Jatuh Sakit

1.6K 81 0
                                    

Seseorang sedang berdiri di balkon kamarnya. Hanya ditemani angin malam yang berhembus menusuk ke ruas tulang, meninggalkan rasa dingin yang menyeruak menyusuri tubuh. Dipandangnya langit itu, tak ada satupun bintang yang bersinar, tak ada bulan pun yang menerangi. Gelap, hanya itu yang ada saat ini. Tak ada penerang, tak ada cahaya, hanya ada kegelapan tercipta.

Tak terasa bulir demi bulir jatuh, menyusuri lekuk wajah. Iapun tak tau mengapa bulir itu jatuh lagi. Bulir yang sengaja ia tahan untuk tak keluar, tapi apa daya? Ia tak kuasa menahannya. Karena, rasa sakit itu benar-benar nyata. Sakit, memang sakit, tapi apa lagi yang harus ia perbuat? Ia tak bisa berbuat apa apa. Yang hanya bisa ia perbuat sekarang hanya menangis. Bukan menangis karena ia menyesal telah mencintainya. Tapi, ia menangis karena ia tak bisa melupakan rasa rindu itu. Rindu itu teramat dalam untuk dilupakan, semakin dilupakan pun akan semakin sakit rasa itu. Seperti tak rela jika ia harus dilupakan.

Sekelebat ingatan kembali muncul dalam memorinya, dimana iya bahagia dan merasa orang paling sempurna karena laki-laki itu. Sontak hatinya kembali sakit mengingat memori itu. Sakit karena laki-laki itu yang menciptakan kebahagiaan dan laki-laki itu juga yang merenggutnya.

Tes..tes..tes...

Rintik hujan mulai turun bersamaan dengan derasnya aliran air mata Nasya. Seakan tau apa yang gadis itu rasakan selama ini, seakan ingin memberikan pertolongan untuk Nasya. Agar tangisnya tersamarkan oleh air hujan.

______________________________________

Disisi lain seorang pria sedang kalut dengan dirinya sendiri. Tak peduli lagi pada benda sekitarnya. Dasi, sepatu, tas, bahkan barang kesayangannya pun telah berserakan karena ulahnya. Pikirannya kalang kabut, tak tentu arah. Matanya sembab, hidungnya merah, pipinya terdapat bekas air mata yang jatuh. Ia duduk dengan menelusupkan wajahnya di kedua tangan dan kakinya. Ia tak Sudi melihat wajahnya. Cerminan dirinya, ia benci dirinya sendiri. Dia bukan manusia baik, bahkan ia tak bisa menjaga perasaan orang yang ia sayangi.

Sekarang ia sadar, bahwa selama ini ia tak hanya menyayangi nya, tapi juga mencintainya. Ia terlambat menyadari, menyadari perasaannya selama ini. Bahwa ini bukan hanya sekedar rasa rindu dan sayang, tapi juga cinta. Ia merasa bodoh, sangat bodoh, mengapa ia tak dari dulu menyadarinya? Mengapa tak dari dulu ia mengambil keputusan.

Lagi lagi, air matanya terjatuh karena hal yang sama. Ini kelemahannya, dari dulu ia tak sanggup jika kehilangan orang yang ia sayangi. Seperti dulu, ia sangat terpukul atas meninggalnya ibunda tercinta. Sikap ibunya kembali muncul pada seseorang yang sekarang ia cintai, Nasya. Nasya memiliki sifat yang sama seperti ibunya.

"Nasya! Maafin aku sya! Aku nyesel udah giniin kamu!" Rintih Ali sambil menangis.

"Sya...- argh ss-sakitt! P-perut aku ss-sakitt!" Rintih Ali sambil memegangi perutnya. Wajahnya pucat, tangannya dingin. Bahkan hanya berjalan pun ia tak mampu.

"P-papah! Pp-perrut a-ali ss-sakitt pah!"
"PAPAHHH! ARRGGH!"

&&&&&&&&&&&&&&&&&&&&&&

Tit...tit...tit..
Terdengar bunyi tanda kehidupan.
Namun, ruangan ini sepi, seperti tak berpenghuni. Hanya ditemani dinginnya udara.

Terbaring sosok laki-laki, lemah tak berdaya. Matanya yang indah, sekarang tertutup. Terlihat jelas lingkaran hitam dimatanya. Bibirnya pucat tak berwarna.

Ali...dia Ali, yang terbaring lemah itu Ali. Orang yang selama ini terlihat kuat. Orang yang selama ini terlihat sehat. Sekarang ia sedang tak berdaya.

Late to Realize (Fat Girl)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang