2. Syahriel Rizal

127 6 0
                                    





Syahriel Rizal





- BACK TO YOU -

(Alkena Elsa Andjana Demira)

- BACK TO YOU -

Seperti janji ku di part sebelumnya. Di part ini aku akan menjelaskan tentang dia. Mari kita mulai.

Namanya Syahriel Rizal Al Zulfikar. Dia seorang hafidz Al-Qur'an. Subhanallah. Waktu aku mengetahui kalau dia seorang hafidz. Aku tidak menyangka rasanya aku ingin menangis bukan karena sedih tetapi karena ikut merasa bangga. Kalau kalian kira dia menceritakan itu semua sendiri. Kalian salah. Dia tidak pernah menceritakan apapun apalagi menceritakan kalau dia seorang hafidz karena takut timbul riya'.

Aku mengetahui fakta itu sendiri. Lewat guru ngajiku. Yang mengenalinya karena beliau bilang kalau Mas Syahriel adalah anak santri di pesantren yang kiai Rahman pimpin. Kiai Rahman adalah guru ngajiku.

Dia lulusan sarjana sastra Indonesia disalah satu universitas negeri yang berada di Depok. Lalu melanjutkan Pascasarjana dengan jurusan sastra bahasa Inggris di universitas negeri yang ada di Bandung. Sekarang dia bekerja disebuah kantor penerbit yang berada di Jakarta.

Awalnya kami mengenal adalah saat naskah pertama ku berhasil tembus untuk diterbitkan. Saat aku SMA. Lebih tepatnya saat aku baru selesai melaksanakan berbagai macam ujian sekolah, masa bebas sekolah, tidak ada jam belajar. Jadi siswa yang sudah bebas. Tapi status kami belum dinyatakan lulus sekolah.

Siang itu saat aku sedang berada di sekolah. Aku mendapatkan balasan dari penerbit melewati E-mail kalau cerita aku akan diterbitkan, dan tertera CP editor novel aku. Waktu tau kalau novel aku akan terbit aku senang banget. Sujud syukur. Enggak pernah menyangka sebelumnya kalau tulisan itu akan terbit. Karena tulisan itu masih dibilang amatir. Yang awalnya aku kira tulisan ini akan ditolak. Ternyata salah. Naskah itu justru diterima.

Bahkan jauh sebelum cerita itu terbit. Aku sudah beberapa kali mengirimkan naskah ke penerbit. Aku mengirim naskah itu dengan penuh percaya diri dan keyakinan cerita ini akan lolos lalu diterbitkan. Tapi hasilnya berkata lain. Justru mengecewakan. Sebuah penolakan yang aku terima.

Aneh justru cerita ini yang aku rasa enggak akan lolos. Ternyata berkata lain. Cerita ini lolos! Terbit dan jadi best seller. Alhamdulillah.

Disini perkenalan kita dimulai saat dia terlebih dahulu mengabari perihal kelanjutan penerbitannya. Mulai dari ada beberapa bagian yang perlu direvisi dan lain-lainnya.
Setiap Minggu diakhir pekan adalah waktu kami untuk membicarakan tentang kelanjutan novel. Kenapa hanya setiap akhir pekan? Karena waktunya lebih panjang kita bisa saling berbicara, berdiskusi. Sisa waktu lainnya dipergunakan untuk revisi-an. Saat itu kita saling menghubungi lewat E-mail atau aplikasi chatting. Karena mengingat jarak kami berdua agak jauh. Jakarta-Bandung. Kalau PP juga lumayan menguras tenaga. Makanya alternatif lain kita memilih mempergunakan aplikasi yang ada.

Dia orang yang paling sabar yang pernah aku kenal. Kenapa? Karena saat revisi part cerita dia paling telaten buat tuntun aku sampai revisi itu rangkum. Karena kalian taulah emosi remaja itu masih labil. Apalagi waktu itu aku punya masalah. Bukan masalah yang besar juga sih. Kalian mungkin akan tertawa saat mendengarnya. Dan terkesan childish. Karena itu hal sepele ribut dengan pacar kala itu. Tapi sampai buat mood berubah jadi jelek mode on. Bahkan aku enggak sengaja ikut marahin dia. Ya semacam pelampiasan. Tapi dibilang pelampiasan juga bukan karena disitu posisinya aku kesal. Bukan niat aku untuk memarahi dia, cuma karena kebawa emosi. Jadi dia ikut terkena sasaran.

Aku merasa tak enak hati sekaligus malu. Karena marah sama dia yang enggak tau apa-apa. Dan karena masalah itu juga yang buat aku dan dia jadi bertemu untuk yang pertama kalinya. Di caffe yang berada dikawasan Jakarta Pusat.

