donghyuck tidak pernah mengeluh pada tuhan akan hidupnya yang sangat berat. dia tidak pernah menyalahkan takdir jika hidupnya penuh cobaan. bukan karena dia percaya bahwa cobaan adalah salah satu bentuk ujian yang diberikan tuhan. bukan juga karena dia mengharapkan akan ada pelanggi setelah badai.
alasannya hanya satu... hati donghyuck sudah mati. atau mungkin hanya tertutup bayangan gelap masa kecilnya. entanlah. yang jelas tuhan adalah sosok yang asing baginya.
donghyuck tidak mengharapkan kebahagian. dia sudah berhenti berdoa atau sekedar menyebut nama tuhan sejak lama sekali. entah kapan terakhir kali donghyuck merayakan natal. mungkin... tidak pernah. masa kecilnya dipenuhi hal-hal kelam, tolong jangan paksa dia mengingat kenangan buruk itu. rasanya menyakitkan. tubuhnya akan gemetaran.
bayangan wajah anak-anak nakal yang semasa kecilnya selalu mengolok-ngolok, mengatakan kalau dia tidak pantas menginjakan kaki di tempat ibadah yang suci, di mana tubuh gemuknya dulu didorong hingga jatuh ke jalanan tanpa ada satu orangpun yang mengasihi, bahkan orang-orang dewasa di sana juga melemparkan pandangan dingin yang mampu membuat donghyuck kecil benar-benar kesakitan. semua kenangan buruk itu datang bersamaan dengan rasa sesak yang membuatnya sulit bernapas. meski beberapa tahun terakhir ada ayahnya, donghyuck tetap tidak bisa merayakan natal.
hari itu salju turun. donghyuck baru saja menghidupkan kompor saat bel flatnya ditekan. tanpa mematikan kompor yang dipakai untuk merebus air, donghyuck membuka pintu dan menemukan mark dengan pakaian rapi berdiri di hadapannya.
donghyuck menatapnya datar, dia kembali masuk untuk mengecek air yang dia rebus. membiarkan pintu terbuka dengan mark yang masih berdiri mematung di depan pintu. donghyuck menoleh, melihat mark melalui bahunya. "kau tidak masuk?"
dahi mark mengernyit. dia masuk dan mulai mengekori donghyuck. "kau tidak membaca pesanku?" tanya mark.
"pesan yang mana?"
mark berdecak. meski sudah resmi menjadi sepasang kekasih tidak serta merta menghilangkan sikap acuh tak acuh donghyuck padanya. "cepat ganti baju, kita bisa terlambat nanti." kata mark sambil mendorong donghyuck menuju kamar.
donghyuck menggeliat. berusaha menyingkirkan tangan mark dari pundaknya. "aku malas keluar, dingin." jawabnya cuek. lalu mengambil langkah kembali menuju dapur untuk mematikan kompor saat air yang dia rebus sudah mendidih.
"kau tidak ingat tanggal berapa sekarang? kita bisa tidak dapat tempat duduk di dalam nanti. kalau sudah begitu mana bisa berdoa dengan khusuk!"
donghyuck melirik kalender di atas kulkas. ah, tanggal 24 desember.
"aku tidak merayakan natal." suara donghyuck terdengar dingin. mark menatap sendu punggung donghyuck, matanya melihat bagaimana tangan kurus yang memegang teko kecil itu gemetaran.
mark mengambil alih teko dari tangan donghyuck. meletakan kembali ke atas kompor sebelum membalik tubuh beruang kecilnya untuk membalas tatapannya.
"bear." kedua telapak tangan mark yang hangat menangkup wajah donghyuck. "tidak ada yang perlu kau takutkan. ada aku."
mata gelap mark menatap lurus bola mata donghyuck yang mulai bergerak gusar. ia kembali teringat perkataan tuan park akan trauma donghyuck yang belum benar-benar hilang. bahkan selama dua tahun belakangan anak itu hanya mengurung diri saat natal menjelang.
KAMU SEDANG MEMBACA
[PG-15] risk | markhyuck ✔
Fanfictiona fear of happiness doesn't necessarily mean that one is constantly living in sadness. 💌 markhyuck [yaoi.au.lowercase]