Sejak pertama bertemu dengannya hingga sekarang, Ryan selalu bersikap dingin dan acuh padanya.
Padahal didepan orang lain selain dirinya, Ryan selalu menjadi pribadi yang aktif, suka tertawa dan tersenyum, jahil dan cerewet.
Entah apa alasan Ryan hingga memperlakukannya berbeda dari yang lain.
Namun menurut Beni, ada perasaan yang disimpan pemuda itu baginya.
Perasaan benci.
Jika mereka saling berpandangan, Ryan akan segera membuang muka, jika berpapasan dijalan, Ryan melengos begitu saja.
Apalagi itu namanya kalau bukan benci?
Dan sejujurnya Beni sudah sangat lelah menerima perlakuan itu dari Ryan.
Sudah setahun lebih dia hanya menunggu, mengharapkan hati pemuda itu mulai melunak dan Sudi bersikap sedikit baik padanya.
Tapi sia-sia.Ryan tetap saja dingin seperti biasa. Memandangnya dengan tatapan kejam yang menyakitkan, mengucapkan kata-kata yang melukai hatinya. Dan Beni sudah lelah dengan semua itu, dia sudah memutuskan menyerah untuk mendapatkan hati Ryan. Ya, Beni memang telah menyukai Ryan sejak pertama mereka masuk SMA 25 ini.
Dia sendiri juga tidak mengerti, kenapa ia bisa sangat menyukai pemuda itu, dan ia tidak bisa menyingkirkan perasaannya sendiri. Hingga ia hanya bisa memandang dari jauh. Sosok Ryan yang tanpa disadari telah menjadi sumber semangat dan inspirasi bagi seorang Beni.
'Tidak ada gunanya terus menunggu seseorang yang tidak akan pernah membalas perasaanku' Gumam Beni, 'Aku harus melangkah maju, masih banyak orang lain yang jauh lebih baik dari Ryan. Yah, Abiu contohnya' Beni tersenyum membayangkan teman satu bangkunya itu.
Ah, kenapa sekarang dia baru menyadarinya, Abiu sangat baik dan tulus, tapi tak sekalipun Beni memikirkannya karna rasa sayangnya hanya sebatas adik dan kakak, matanya sudah dibutakan oleh Ryan. Dan bagi Beni, sekaranglah saatnya dia lepas dari belenggu itu.
'Aku tidak akan pernah peduli lagi dengan segala sesuatu yang berhubungan dengan Ryan' Beni meyakinkan dirinya sendiri.
KRIET....
Pintu ruang olahraga terbuka, Beni menoleh kaget. 'Siapa orang yang datang ke ruang olahraga sepagi ini?' Batinnya.
Dari pintu, masuklah pemuda dengan tampang datarnya, saat matanya menangkap sosok Beni.
Beni tercekat, 'RYAN!' batinnya, 'Kenapa dia muncul disaat seperti ini?'
"Ryan, tumben lo pagi-pagi keruang olahraga?" Tanya Beni sedikit gugup.
Ryan memandang dengan ujung matanya, "Bukan urusan lo juga, kan?" Jawaban yang diterima dingin.
Beni tersenyum kecil. Ah, dia yang dulu pasti hanya pasrah saja jika diperlakukan seperti itu. Tapi sekarang sudah berbeda bukan , Beni sudah bertekad untuk tidak mencintainya lagi. Jadi dengan tatapan berani, Beni memandang Ryan.
"Hari ini giliran gue yang megang kunci ruang Olahraga, jadi wajarlah gue mau tau alasan Lo Dateng ke ruang olahraga sepagi ini." Balas Beni. Ia sendiri heran kenapa ia bisa bicara dengan tegas seperti ini, tidak seperti ia yang biasanya selalu gugup jika berhadapan dengan Ryan.
Ryan mengangkat alisnya heran, tentu saja. Beni yang ini berbeda dengan yang sebelumnya. Tapi dia tidak ingin memikirkannya terlalu jauh, dengan santai ia berjalan menuju loker.
"Hei, jawab dulu pertanyaan gue!" Beni berjalan menghadang langkahnya, Ryan berdecak. "Gue mau ngambil kaos di loker." Jawabnya datar.
Beni tersenyum puas, "Nah, apa susahnya sih jawab pertanyaan begitu aja?" Beni menggeser tubuhnya, mempersilahkan Ryan untuk memasuki loker.
KAMU SEDANG MEMBACA
Addicted(Hombreng).
Short Storyoneshoot HOMBRENG 18+ 😁jangan tertipu sama cover tercipta karna tekanan kerja dan ujian yang membuat pusing kepala.