Part 28 (Dare)

1.7K 98 25
                                    

Lian termenung, memandang kosong lurus ke depan. Digerakkannya kakinya ke kiri dan ke kanan sedangkan pikirannya entah sedang melayang ke mana sekarang.

"Li!"

Lian sedikit tersentak, kemudian mendongak pelan. Nella kini tengah berdiri di hadapannya dengan ekspresi yang sulit diartikan. "Ya?" tanya Lian.

"Lo ada urusan sama cabe?"

"Maksud lo?"

Nella berbalik, menunjuk beberapa orang yang sedang berjalan ke arah mereka berdua. Melihatnya, Lian hanya mendengus kesal.

Salah satu dari orang-orang itu tersenyum sumringah ke arah Lian. "Gimana? Jadi kan? Gue udah ga sabar nih!"

Lian hanya menatapnya datar. Pandangannya beralih pada Ghia yang sedang dirangkul oleh salah seorang di antara mereka. Ghia nampak gugup. Lian mendengus. "Ya ya ya. Serah!" ketusnya.

Ia bangkit dan berjalan melewati gerombolan yang berjumlah kurang lebih sepuluh orang itu. Ia memantapkan hati sebelum melanjutkan langkahnya ke tengah lapangan.

"Ashton!"

Suara Lian membuat Ashton seketika menoleh. Dari pinggir lapangan, ia mengangkat sebelah tangannya, memberi isyarat pada Lian untuk menunggu karena masih ada hal yang perlu ia diskusikan bersama teman setimnya.

Lian menghela napas pasrah. Resah lebih tepatnya. Kegugupan menyelimutinya. Apa yang harus ia katakan pada Ashton? Haruskah ia menjelaskan bahwa yang dilakukanmya hanyalan sekedar dare? Apa cowok itu akan marah padanya?

Lamunannya buyar saat ia mendengar suara langkah kaki mendekat. Hanya dengan melihat sepatunya saja, ia sudah tau siapa yang datang.

"Napa?" tanya Ashton saat dirinya hanya berjarak setengah meter dari Lian.

Lian mengalihkan pandangannya. Mengapa ini semua terasa sulit sekali? Sekilas, ia menoleh ke arah Grace beserta teman-temannya, tidak terkecuali Ghia. Ghia menggeleng pelan saat tatapannya bertemu dengan Lian. Lian berusaha mati-matian mengendalikan emosinya saat melihat Grace yang dengan santainya mengunyah permen karet sambil menatapnya merendahkan.

"Kenapa?" tanya Ashton untuk yang kedua kalinya.

Perhatian Lian teralih. Ia tersenyum canggung. Usai menarik napas dalam, ia berkata, "Gue perlu ngomong sesuatu sama lo."

Ashton mengangkat satu alisnya. Tidak biasanya gadis di hadapannya ini terlihat sangat serius. "Ngomong aja."

Lian memainkan kuku jari-jarinya. "Mmm... Gue minta putus," cicitnya pelan.

"Hah?" Ashton berjalan mendekat. Suara Lian terlampau pelan untuk bisa ditangkap indra pendengarannya. "Lo ngomong apaan tadi?"

Lian menarik napas panjang. "Gue minta putus," ucapnya penuh penekanan. Ia melirik ke arah Grace yang memberinya isyarat untuk berbicara lebih keras. Emosinya kembali naik. "Apa perlu gue kerasin suara gue?!" bentaknya tanpa sadar dengan pandangan yang tidak terlepas dari Grace yang kini tersenyum puas padanya.

Ashton mematung. Ia tidak tahu apakah yang diucapkan Lian benar-benar serius atau tidak. "Lo... Serius?"

Lian kembali menatap Ashton. Ia mendengus. Ia sebenarnya tidak berniat sekasar ini pada Ashton, tapi emosinya sudah di luar kendali. "Gue serius. Apa perlu gue ucapin lebih keras?" Nadanya terdengar sangat sinis.

Ashton menatapnya tajam, sangat intens. Berusaha mencari kebohongan di mata Lian. Tanpa mereka sadari, lapangan basket yang pada awalnya ribut telah berubah menjadi sunyi senyap. Sepertinya menonton perdebatan Lian dan Ashton lebih asyik bagi mereka.

Cause Of Basket, I Fall In Love With YouTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang