[-29] Perjumpaan Pertama

91 18 1
                                        

"Tak ada pertemuan paling beku antara dua insan yang tatapnya saling bertemu."

-Rain-

***

"Astagfirullah tadi malam Rain taruh sini kok, bun." Ujarku frustasi.

"Ya kalau taruh sini pasti ada. Coba cari lagi." Kata bunda. Aku menghela napas pendek.

Pagi ini awal masuk kelas baru; kelas delapan. Setelah libur panjang yang membosankan, akhirnya sekolah dimulai lagi. Sesuatu yang sering sekali terjadi ditahun ajaran baru adalah; tulisan menjadi jelek, susah bangun pagi, dan yang pasti barang - barang sekolah banyak yang hilang, seperti saat ini.

Dasi yang sudah kusiapkan sejak malam bersama seragam dan alat - alat tulis lainnya mendadak pagi ini hilang tanpa kabar. Aku dan bunda kalang kabut sendiri mencarinya sejak pukul setengah enam tadi.

"Makanya, taruh barang itu jangan srak srok srak srok. Nggak tertib itu namanya." Ujar papa yang sudah duduk manis di meja makan.

"Tapi pa semalam tuh udah aku--"

"Ini bukan dasimu?" Perkataanku terhenti dan langsung menoleh ke bunda yang baru turun dari tangga dengan dasi biru dongker di tangan kanannya.

"Iya! Bunda ketemu dimana?" Tanyaku langsung menyambar dasi itu.

"Keselip di dalam novel. Gimana sih kamu. Sudah sana sarapan." Ujar bunda. Aku memeluk bunda sebentar dan mencium pipinya sekilas.

"Hehe. Makasih bun." Aku langsung berlari ke meja makan. Aku baru ingat, semalam sebelum aku tidur, aku membaca novel dan menjadikan dasi itu sebagai pembatas buku.

Setelah menghabiskan sarapan secepat kilat, aku menyisir rambut dan menyemprotkan parfum. Membawa keluar tas dari kamar dan meletakkan di sofa ruang tamu lalu mengenakan sepatu.

"Papaaaaaa ayo cepetan!!" Ujarku melihat jam tangan hitam yang melingkar pada pergelangan tangan kiriku. Jam menunjukkan pukul tujuh kurang lima belas menit.

Papa beranjak dari meja makan dan mengambil kunci mobil. Aku bersalaman dengan bunda dan berlari keluar rumah.

Lagu On The Road Again - Willie Nelson menggema disetiap sudut mobil. Aku memperhatikan jalanan dengan mengangguk - anggukkan kepala dan bibir komat - kamit menikmati dentuman musik.

"Kelas baru, penghuninya juga pasti baru. Kamu harus cepat - cepat beradaptasi dengan sesuatu yang baru. Cari teman yang banyak. Jangan suka menyendiri, ya." Ujar papa membuatku menoleh ke arahnya.

Aku mengangguk pelan.

Pikiranku sudah melayang kemana - mana. Kelas baru, teman - temanku seperti apa, dan rasanya aku agak sedikit sulit beradaptasi nanti. Kelas tujuh saja semester dua baru bisa bergaul dengan satu kelas. Itupun karena teman - temanku di kelas tujuh banyak yang sejalan denganku. Nah kalau di kelas delapan ini?

Papa, andai papa tahu kalau anakmu ini sulit beradaptasi dengan hal - hal baru.

Sesampainya di depan gerbang, aku mencium tangan papa dan turun. Menghirup udara dalam - dalam dan perlahan melangkah masuk.

SMP Negeri 3 Batang, sekolah terbaik di kotaku. Sekolah impian bagi anak - anak Sekolah Dasar yang terus berharap agar selepas SD nanti, dirinya dapat melanjutkan ke sekolah ini. Dan ya, aku berhasil masuk kesini satu tahun lalu yang membuat bunda bahagia tiada kira.

"Rain!" Sapa Ara, teman kelas tujuh ku dulu.

"Hai Ar. Masuk kelas mana?" Tanyaku. Sekarang kita jalan bersebelahan.

RememberTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang