"Kamu adalah pembuka yang tidak menutup dan awal yang tidak mengakhiri."
***
Siang itu, pukul satu kurang lima belas menit, perpisahan kembali memenuhi ruang diantara kami. Aku mendekap Tante Desi dengan erat. Wanita paruh baya itu mengelus rambutku pelan.
"Aku pamit ya, Tan." Ujarku mengingat kereta keberangkatanku akan jalan sebentar lagi.
"Iya. Hati - hati di jalan ya, Nak. Liburan kesini lagi," ujar Tante Desi mencium puncak kepalaku.
Aku mencium punggung telapak tangan Tante Desi, Om Prass, dan diakhiri dengan tiga adik sepupuku. Setelahnya, aku menarik koper dan berjalan masuk ke dalam gerbong kereta api.
Aku menaikan koper di atas tempat duduk dibantu oleh bapak - bapak yang baik hati. Mungkin ia merasa kasihan melihatku. Seorang gadis dengan tubuh mungil menaikkan koper berat itu ke bagian yang tak dapat dijangkaunya. Terima kasih banyak, bapak.
Setelah mengucap terima kasih, aku duduk sesuai nomor bangku dan langsung membuka laptop. Otakku sedang cukup mendapat banyak inspirasi saat ini. Lebih baik kutuliskan saja sekarang.
Di akhir tahun ini, naskahku kurang beberapa bab dan belum dilakukan revisi. Sedangkan deadline naskah pada bulan Februari mendatang. Jadi kemanapun dan kapanpun, aku harus menenteng laptop dan bergulat dengan aksara - aksara di dalamnya.
Baru menuangkan beberapa kata, ponsel yang ada di atas meja kecil di depanku bergetar. Decakan malas keluar dari mulutku dan tanganku tergerak untuk meraihnya.
Bunda is calling...
"Hallo assalamu'alaikum. Ada apa, bun?" Aku menutup laptop sebagian.
"Wa'alaikum salam. Udah berangkat, Ra?" Tanya bunda.
"Baru aja jalan, bun. Gimana?"
"Kamu keterima di SMA 3 Semarang, Ra. Bunda seneng banget!" Aku terbelalak. Jantungku berdegup kencang.
"B..beneran bun?" Tanyaku tak percaya.
"Iya! Bunda udah kirim screen shoot nya di WA. Tapi cuma centang satu. Mungkin sinyal." Kata bunda. Aku hampir menangis saat itu juga.
"Alhamdulillah. Aku pengin cepet pulang terus peluk bunda." Ujarku. Air mataku menetes.
"Bunda tunggu ya, nak. Hati - hati di jalan. Jangan lupa makan dan salat."
"Iya bun. Terima kasih banyak."
"Iya. Assalamu'alaikum." Tutupnya.
"Wa'alaikum salam." Jawabku.
Akhirnya.
Akhirnya setelah berminggu - minggu menunggu pengumuman, akhirnya aku diterima di salah satu SMA terbaik di Indonesia, SMA Negeri 3 Semarang.
Berminggu - minggu ku lewati dengan rasa cemas, takut apabila tidak diterima. Namun, bunda selalu percaya bahwa aku pasti diterima.
Dan, takdir-Nya memang tak pernah mengecewakan. Kalimat, "Harapan akan selalu ada bagi orang yang terus berdoa dan berusaha," benar - benar terbukti sekarang.
Aku menatap kosong ke luar jendela. Gedung - gedung tinggi kota metropolitan langsung mengingatkanku pada kotaku yang beberapa jam lagi akan kupijak.
Kotaku tak seperti Jakarta yang padatnya minta ampun. Disana jarang sekali ditemui gedung - gedung bertingkat dan pusat perbelanjaan besar - besar. Kotaku nyaman, asri, bahkan banyak pematang sawah yang sering kulalui bersama teman - teman.
Jujur, aku tak ingin meninggalkan kota kelahiranku.
Namun aku juga ingin melupakan masa lalu.
Matchalatte yang tadi kubeli di Stasiun Senen kembali ku sedot. Rasa matcha yang begitu kental dicampur dengan gula menambah mood ku untuk melanjutkan naskah.
Tak banyak yang kutuliskan disini. Aku hanya menuliskan perjalananku dengannya dari awal bertemu hingga akhirnya semesta menyampaikan bahwa kita harus saling melepaskan.
Karena, level tertinggi mencintai itu merelakan, bukan?
-TBC-
Terima kasih sudah membaca. Harap tinggalkan bintang ya ❤
Oh iya, untuk part selanjutnya tidak perlu bingung. Sudah saya atur semuanya. Jadi, cukup baca dan nikmati, ya~
Terima kasih! ❤
![](https://img.wattpad.com/cover/170325660-288-k544254.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Remember
Teen FictionKisah hujan dan kehilangan - kehilangannya. Termasuk kehilangan kenangannya.