Abiu POV
Keuntungan punya wajah datar. Satu, aku tidak akan terlihat sedih meski hati ini sedang meraung-raung. Aku bisa memasang tampang sedatar papan seluncur dan siapapun tidak akan curiga. Dua, orang tidak akan ada yang berani menanya-nanyaiku ketika aku sedang dalam mode bisu. Setiap kali melihat orang, mataku pasti seperti akan keluar dari cangkangnya.
Seperti sekarang, aku tengah berada dirumah sakit. Diam. Seperti patung, tidak bisa bicara, bahkan tidak bergerak. Itu semua karena Bagas memelukku dengan sangat erat dan dia menangis tersedu-sedu dibahuku.
Disitulah aku merasa sedih, rasanya benar-benar ingin langsung mati saja, aku tidak menyangka bahwa Bagas sudah mencintai Lampir itu. Hiks....
Tiba-tiba seorang dokter keluar dari ruang gawat darurat. Wajahnya terlihat tirus dengan kacamata yang merosot sampai hidung. Bagas langsung mencengkram bahunya, "Bagaimana keadaan Lisa, Dok?"
"Dia--"
"Apakah dia sudah mati?" Aku bertanya refleks.
"Biu, apa yang kamu katakan?!"
Aku meringis.
Dokter itu menggeleng pelan, "Dia sudah tidak---"
"Jadi dia benar-benar mati? Oh dewa."
"Biu! Kenapa kamu selalu berkata seperti itu?" Raung Bagas.
"Kalau kamu lupa, dia sudah keracunan, Gas."
Bagas menggeleng kuat, seolah mengenyah kenyataan. "Seharusnya aku yang mati, seharusnya aku...Biu."
Mataku tanpa sadar membelalakkan, Bagas menangis meraung-raung lagi seperti setengah jam yang lalu.
Aku merasa sangat sakit. Mungkin aku memang kelewat jahat. Tapi aku juga tidak mungkin membiarkanmu mati, Bagas. Lisa yang seharusnya mati, dan aku sudah berbaik hati mempermudah kematiannya.
"Sebentar, maaf--"
Bagas memotong ucapan dokter itu dan menggeleng, ia berbalik kearahku dengan satu tangan yang menyentuh bahuku. "Bilang padanya, Biu. Aku gak mau dengar apa-apa lagi."
Aku menatap dokter itu dengan tatapan minta maaf, "Tidak apa-apa, Dok. Terimakasih atas usaha anda hari ini. Semoga amal ibadahnya diterima disisi Tuhan."
"Bukan begitu--"
"Iya, kami mengerti, tolong tinggalkan kami berdua. Jenazah Lisa biar keluarganya yang mengurus. Kami akan pulang saja."
"Maksud saya--"
"Tidak, Dok. Tolong."
"Tapi--"
"Apa kau tidak dengar?!! Kami tidak butuh bela sungkawa mu!!"
"TAPI PASIEN BERNAMA LISA MASIH HIDUP!!"
Aku terkejut karena dokter itu tiba-tiba berteriak.
"Ah, ya. Lisa masih hidup. Nanti biar--HEE??M-masih hidup? Tidak mungkin!!"
Dokter berkacamata itu mendesah, "Tolong dengarkan orang kalau sedang ingin menjelaskan. Pasien bernama Lisa baik-baik saja. Dia memang alergi apapun yang terlalu manis, itulah kenapa dia kejang-kejang."
Secepat kilat Bagas beralih menatap dokter "Benarkah itu?" Tanyanya tak percaya. Dokter itu tersenyum dan mengangguk.
Namun aku masih merasakan kejanggalan disini. Aku menaruh Sianida itu diminumannya kan? Itu dosis tinggi lho.
"Tidak, Anda pasti salah! Anda pasti salah, Dok!!" Raungku, "Coba anda periksa lagi." Aku melihat arlojiku, "Lihat, Sudah hampir setengah sepuluh, ia pasti sudah mati sekarang."
![](https://img.wattpad.com/cover/107917898-288-k468988.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Addicted(Hombreng).
Short Storyoneshoot HOMBRENG 18+ 😁jangan tertipu sama cover tercipta karna tekanan kerja dan ujian yang membuat pusing kepala.