Penulis, Claudia

233 27 17
                                    


ati ati Awas BOM!!

BOOMBAYAAAAH
YAAAH
YAAAAH
YAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAH!!!!!!!!!!!!!!!!!!!


***

"Aku kesepian.." Katanya sambil memandangku. Tatapannya yang manja membuat ku mengalihkan pandangan. Kembali dengan laptop yang sedari tadi kuratapi.

"Kamu belum ada menulis apapun.. Main sama aku aja dulu.." kali ini dia memaksa tubuhnya untuk berbaring di pangkuanku. Aku yang duduk bersila langsung merasa tidak nyaman dengan perlakuannya. Bukan apa-apa, di depan ku meja, dan dia amat sangat memaksa untuk berbaring di paha ku.

"Sempit.."

"Bodo amat." Ucapnya. Dia lalu membalikan badannya. Menambah kesempitan dan keintiman.

Sebentar.

Keintiman?

"Hei, jangan menghadap ke situ.." Ucap ku gelisah

Dia lalu tersenyum licik. Amat sangat licik.

"Main.. Main.. Main.." Katanya dengan nada menggoda.

"Aku sedang mencari inspirasi untuk kelanjutan cerita ku Claudia!" Kata ku dengan suara sedikit kuat. Aku tidak suka posisi memancing seperti ini.

"Aku bisa jadi inspirasi kamu kan?"

Aku menggeleng. Aku tidak mau menjadikan cerita ku cerita dewasa. Ah tidak! Apa yang ku pikirkan! Ini tidak baik!

"Jangan gitu ah..." gumamku.

Senyumnya terlukis. Senyum menggoda yang sangat ku hapal. Dia tidak akan berhenti sampai mendapatkan apa yang dia mau.

Dia lalu menggeser badannya. Sedikit lebih dekat. Sebentar. Mungkin penggambarannya salah. Ini sangat dekat!!

"Claudiaa jangan macam-macam!"

"Aku mau macam-macam!" katanya manja sambil tertawa.

Dia pelan dengan pasti menggesekan wajahnya ke tempat yang tidak seharusnya. Melakukannya dengan gemas.

Aku menggigit bibir bawah ku pelan. Menahan geli dari tingkah bodohnya. Kemudian otomatis menahan kepalanya. Aku tidak ingin kelewat batas.

"Claudia, jangan nakal. Aku sedang dikejar deadline!" Kata ku sambil menahan geli.

Dia berhenti. Lalu menatapku. Kemudian bangkit dari tidurnya. Hampir saja mengenai wajahku jika tidak mengelak dengan cepat.

Dia lalu duduk disampingku. Duduk manis bersandar ke arah sofa sambil memeluk kedua kakinya.

"Sana, menulislah."

Fix, dia ngambek.

Aku menghela nafas. Jika sudah begini pasti akan susah membujuknya.

"Caludia.."

"Menulislah. Aku akan jadi anak manis disini" ucapnya dengan senyum memaksa. Bahkan dengan ekspresi seperti ini pun dia tetap cantik. Rambutnya yang tergerai bergelombang, menambah kesan imut dari dirinya. Belum lagi dia menyibakan rambutnya, memperlihatkan leher putih yang sebenarnya diam-diam menarik kesabaranku.

Ah tidak! Tidak!

Aku harus menulis!

Aku memfokuskan mata ku kembali ke laptop. Mencoba merangkai kata-kata yang ingin aku sajikan. Sebagai seorang penulis, deadline adalah pembunuh kebahagiaan. Inspirasi tidak bisa kejar-kejaran datang. Apalagi dipaksakan tanggalnya. Tapi ini adalah komitmen, dan aku bertanggung jawab untuk menyelesaikannya.

Tapi bolehlah tanggung jawab itu di tunda 30 menit..

.

.

.

Ah.. Aku ingin main..

.

.

Ah! Tidak! TIdak! Apa yang ku pikirkan?! Fokus! Harus focus! Satu titik! Titik itu...

Mataku beralih dengan sengaja ke arah dia yang memandang ku. Claudia. Editor dan Pacar ku sendiri. Padahal dia yang paling tau mengenai deadline ini, tapi dia yang senang menggoda ku di jam-jam krusial seperti sekarang ini.

"Kenapa memandang ku? Deadline kan, SA-YANG?" Katanya ketus.

"Kenapa ada penekanan di kata sayangnya?"

"Gpp. Pengen aja."

Ya Tuhan Cewek emang gitu banget yah. Mungkin Cuma aku cewek di dunia ini yang tidak seperti itu.

"Ga mau." Balasku

"Kenapa? Deadline kan?"

"Gpp.Pengen aja." Balas ku. Ralat. Aku juga cewek sejati.

Dia cemberut. Tapi masih menatapku. Dengan mata yang memohon seperti anak anjing. Susah menggambarkannya dengan kalimat. Intinya buat gak tahan, udah.

"Main?" Kata nya pelan.

Aku menelan ludahku. Ini godaan yang sulit ditolak. Sangat amat sulit.

"Berjanjilah kau tidak akan memarahi ku karena naskah ku telat nanti.."

Dia tersenyum. Kemudia n Beranjak dari tempat duduknya. Berpindah ke atas pangkuan ku, lengkap dengan rangkulan manja darinya.

"Tergantung.."

Aku bingung. Dia lalu pelan-pelan mengecup bibirku. Membuat ku tertawa dengan tingkahnya.

"tergantung seberapa baik mainnya malam ini?" Tanya ku di telinganya.

Dia tertawa kecil. Kemudian mengecup ku lebih dalam.

"Bisa jadi.."

Aku mengangguk. Menangkap maksud dari kalimatnya.

Ah sudah lah, Yang terjadi, terjadilah.

Bukan begitu pembaca setia ku?




END.

Nb: Yang baca jawab lah wkwkwk

Girls At The Rainbow City (End)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang