi instan gorengnya menjadi lebih dingin lagi.

Sambil makan pun Ryan tak hentinya memikirkan isi pesan itu. Pesan yang berisi sebuah alamat dari kontak bernamakan Dave. Ryan merasa penasaran. Bukan pada alamat itu, melainkan Dave. Selama ini Caramel belum bercerita pasal Dave padanya.

Jangankan Dave. Pergi ke mana semalam pun Caramel belum bercerita padanya. Entah kapan Caramel akan bercerita? Atau mungkin, tidak akan pernah? Ia tidak tahu. Yang ia bisa hanya menunggu. Sampai Caramel benar-benar terbuka padanya.

Dave pacar Lo, ya?

* * * *

Selesai makan. Ryan mencuci segala macam barang yang ia dan Caramel gunakan untuk makan. Setelah selesai, dengan iseng dia membuka kulkas. Mengingat Caramel yang kurang suka camilan berbau keripik, membuat ia ragu kalau ada sesuatu di dalam kulkas.

Dan yang benar saja. Kulkas itu gersang. Hanya ada bumbu memasak tanpa ada sayurannya. Hanya ada botol berisi air dingin. Ryan beralih ke freezer. Berbeda dengan yang sebelumnya. Freezer itu cukup berisi. Macam-macam es krim kesukaan Caramel ada di sana.

"Minta satu gak pa-pa, kan?" gumam Ryan yang mulai memilih es krim mana yang ia inginkan.

Merasa bila mengambil yang coklat atau vanila hanya akan membuat Caramel mengamuk. Ryan memilih mengambil es krim rasa mangga. Setelah ia ambil, ia menutup kembali freezer. Membawa es krim itu untuk ditunjukkan pada Caramel. Untuk permintaan izin.

AMISTAD✅Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang