"Lagi - lagi kau datang.
Sudahlah, aku lelah mengulas kisah kita yang telah usang."-Rain-
***
Namaku Rain. Lengkapnya Rain Leefatovya. Sesuai nama yang diberikan oleh bunda, aku berteman baik dengan hujan. Entah itu menuliskan deretan sajak di teras rumah dengan secangkir matchalatte ditemani jutaan air langit, ataupun bermain langsung dengannya dengan basah - basahan, berlarian, dan tertawa di bawahnya. Padahal bunda melahirkanku pada saat matahari tengah bersinar seterik - teriknya.
Sekarang ini aku tinggal disebuah kota kecil yang terletak di pinggir jalan pantura Pulau Jawa, tepatnya Jawa Tengah. Aku tinggal di Kabupaten Batang yang terletak tepat di sebelah timur Kota Pekalongan.
Kabupaten Batang bukanlah kota yang besar seperti Surabaya, Jakarta, dan Bandung. Batang hanyalah sebuah kota kecil yang memiliki jutaan keindahan alam di dalamnya. Hutan - hutan yang lebat masih tertanam rapi di Kabupaten Batang pada bagian atas.
Bahkan, Batang memiliki kebun teh lengkap dengan pabrik - pabriknya di bagian atas, bagian yang selalu diselimuti kabut dan bagian yang selalu dingin.
Sederhana sekali kota Batang itu. Rasanya, aku ingin terus di sini sampai tua nanti. Namun sayang, di sini tak ada universitas sebagus Semarang dan Jakarta. Di sini juga tak ada tempat kerja yang penghasilannya tinggi seperti di Ibukota. Jadi, bagaimanapun sayangnya aku terhadap kota kelahiran, aku harus pindah untuk memperbaiki masa depan.
Taksi yang kutumpangi dari stasiun Pekalongan mulai masuk ke gang dimana rumahku berada. Sopir taksi itu sangat pelan - pelan karena masuk ke sebuah gang yang ukurannya tidak terlalu besar.
"Stop, pak." Taksi berhenti. Aku menyerahkan uang lima puluh ribu dan langsung turun. Bapak taksi itu ikut turun membuka bagasi dan mengeluarkan koper beserta plastik kresek yang berisi oleh - oleh.
"Makasih, pak." Setelah bapak itu mengangguk, ia kembali masuk ke dalam mobil dan melaju.
Aku menarik koper memasuki rumah.
"Assalamu'alaikum,"
"Wa'alaikum salam, eh? Rainnnnnn!!" Bunda berlari dan dalam sepersekian detik aku berada dalam dekapannya.
"Akhirnya kamu diterima nak. Bunda bangga banget sama kamu," bunda mengelus puncak kepalaku. Aku menangis dalam dekapannya.
"Aku gapercaya yakin, bun. Kirain aku malah gak masuk. Aku takut kalah nilai," tuturku.
"Selagi kita serahin semuanya sama Yang Kuasa, semua pasti diberi yang terbaik," ujar bunda.
Bunda membawa masuk koper dan aku masuk ke kamar mandi, bersih - bersih badan. Liburan setelah Ujian Nasional ini lagi - lagi aku ke rumah Tante Desi di Jakarta. Selama kurang lebih satu minggu disana, aku hanya jalan - jalan ke tempat - tempat tertentu yang nyaman bagiku.
Aku tipe orang yang tidak suka keramaian. Jadi di Jakarta aku hanya makan di pinggir jalan, menonton pengamen dengan angklung, dan sisanya bermain di sekitar kompleks perumahan.
Tante Desi sudah megajakku ke pusat perbelanjaan dimana gadis - gadis sering menghabiskan uang mereka untuk mempercantik penampilan. Namun aku hanya mengiyakan saat Tante Desi menawarkanku ke toko buku. Aku benar - benar diajak ke toko buku yang sangat besar yang pastinya tidak ada di Batang.
Semua buku yang masuk ke daftarku ada semua disana. List buku yang kutulis di selembar kertas usang berjumlah dua puluh buku. Dan aku dibelikan lima buku oleh Tante Desi. Beliau pengertian. Ia tahu jika aku anak sastra dan tengah menyelesaikan naskah untuk dikirimkan ke penerbit. Jadi harus banyak referensi untuk menambah kosa kata dan inspirasi.
KAMU SEDANG MEMBACA
Remember
Novela JuvenilKisah hujan dan kehilangan - kehilangannya. Termasuk kehilangan kenangannya.