korea bukanlah negara yang asing bagi wu haechan, dia pernah tinggal di ilsan selama 6 tahun dari pertengahan sekolah dasar hingga masa jhsnya dia habiskan di sana.
dan lagi tiga tahun yang lalu dia kembali bertandang ke negara ini dalam rangka mengunjungi resepsi pernikahan salah satu sanak saudara dari sang ibu yang merupakan orang asli korea.
meski pernah terlibat sedikit insiden kecil dimana dia menjadi saksi mata korban tabrak lari, padahal haechan tidak tahu persis bagaimana kronologinya. dia tetap saja ingin sekali mengunjungi negara ini. entahlah, seperti ada semacam daya tarik tersendiri yang membuat haechan ingin terus berada di negara ini.
andai babanya mengijinkan, haechan ingin sekali melanjutkan kuliah di sini. tapi selain babanya, adik kecilnya itu juga tidak mau jauh-jauh darinya. saat haechan mengatakan akan liburan dia merengek ingin ikut.
haechan menggunakan kelemahan sang adik yang belum fasih berbahasa korea sebagai alasan untuk tetap tinggal dan tidak ikut liburan. beruntung sang adik gampang dibujuk, hanya dengan iming-iming akan diajak liburan nanti setelah bahasa korea anak itu lancar. adiknya mau ditinggal, tapi tetap saja tidak berhenti memberi wejangan untuk sering-sering mengabarinya.
omong-omong soal memberi kabar, haechan meringis. sepertinya setelah dari sini dia harus segera ke ilsan menemui keluarga ibunya. bagaimanapum haechan harus memberi kabar agar orangtuanya tidak panik.
tapi sekarang, lebih baik haechan menarik napas dalam-dalam terlebih dulu. meski dia pernah mengikuti ekstrakulikuler theater, dia tetap butuh persiapan sebelum bertemu mark. ketika sudah merasa cukup siap, haechan membuka ruangan tempat mark di rawat. mark yang sedang mengancingi kemeja rumah sakitnya menoleh.
senyuman mengembang di wajahnya yang sudah tak seberapa pucat. "bear, kemarilah." katanya lembut.
haechan menelan ludah gugup, membasahi bibir dan tenggorokannya yang kering.
"hari ini aku akan belajar berjalan," kata mark menarik pinggang haechan mendekat. dia mendongak dan tersenyum ke arah yang lebih muda. "sudah lama sekali aku tertidur, kata dokter terapi semacam ini sangat diperlukan. nanti temani aku ya?"
haechan mengangguk. dia menatap wajah mark yang sialan--kenapa pria ini tampan sekali sih?! haechan kan lemah pada pria-pria tampan, coba dengarkan ritme jantungnya. dia sedang berdebar keras. tangan haechan tanpa ragu terulur untuk membelai wajah mark.
mark memejamkan mata, menikmati usapan tangan haechan di wajahnya.
"kau yakin tidak mau menikah denganku?" mata mark masih terpejam saat pertanyaan itu kembali terlontar dari mulutnya.
gerakan tangan haechan terhenti, saat dia ingin menarik tangannya, mark menahan telapak tangan itu untuk tetap di wajahnya.
"aku--" wajah haechan memerah, mark merengkuhnya makin erat, menunduk lebih rendah sedikit lagi saja dia bisa mencium kening mark. "aku tidak mau menikah dengan pria yang bahkan tidak lulus sekolah menengah."
KAMU SEDANG MEMBACA
[PG-15] risk | markhyuck ✔
Fanfictiona fear of happiness doesn't necessarily mean that one is constantly living in sadness. 💌 markhyuck [yaoi.au.lowercase]