Bukan aku yang mengajak terlebih dahulu tetapi dia. Dia yang mengajak ku terlebih dahulu untuk bertemu. Dia bilang lebih baik jika kita bertemu karena dia akan membimbing aku secara langsung untuk merevisi part novel. Aku langsung mengiyakan ajakan itu. Lusanya aku berangkat menuju Jakarta diantar oleh Akang Adipati.

Hari itu baru aku melihat dia secara langsung. Jelas dan nyata. Umurnya memang diatas umurku beberapa tahun. Tapi dia terlihat muda, mungkin karena umurnya baru 20 tahunan lebih. Aku tidak tau lebih berapa.

Perawakannya yang tinggi, kulitnya putih bersih, matanya agak sipit, hidungnya mancung, dan bibirnya tipis. Ia mengenakan baju koko berwarna biru muda dengan celana bahan putih dan hanya menggunakan sendal jepit.

"Maaf saya belum sempat berganti pakaian. Selesai dari sholat Jumat saya buru-buru langsung kesini karena takut Adek menunggu" ucapnya dengan sopan kepada ku.

Hal pertama yang aku nilai dari dia adalah selain dia ganteng dia sopan berbeda dengan laki-laki yang pernah aku temui sebelumnya. Ah, ya aku lupa. Waktu pertama kali aku bertemu dia adalah dihari Jumat siang setelah sholat Jumat.

"Iya Mas enggak apa-apa" balas ku. Aku enggak tau kenapa bisa panggil dia Mas. Itu spontan saja keluar dari mulut ku. Aku suka saja memanggil dia dengan sebutan Mas. Dibandingkan Kakak, Aa, atau Akang. Apalagi panggilan itu pas saat aku tau kalau dia itu asli orang Jawa. Jadi panggilan Mas itu pas kan buat dia? Hehehehe....

Dia juga tidak mau bersalaman dengan yang bukan muhrimnya. Aku tau agama memang mengajarkan tidak boleh saling bersentuhan yang bukan mahramnya.

Saat aku belum mengetahui kalau dia jeblosan pesantren dan seorang hafidz Al-Qur'an. Aku kira dia orang yang tertutup. Tapi nyatanya enggak. Dia juga bisa jadi orang yang asik. Tapi masih dalam jalurnya. Aku akui aku suka cara dia menghargai seorang perempuan.

"Oh, ya Akang kenalin dia Mas Syahriel editor novelnya Kena. Dan Mas Syahriel kenalin ini Akang Adipati" keduanya saling berjabat tangan dan melempar senyum.

Siang itu dia membantuku menyelesaikan beberapa revisi part. Dia benar-benar telaten dan sabar banget. Aku juga enggak lupa untuk minta maaf dengannya karena dia sudah terkena sasaran kemarahan ku padahal dia tidak pernah tau apa-apa. Karena kejadian itu juga membuat aku tidak bisa tidur nyenyak. Dan mau tau dia jawab apa saat aku minta maaf? Dia jawab "Enggak apa-apa Mas paham ko. Emosi remaja memang suka enggak kekontrol kalau sudah marah meledak-ledak. Mas sudah memaafkan" ucapnya dengan tersenyum manis.

Waktu kita belum bertemu aku pikir dia akan ikut marah dan enggak mau kenal lagi. Dugaan ku salah dia bukan orang yang gampang terbawa emosi. Dia justru mengerti. Dan sejak saat itu kita menjadi dekat. Sampai novel itu berhasil terbit dan menjadi best seller aku senang enggak menyangka kalau cerita pertama itu langsung menjadi best seller. Dia bilang itu berkat penulisnya juga.

Saat aku mengetahui dia seorang hafidz. Aku berpikir untuk memberikannya sebuah hadiah sebagai bentuk terima kasih. Yang pertama karena dia sudah menjadi editor novel ku. Yang kedua karena sudah sabar menghadapi aku. Dan mungkin jadi kenang-kenangan sebelum aku terbang ke Australia. Karena aku kira kita enggak akan mungkin bertemu lagi.

Aku memberi dia hadiah tepat H-1 sebelum aku berangkat ke Australia. Hadiah yang berisi 5 stel baju koko, sarung, peci, serta tasbih. Yang semuanya berwarna putih dengan model yang berbeda. Kenapa memilih warna putih? Karena warna putih memiliki arti suci dan bersih.

Dan aku harap dia suka dengan hadiahnya. Dan ku kira hubungan ku akan berakhir setelah urusan novel itu selesai. Tapi nyatanya komunikasi kita masih lancar hingga sekarang dia orang yang paling sering ku hubungi.


- BACK TO YOU -

BERSAMBUNG.

Bagaimana untuk part ini?

Jangan lupa vote dan commentnya kawan❣

Terima kasih, sudah membaca cerita ini.

Sampai ketemu di part berikutnya 🙏

BACK TO YOU Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang